Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (5): Dzū al-Qarnayn (4)

in Studi Islam

Last updated on May 31st, 2018 05:39 am

Al Quran tidak pernah menjelaskan kedudukannya, apakah sebagai Raja dari suatu negeri, ataukah hanya seorang pengembara yang berjalan secara berkelompok. Hanya orang-orang menafsirkan bahwa semua apa yang dilakukannya, hanya bisa dilakukan oleh sosok dengan kapasitas seorang raja agung. Tapi terlepas dari semua itu, Dzū al-Qarnayn adalah salah satu khazanah Allah Yang Maha Kaya, yang hingga kini, bahkan identitasnya tetap tertutup rapat.

—Ο—

 

Al Quran menjelaskan dalam Surat Al-Kahfi: 92-94, bahwa menurut kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan tersebut, Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka meminta agar Dzū al-Qarnayn membuat penghalang di antara kaum tersebut dengan Ya’juj dan Ma’juj. Bila Dzū al-Qarnayn bersedia membantu, kaum tersebut bersedia memberikan satu pembayaran kepadanya. Menanggapi hal ini;

“Zulkarnain berkata: “Apa yang telah dianugerahkan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding/penghalang antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi!” (QS. Al-Kahfi: 95)

Terkait ayat ini, Ibn Katsir mengkorelasikan jawaban Dzū al-Qarnayn dengan jawaban Nabi Sulaiman kepada utusan Kaum Saba ketika mereka membawa sejumlah harta yang banyak ke hadapan beliau. Nabi Sulaiman menjawab: “Apakah (patut) kalian menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan­Nya kepada kalian.” (An-Naml: 36) Hal yang sama telah dikatakan oleh Zulqarnain, yaitu: “Apa yang ada padaku jauh lebih baik daripada apa yang kalian berikan itu, tetapi aku meminta kepada kalian agar membantuku dengan sekuat tenaga melalui jasa kerja kalian dan pengadaan bahan bangunan yang diperlukan.” [1]

Sebagaimana kaum Saba yang menurut Al Quran dianugerahi Allah segala sesuatu, tampaknya kaum yang sulit dimengerti pembicaraannya ini juga dianugerahi Allah SWT kecukupan dalam hal kekayaan. Tapi tampaknya Dzū al-Qarnayn memaklumi kondisi mereka, dan memenuhi harapan mereka. Sehingga ia meminta pada kaum tersebut agar dibantu secara langsung oleh tangan mereka sendiri untuk menolong diri mereka. Al Quran kemudian menceritakan dalam ayat selanjutnya:

 Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzū al-Qarnayn: “Tiuplah!” Hingga apabila besi itu sudah menjadi merah seperti api, diapun berkata: “Berilah aku leburan tembaga agar aku tuangkan ke atas besi panas itu.” Maka mereka (Ya’juj dan Ma’juj) tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya. Dzū al-Qarnayn berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (QS. Al-Kahfi: 96-98)

Dalam dua ayat terakhir ini kita menyaksikan terjadi sebuah mukjizat yang luar biasa. Dimana Dzū al-Qarnayn berhasil membuat sebuah dinding yang terbuat dari besi berlapis tembaga, dengan ketinggian setara dua buah gunung. Dan seolah-olah membuat dua gunung bersatu dengan besi tersebut. Demikian kokohnya dinding tersebut, hingga tidak bisa didaki, juga tidak bisa ditembus.

Untuk membayangkannya, sampai hari ini kita belum lagi menyaksikan satupun contoh bagaimana manusia bisa membuat sebuah dinding yang mampu menyatukan dua buah gunung, dan terbuat dari besi berlapis tembaga. Sedikit catatan, salah satu cara yang ditempuh dewasa ini untuk menguatkan besi adalah mencampurkannya dengan kadar tertentu dari tembaga. Dengan demikian petunjuk yang diberikan Allah kepada Dzū al-Qarnayn itu dan diabadikan dalam kitab suci al-Qur’an ini merupakan salah satu hakikat yang mendahului penemuan ilmiah sekian abad lamanya.[2]

Sebentar saja kita bisa membayangkan betapa rumit proses pengerjaan dinding tersebut, dan betapa besar sumberdaya yang diperlukan untuk membangunnya. Serta yang tidak boleh dilupakan, semua proses pengerjaan ini dilakukan secara bergotong royong, oleh orang-orang yang secara sungguh-sungguh ingin memisahkan diri dari kelompok yang membuat kerusakan di muka bumi.

Dinding tersebut berfungsi sebagai pembatas yang kokoh antara satu kaum, dengan Ya’juj dan Ma’juj, yang diidentifikasi sebagai kelompok yang melakukan kerusakan di muka bumi. Sehingga Dzū al-Qarnayn berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku. Sebagaimana layaknya semua sosok-sosok penting tanpa nama lainnya yang disebutkan dalam Al Quran, mereka selalu mengembalikan semua mukjizat yang terjadi kepada Allah SWT.

Hingga kini, belum ada satu kesepakatan bulat di antara para ulama terkait identitas asli dari Dzū al-Qarnayn. Meski begitu, cukup banyak pihak yang menghubungkan identitasnya dengan para raja besar di masa lalu, seperti Cyrus Agung, Qin Syi Huang penguasa dari Cina ataupun Alexander The Great. Padahal Al Quran tidak pernah menjelaskan kedudukannya, apakah sebagai Raja dari suatu negeri, ataukah hanya seorang pengembara yang berjalan secara berkelompok. Hanya orang-orang menafsirkan bahwa semua apa yang dilakukannya, hanya bisa dilakukan oleh sosok dengan kapasitas seorang raja agung. Tapi terlepas dari semua itu, Dzū al-Qarnayn adalah salah satu khazanah Allah Yang Maha Kaya, yang hingga kini, bahkan identitasnya tetap tertutup rapat. (AL)

Bersambung…

Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (1)

Sebelumnya:

Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (5): Dzū al-Qarnayn (3)

Catatan kaki:

[1] Lihat, http://www.ibnukatsironline.com/2015/06/tafsir-surat-al-kahfi-ayat-92-96.html, diakses 20 Mei 2018

[2] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 8, Jakarta, Lentera Hati, 2005, hal. 125

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*