Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (6): Berhadapan dengan Umar bin Khattab

in Tokoh

Last updated on December 16th, 2020 12:42 pm

Umar mengetuk pintu Dar al-Arqam sambil membawa pedang di tangannya dan terlihat sangat marah. Dia hendak membunuh Nabi. Hamzah berkata, “Jika dia datang dengan damai, tidak masalah. Tetapi jika tidak, kita dapat dengan mudah membunuhnya dengan pedangnya sendiri.”

Foto ilustrasi: Abu Zayd al-Hilali/Art Station

Setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam, dia bernazar akan mengabdikan segala keperwiraan, kesehatan, dan bahkan hidup dan matinya untuk Allah dan agama-Nya. Karena kesungguhannya ini, Rasulullah saw memberinya gelar istimewa, yaitu sebagai  “Singa Allah” (Asad Allah) dan “Singa Rasul-Nya” (Asad Rasulullah).[1]

Dengan bergabungnya Hamzah, agama Islam menjadi semakin kuat. Hamzah, yang nantinya akan menjadi salah satu komandan terbesar Islam, adalah pribadi yang sangat berpengaruh dan pemberani. Dia akan melakukan apa saja untuk melindungi dan membela Nabi dan menguatkan kaum Muslim.

Sebagaimana dikatakan sejarawan Ibnu al-Atsir dalam Kitab al-Kamil fit-Tarikh, kaum Quraisy menganggap masuk Islamnya Hamzah sebagai salah satu faktor utama bagi kemajuan dan kekuatan kaum Muslim.[2]

Tanpa mengesampingkan peran sahabat-sahabat Nabi yang lainnya, yang mana masing-masing memiliki andil tersendiri bagi berkembangnya Islam, namun Hamzah memiliki posisi tersendiri. Dia adalah satu-satunya sahabat yang mana orang-orang Quraisy enggan berurusan dengannya.

Sebagaimana telah ditunjukkan pada riwayat-riwayat sebelumnya, ketika mendengar bahwa Nabi telah dihina dan dilukai kepalanya oleh Abu Jahal, tanpa memberitahu siapapun akan niatnya tanpa basa-basi dia melakukan pembalasan yang sangat keras di depan para tokoh Quraisy itu sendiri dan tak ada seorang pun yang berani untuk melawannya.

Dalam kesempatan lain, Hamzah menunjukkan kembali keberaniannya yang mencolok. Penyiksaan dan penganiayaan terhadap Nabi yang dilakukan oleh Abu Lahab, yang mana masih paman Nabi sendiri, beserta istrinya, Ummu Jamil, tiada bandingannya.

Nabi hidup bertetangga dengan mereka. Mereka tak pernah berhenti melemparkan benda-benda kotor kepadanya. Suatu hari, mereka melemparkan kotoran domba ke kepalanya. Untuk itu, Hamzah membalas dengan menimpakan benda yang sama ke kepala Abu Lahab.[3]

Begitu pula terhadap Umar bin Khattab yang pada saat itu masih belum masuk Islam. Di saat Muslim lainnya begitu ketakutan terhadap Umar, Hamzah menunjukkan sikap yang lain, dia dengan tenang berani menghadapinya.

Pada waktu itu Umar, seorang laki-laki yang tinggi besar dan kuat, telah menjadi musuh bebuyutan Muslim. Dia memiliki reputasi temperamental dan cinta kepada puisi-puisi dan minuman keras. Suatu waktu dia dikabarkan akan membunuh Rasulullah saw.[4]

Ketika Umar mendengar bahwa Nabi sedang berada di Dar al-Arqam, dia bergegas ke sana berharap untuk menemukan beliau. Dia mengetuk pintu, dan salah satu sahabat Nabi mengintip melalui celah untuk melihat Umar.

Dengan pedang di tangannya, Umar terlihat sangat marah. Para sahabat kemudian bergegas ke belakang rumah dengan berita yang mengkhawatirkan.

“Ada apa?” tanya Hamzah.

“Umar ada di depan pintu,” lapor para sahabat.

“Hanya itu saja?” seru Hamzah.  “Jika dia datang dengan damai, tidak masalah. Tetapi jika tidak, kita dapat dengan mudah membunuhnya dengan pedangnya sendiri.”

