Mozaik Peradaban Islam

Marasyi Najafi: Bibliofil dari Qom (1)

in Travel

Last updated on May 7th, 2019 01:20 pm


Konglomerat Spanyol ingin membeli koleksi kitab suci Zabur tulisan tangan berbahasa Latin peninggalan 800 tahun silam dengan seluruh kekayaannya, namun ditolak dengan sopan oleh Marasyi Najafi.

Pada sebuah gedung di pinggir jalan, berdekatan dari haram Fathimah binti Musa Al-Ma’sumah di kota Qom, Iran, ada sebuah perpustakaan yang harus masuk daftar untuk dikunjungi karena dua alasan: Koleksi buku dan manuskripnya yang dinilai salah satu yang terlengkap tentang dunia Islam, serta riwayat hidup pendiri perpustakaan tersebut, bernama Marasyi Najafi.[1]


Tampak muka gedung Perpustakaan Marasyi Najafi . Foto: Hertasning Ichlas

Kota Qom terkenal sebagai pusat hauzah pendidikan Islam di Iran. Di kota ini pelajar-pelajar Iran dan pelajar dari pelbagai dunia selama satu abad telah menempuh pendidikan keagamaan dalam pelbagai bidang.

Perpustakaan milik tokoh bergelar Ayatullah itu persis berada di jantung hauzah dan menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan pelajar di Qom. Meski Iran memiliki pelbagai perpustakaan lain milik pemerintah, namun Perpustakaan Marasyi Najafi punya beberapa keistimewaan yang sulit ditandingi. Kisahnya bisa menggetarkan para pecinta buku dan ilmu pengetahuan.

Semuanya bermula dari seorang bernama Shihabuddin Marasyi Najafi. Namanya memang kemudian menjadi nama perpustakaan tersebut. Dia adalah seorang ulama dan mufti besar[2] berdarah Iran yang lahir di Najaf, Irak pada 1896. Dia kemudian hijrah ke Qom bersama orang tuanya dan wafat 30 tahun lalu, persisnya pada tahun 1990 di Qom.

Foto wajah Marasyi Najafi. Foto: Hertasning Ichlas

Selama hidup, Marasyi dikenal sebagai sosok pecinta ilmu dan buku. Dia berusaha dengan kekuatan dirinya sendiri mengumpulkan buku dan manuskrip sampai akhir hayatnya di usia 93 tahun.

Sampai beliau wafat, Marasyi Najafi hanya meninggalkan harta kurang dari 50 ribu rupiah saja. Sebab semuanya sudah dihabiskan untuk membeli dan mengoleksi buku. Mungkin Marasyi adalah satu-satunya ulama besar yang tidak sempat berhaji, karena tidak memenuhi syarat kewajiban haji, yakni kemampuan finansial. Karena setiap kali mendapatkan uang selalu dia habiskan untuk membeli buku.

Buku, terutama manuskrip bersejarah dengan harga tak ternilai di perpustakaan itu dikumpulkan betul-betul dengan determinasi seorang ulama ugahari tanpa bantuan agensi dan donor. Marasyi Najafi memburu buku demi buku hingga ke pelbagai penjuru dunia dengan kekuatan ikhtiar dan kaki sendiri.

Koleksi buku di Perpustakaan Marasyi Najafi . Foto: Hertasning Ichlas

Beberapa kisah perburuannya pada buku-buku tersebut banyak direkam. Tak jarang, Marasyi mengumpulkan uang untuk membeli buku dengan cara terus berpuasa selama beberapa tahun. Dia bahkan menerima ijaroh atau jasa sewa orang lain untuk mengganti shalat, puasa, atau baca Alquran tamat berkali-kali untuk membeli buku. Dia juga terlatih berpuasa untuk mengurangi kebutuhan makan agar bisa disisihkan membeli buku, atau berpuasa sebagai upah mengganti puasa orang lain, shalat orang lain atau membaca Alquran untuk orang lain. Terus seperti itu. Kebutuhan materi dan hidupnya ditekan seminimal mungkin untuk bisa menabung membeli buku.

Meski dalam struktur keagamaan masyarakat dia menduduki predikat sebagai Mufti Agung, demi tujuan mengoleksi buku, Marasyi Najafi memilih menjadi pekerja pabrik di malam hari. Kisah bagaimana dia berhasil mengumpulkan buku demi buku dicatatnya dengan rapi. Termasuk buku-buku yang dibelinya dengan jalan menahan lapar dan mengikis keinginan-keinginan hidup.

Marasyi Najafi sendiri membuat karya buku sejumlah 150 jilid dalam berbagai tema. Mungkin ada banyak bibliofil gila buku dan kaya raya, tapi tak semua mampu mengoleksi manuskrip yang kaya, beragam, dan begitu bernilai dengan kekuatan diri sendiri seperti yang dilakukan Marasyi Najafi. Bahkan pernah, seorang konglomerat dari Spanyol menawar membeli koleksi kitab suci Zabur bertulis tangan berbahasa Latin peninggalan 800 tahun silam dengan seluruh kekayaannya namun ditolak dengan sopan oleh Marasyi Najafi. (Hertasning Ichlas)

Bersambung ke:

Catatan Kaki:


[1] Ayatullah adalah gelar tertinggi pemimpin spiritual dalam kalangan Syiah di Iran. Lihat, https://kbbi.web.id/ayatullah, diakses 5 Mei 2019

[2] Mufti adalah kedudukan sebagai pemberi fatwa untuk memutuskan masalah yang berhubungan dengan hukum Islam. Lihat, https://kbbi.web.id/mufti, diakses 5 Mei 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*