Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (42): Menyerang Jurchen Jin (8)

in Sejarah

Last updated on March 27th, 2019 02:43 pm


Tahun 1214, dinasti raksasa di China menyerah terhadap pasukan Mongol yang mereka anggap rendah dan primitif. Uniknya, Genghis Khan tidak mengambil tahkta di sana, dia lebih memilih pulang ke Mongolia.


Ilustrasi Genghis Khan bersama pasukannya. Photo: ViraLuck

Akhir dari Perang

Pada tahun 1214, Genghis Khan akhirnya berhasil mengepung kota pertahanan terakhir Dinasti Jurchen Jin di Zhongdu (Beijing pada masa kini), di mana Golden Khan, kaisar Jurchen, berada. Sebelum pasukan Mongol benar-benar melakukan serangan, rupanya di dalam tubuh kekaisaran Jurchen sendiri sudah terjadi persoalan, istana mereka baru saja mengalami percobaan kudeta. Golden Khan muda yang belum lama naik takhta ini telah mengalami begitu banyak perselisihan internal.

Alih-alih fokus menghadapi pengepungan dan perang yang berkepanjangan, dia akhirnya lebih memilih untuk menyerah kepada Genghis Khan untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Dia memberi orang-orang Mongol sejumlah besar sutra, perak, dan emas, serta tiga ribu kuda, dan lima ratus pria dan wanita muda. Untuk menyegel perjanjian itu, Golden Khan menyatakan bahwa kini dirinya adalah pengikut Genghis Khan dan memberinya salah satu putri kerajaan untuk dijadikan istri.

Genghis Khan menyambut baik penawaran Golden Khan, dia memerintahkan kepada pasukannya untuk menghentikan pengepungan Zhongdu dan menyatakan bahwa perang telah berakhir. Dengan berakhirnya perang, Genghis Khan bersiap akan memulai perjalanan panjang kembali ke Mongolia Luar di sisi utara Gobi. Kepada orang-orang Khitan, Genghis Khan memberikan kembali sebagian besar tanah mereka dan memulihkan tahkta keluarga kerajaan lama mereka. Sementara itu, orang-orang Jurchen Jin diperkenankan untuk tetap mempertahankan kerajaannya namun dengan porsi wilayah yang lebih kecil.

Genghis Khan memperlihatkan bahwa dia tidak berniat untuk memerintah wilayah ini atau mendirikan pemerintahan Mongol selama dia bisa mendapatkan barang-barang yang diinginkannya. Sama seperti yang telah dilakukannya terhadap orang-orang Uighur dan Tangut, dia membiarkan mereka bertanggung jawab atas tanah mereka sendiri. Genghis Khan sudah cukup puas dengan meninggalkan orang-orang Jurchen dan Khitan untuk mengelola kerajaan mereka dengan cara apa pun yang mereka anggap cocok selama mereka tetap tunduk kepada bangsa Mongol dan bersedia untuk terus memasok upeti.

Karena baik Khitan dan Jurchen telah sama-sama mengakui Genghis Khan sebagai kaisar tertinggi mereka, dia merasa tidak punya alasan lagi untuk tinggal di tanah mereka. Musim panas baru saja dimulai, tetapi panas dan kering mencegah pasukan Mongol untuk menyeberangi Gobi untuk kembali ke kampung halaman di Mongolia, orang-orang Mongol paling tidak tahan dengan cuaca panas. Untuk sementara, mereka membuat perkemahan di sisi selatan Gobi di sebuah tempat yang bernama Dolon Nor (artinya adalah Danau Tujuh). Sambil menunggu datangnya musim gugur yang lebih dingin, orang-orang Mongol menghabiskan waktu dengan menikmati berbagai permainan, pesta, dan penampilan dari para musisi dan penyanyi berbakat yang mereka tangkap dan hendak dibawa pulang bersama mereka.[1]

Kembali ke China

Tidak lama setelah orang-orang Mongol menarik diri dari wilayah yang baru saja mereka taklukkan, otoritas Jurchen mulai mengingkari perjanjian mereka. Golden Khan merasa dikhianati oleh rakyatnya sendiri, dia telah kehilangan kepercayaan, menurutnya, rakyatnya diam-diam sejak peperangan memang berpihak kepada penjajah Mongol. Golden Khan, yang takhtanya tidak dicabut oleh Genghis Khan, memindahkan ibu kotanya di Zhongdu dan seluruh jajaran istananya ke Kaifeng di selatan. Golden Khan dan para pendukungnya berpikir, jika mereka melarikan diri ke selatan, pasukan Mongol tidak akan dapat mencapai mereka.

Bagi Genghis Khan, pelarian ini adalah tindakan pengkhianatan terhadap aliansi baru mereka, dan dia menganggapnya sebagai pemberontakan. Meskipun Genghis Khan sudah berada jauh dari tanah kelahirannya yang berada di antara Sungai Onon dan Sungai Kherlen di Mongolia selama lebih dari tiga tahun, dia bersiap untuk kembali dan berperang lagi. Dia mengorganisir pasukannya untuk pertempuran yang telah memasuki tahun keempat. Pasukan Mongol berbaris kembali dari Mongolia Dalam dan kembali memasuki ibu kota yang telah menyerah kepadanya dan pasukannya hanya beberapa bulan sebelumnya.

Golden Khan telah meninggalkan satu kontingen pasukan untuk menjaga ibu kota lama mereka, tetapi para prajurit ini, dan juga penduduk, tahu bahwa mereka telah ditinggalkan. Kemenangan Genghis Khan sebelumnya telah membuat gelombang dukungan terus meningkat dari dalam barisan musuh, khususnya bagi mereka yang merasa telah diabaikan oleh Golden Khan. Dalam pandangan tradisional masyarakat Tiongkok, kemenangan dalam perang hanya diberikan kepada mereka yang telah dipilih oleh Surga. Dan dengan catatan kemenangan yang begitu banyak, para petani China dan prajurit Jurchen semakin yakin bahwa Genghis Khan adalah orang yang memang benar-benar telah mendapat mandat dari Surga, dan dengan melawannya, artinya telah melawan kehendak Surga.

Banyak prajurit Jurchen dan prajurit-prajurit yang berlatar belakang keturunan penduduk padang rumput yang sebelumnya mengabdi kepada Golden Khan, kini melihat Genghis Khan sebagai seorang pejuang padang rumput sejati, seperti leluhur mereka sendiri sebelum menaklukkan dan menetap di kota-kota besar di China. Mereka merasa memiliki lebih banyak kesamaan dengan Genghis Khan dan pasukan Mongolnya ketimbang dengan para penguasa bengis dan tercela yang, dalam hal apa pun, telah meninggalkan mereka sendiri dalam takdirnya melawan penyerang. Seluruh resimen, termasuk perwira, akhirnya membelot untuk bergabung dengan pasukan Mongol.[2] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 4.

[2] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*