Sementara itu Nabi Muhammad, sedang menerima wahyu dari Allah, dan setelah selesai menerima wahyu beliau masuk ke ruang duduk. Di sana ada Umar duduk.

Nabi memegang baju dan sabuk pedangnya, dan berkata kepadanya dengan desakan,  “Umar! Maukah engkau mundur dari jalanmu (untuk membunuh Nabi), jika tidak Allah Swt akan menurunkan kepadamu hukuman seperti yang Dia berikan kepada Walid bin al-Mughirah? Ya Allah! Inilah Umar bin Khattab. Ya Allah! Berikan kekuatan dan kemuliaan pada Islam melalui Umar bin Khattab ini.”

Setelah Nabi mengakhiri doanya, Umar berkata,  “Aku bersaksi bahwa tidak ada yang layak disembah selain Allah, dan bahwa engkau adalah Nabi Allah. “

Mereka yang hadir di rumah itu berteriak,  “Allahu Akbar!” Begitu keras sehingga teriakan mereka bergema di sekitar Kabah.[5]

Dengan masuk Islamnya kedua tokoh Quraisy ini, yakni Hamzah dan Umar, posisi Islam menjadi semakin kuat. Menurut sejarawan Safiur-Rahman Mubarakpuri, Umar masuk Islam tiga hari setelah Hamzah masuk Islam.[6] Setelah kedua tokoh ini masuk Islam, banyak orang Makkah juga turut masuk Islam dengan berduyun-duyun. Dan hal ini semakin membuat para pembesar Quraisy merasa semakin resah.[7]

Kembali kepada Hamzah, tidak seperti tokoh besar Muslim lainnya pada masa awal, Hamzah adalah satu-satunya yang tidak pernah mengalami persekusi dari Quraisy, mereka tidak berani kepadanya. Bahkan tokoh sekelas Abu Bakar dan Umar pun selepas mereka masuk Islam pernah mengalami persekusi juga dari Quraisy.

Memang, tentu saja Hamzah seorang diri tidak dapat membendung segala persekusi Quraisy terhadap umat Islam. Tetapi setidaknya kehadirannya dapat mengurangi persekusi fisik terhadap mereka. Sehingga Quraisy harus memikirkan cara lain untuk mendesak umat Islam.

Masuk Islamnya orang seperti Hamzah dan minat orang Quraisy yang berpandangan cerah terhadap Islam, ditambah dengan kebebasan yang dinikmati kaum Muslim yang berhijrah ke Etiopia, semuanya turut menambah kebingungan dan kecemasan para pembesar Quraisy.

Mereka pun sangat kecewa karena kegagalan rencananya. Karena itu, mereka memikirkan rencana baru. Mereka memutuskan untuk menerapkan blokade ekonomi guna menghadang penyebaran dan penyiaran Islam, serta mengekang kegiatan pendiri dan pengikut agama ilahi itu.[8]

Petualangan Hamzah bersama Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan umat Islam masih belum berakhir. Nantikan kisah kelanjutan mereka di kota harapan baru, Madinah. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 201.

[2] Ibnu al-Atsir, Kitab al-Kamil fit-Tarikh (Vol 2, hlm 59), dalam Ja’far Subhani, Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm 184.

[3] Ja’far Subhani, Ibid., hlm 187.

[4] Safiur-Rahman Mubarakpuri, When the Moon Split: A Biography of Prophet Muhammad (Darussalam, 1998), hlm 86.

[5] Ibnu Hisyam (Vol 1 hlm 343), dalam Safiur-Rahman Mubarakpuri, Ibid., hlm 88-89.

[6] Safiur-Rahman Mubarakpuri, Ibid., hlm 86.

[7] Khalid Muhammad Khalid, Loc.Cit.

[8] Ja’far Subhani, Op.Cit., hlm 185, 228.

2 Comments

  1. Sayyidina Hamzah, Sayyidina Umar, Sayyidina Ali. Sahabat sahabat pemberani, yang mengajarkan kalau jadi seorang muslim itu harus tangguh secara mental, fisik dan otak. (Tanpa mengesampingkan peran sahabat Nabi yang lainnya.) *sungkem. Jazakallah untuk admin, tolong jangan berhenti mengisahkan sahabat sahabat Nabi seperti ini, Min..

Leave a Reply to Den Cancel reply

Your email address will not be published.

*