Mozaik Peradaban Islam

Ilusi Identitas Arab: Sebuah Pengalaman dan Klarifikasi (11): Kembali ke Etimologi ع-ر-ب (‘a-ra-ba) [1]

in Studi Islam

Last updated on June 11th, 2021 11:16 am

Di dalam kamus-kamus Arab tidak ditemukan etimologi ع-ر-ب(‘a-ra-ba). Tampaknya ada kebingungan di kalangan pakar soal lenyapnya pembahasan etimologi kata ini.

Foto: Lukisan karya Fabio Fabbi (1861-1946)

Oleh Musa Kazhim al-Habsyi | Penerjemah dan Koresponden TV Arab

Setelah bertamasya membuka kamus-kamus Arab dan tidak menemukan etimologi ع-ر-ب (‘a-ra-ba), saya mencoba mencarinya dalam buku-buku sastra dan ilmu-ilmu bahasa Arab. Selang beberapa waktu, saya tetap tidak menemukan etimologi kata itu. Bagi saya ini tidak lazim.

Umumnya lema tertentu dalam kamus-kamus besar bahasa Arab dimulai dengan pembahasan etimologi atau isytiqaq kosakata. Biasanya memang akar kata itu menjadi kata kunci yang memerikan makna kata.

Lalu saya mencoba membahas soal ini dengan sahabat kecil yang saya anggap jauh lebih pakar dalam bidang ini. Saya bertanya sembari khawatir jangan-jangan saya luput menangkap paparan para ahli bahasa soal ini.

Jangan-jangan mereka telah mengutarakannya tapi saya tidak menangkapnya. Karena, pikir saya, apa masalahnya sampai begitu banyak pengarang kamus tidak menunjukkan akar kata yang dapat membuka masalah ini secara lebih gamblang.

Sahabat yang saya anggap punya cita rasa Arab yang jauh lebih baik dari saya itu pun jadi ngeh. Ternyata memang para pembuat kamus melewatkan keterangan etimologi ع-ر-ب (‘a-ra-ba) ini.

Dia pun menemukan keterangan para pembuat kamus soal lema ع-ر-ب (‘a-ra-ba) umumnya langsung memuatnya sebagai ism jins (kata benda umum) yang mengacu pada penduduk padang pasir, baik yang nomaden maupun urban, perbedaan عَرَبِيٌّ (‘araby) dan أعرابي (a’raby) beserta pelbagai sifatnya, lalu menyatakan bahwa mereka itulah penutur bahasa Arab. Titik.

Dengan penuh semangat dia pun membantu saya menggeledah lebih jauh. Banyak sekali pendapat yang dia temukan, dari mulai yang wajar-wajar saja sampai yang aneh-aneh. Tapi intinya dia setuju bahwa ternyata ada kebingungan di kalangan pakar soal lenyapnya pembahasan etimologi kata ini.

Akibatnya para pakar pun lebih banyak menabur persilangan dan pertentangan pendapat ketimbang mengajukan keterangan yang dapat diterima semua. Dan agaknya mereka memang melalaikan derivasi kata (isytiqaq) yang biasanya mereka sampaikan dalam menerangkan suatu kosakata. Tiba-tiba saja mereka menerangkannya sebagai kata benda umum, tanpa menyebut akar kata tersebut.

Setelah sekian lama kita berkutat dalam urusan ini akhirnya dia menemukan sebuah kitab yang melegakan dahaga kita. Judulnya Adab al-Khawash fi al-Mukhtar min Balaghaat Qabail al-‘Arab wa Akhbariha wa Ansabiha wa Ayyamiha karyaAbul Qasim al-Husein bin Ali (980-1027 M /370 – 418 H).

Tokoh bergelar al-Wazir al-Maghribi ini rasanya tak perlu lagi kita perkenalkan karena di dunia sastra dan puisi Arab dia bagaikan Deddy Corbuzier di YouTube.

Dalam buku itu, bab tentang derivasi Arab, al-Maghribi memprotes Ibnu Duraid (837-933 M/ 223-321 H), salah satu perintis filologi dan geneologi Arab. Pengarang dua karya monumental berjudul al-Jamharah dan al-Isytiqaq itu, kata al-Maghribi, lalai menyebutkan etimologi kata Arab.

Padahal, tegasnya, dari pangkal itulah seharusnya Ibnu Duraid bertolak membahas ihwal filologi dan geneologi Arab. Tanpa penjelasan harfiah maka sulit sekali kita mengetahui apa dan siapa Arab itu.

Lalu al-Maghribi menyampaikan pendapatnya. Arab, katanya, disebut dengan ungkapan ini karena mereka berbahasa fasih dan memiliki cara yang efektif dalam menyampaikan pesan.

Karena itu, katanya, أعربت (a’rabtu) artinya aku menjelaskan sesuatu, demikian pula kata عرّبت (‘arrabtu) artinya aku memperjelas sesuatu. Pijakannya mengambil pendapat ini ialah penggunaan kata ini dalam beberapa hadis Nabi.

Di antaranya adalah hadis yang berbicara tentang seorang pembunuh yang membunuh orang yang telah mengucapkan syahadat dengan dalih bahwa ucapannya semata-mata untuk melindungi dirinya.

Nabi pun marah dan bertanya: “Apakah kau telah membelah dadanya?!”

Si pembunuh itu bertanya: “Apakah ucapan lidahnya sudah menjelaskan sesuatu padaku?”

Nabi pun bersabda: “Sesungguhnya dia benar-benar sudah yu’ribu/yu’arribu (menjelaskan dan memperjelas) sesuatu yang ada di dalam kalbunya dengan lidahnya.”

Dan sejumlah hadis lain yang membenarkan asumsinya.

Al-Maghribi kemudian menerangkan bahwa arti kata أعرب (a’raba) adalah menerangkan, ‘aruba artinya bertutur lancar dan lugas, mu’rib yang sinonim dengan ‘araby artinya orang yang lancar dan lugas berbahasa.

Demikian pula fungsi i’rab dalam ilmu tata bahasa Arab bertujuan menjelaskan maksud-maksud kalimat dan membuang kesimpangsiuran maknanya. Bahkan pembeli yang telah membayar panjar disebut dengan عربون (‘arbun) lantaran dia telah menjelaskan keinginannya membeli barang dengan ukuran dan jenis yang sudah disepakati.

Lalu dalam Alquran surah al-Waqiah ayat 37 ada kata ‘uruban yang artinya istri-istri yang penuh cinta, karena istri itu juga status perempuan yang sudah jelas pasangannya.

Begitu juga dengan ungkapan ‘ariba al-jurh artinya sakit yang kian parah, ‘ariba al-ma’u artinya air yang jernih dan bening, dan ‘aribat al-mar’atu artinya istri yang mencintai suaminya, karena cinta memperjelas ikatannya dengan suami.

Lalu nahrun ‘arib berarti sungai yang deras, yang lancar arusnya. Lagi-lagi di sini sifat keberlimpahan dan kederasan air berimpit makna dengan kefasihan dan kelancaran berbahasa.

Ada pula ta’rib an-nakhl artinya memangkas bagian-bagian bawah tanaman kurma agar ia tumbuh lebih cepat dan kuat.

Begitulah seterusnya kata dasar ع-ر-ب (‘a-ra-ba) ini diturunkan dan dipergunakan dalam maksud kejelasan, kefasihan, kelugasan, dan kelancaran. Dan semuanya bersumber dari bahasa, ungkapan, lidah, perkataan, dan penyampaian pesan dan tujuan.

Dan persisnya dalam pengertian itulah kata ini dilawankan dengan ع-ج-م (‘ajam) yang berarti tidak lugas dan tidak jelas dalam bertutur kata.[]

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*