Kaum Quraisy (7)

in Studi Islam

Last updated on May 8th, 2019 07:19 am

Hasyim meninggal dunia di Gaza pada tahun 510 M. Setelah Hasyim wafat, masalah perebutan hak atas Sikaya dan Rifada kembali meruncing. Kali ini Umayyah bin Abd Syam menuntut kembali hak ayahnya dari Bani Hasyim.

Gambar ilustrasi. Sumber: zulfanafdhilla.com

Salah satu pertanyaan yang patut diajukan terkait Makkah dan Kabah yang menjadi pusat penyembahan berhala terbesar di seluruh dunia pada masa itu; Benarkah orang-orang Makkah yang umumnya adalah Kaum Quraisy secara penuh percaya pada berhala-berhala tersebut? ataukah keberadaan berhala-berhala tersebut adalah taktik mereka untuk meningkatkan nilai kapital dari Kota Makkah sebagai sentra spiritualitas bangsa-bangsa dunia?

Karena sebagaimana dikemukakan oleh banyak sejarawan, bahwa di Kabah, terdapat ratusan berhala yang disembah oleh masing-masing kaum dari berbagai negara di dunia. Tiap kelompok atau suku mempunyai kuil dan berhalanya sendiri di sekitar Kabah. Tidak hanya itu, masyarakat jahiliyah juga sangat percaya pada Jin dan ramalan yang diucapkan oleh berhala mereka. Kepada jin-jin tersebut mereka meminta pertimbangan dengan menggunakan anak panah tumpul yang dinamakan Azlam atau Kidah. Dan semua ritual ini dipandu oleh para pendeta dan ahli tafsir agama yang menerima sesembahan dan dibayar dengan sangat mahal oleh para pemeluk agama yang datang.[1]

Dengan dengan demikian, sangat mungkin Kabah dengan segenap berhala dan ritual aneh di sekitarnya pada masa itu, hanyalah modus kaum jahiliyah untuk mengakumulasi keuntungan dari tempat tersebut. Mereka dengan jeli melihat adanya perubahan besar dalam trend spiritualitas di dunia. Dimana cahaya agama tauhid yang dibawa Ibrahim mulai meredup pengaruhnya di berbagai peradaban, digantikan oleh agama-agama pagan dan kebudayaan materialis lainnya. Bila Kabah tetap dipertahankan sebagai pusat pengembangan ajaran tauhid, bisa dipastikan pamor Kota Makkah akan menurun, dan nilai kapitalnya akan menyusut tajam. Oleh sebab itu, agar Makkah tetap kompatibel memenuhi kebutuhan spiritualitas manusia, mereka menerima semua jenis berhala dan sesembahan lainnya di sekitar Kabah.

Menariknya lagi, orang-orang Quraisy ini tidak mengadopsi satupun ajaran agama yang berkembang luas di sekitarnya, seperti Kristen yang dianut di Romawi, Magisme yang dianut di Persia, ataupun agama Yahudi, Sabaeisme, dan segala jenis agama pagan lainnya. Sebaliknya, orang-orang Quraisy justru menerima semua kepercayaan tersebut, dan membiarkannya berkembang secara bebas di sekitar Kabah. Bahkan, menurut Syed Ameer Ali, orang-orang Yahudi dan orang Saba (yang berada di Yaman) kerap datang ke Kabah dan ikut memberikan sesembahan di sana.[2]

Seiring berjalannya waktu, daya tarik Kabah dan Kota Makkah makin bertambah besar. Sehingga persoalan siapa yang paling layak menjadi pemelihara rumah ini (hijaba) menjadi satu hal yang sangat diperebutkan oleh para kepala suku yang ada di Makkah. Siapapun yang akhirnya terpilih untuk memegang kunci Kabah, secara otomastis akan mendulang kewibawaan paling tinggi dari para peziarah. Mereka akan mendapatkan banyak istimewaan dan kehormatan di tengah bangsa Arab.[3] Dan pada kurun waktu lebih dari 100 tahun sebelum kenabian Muhammad Saw, hak tersebut dipegang secara ekslusif oleh Kaum Quraisy. Inilah yang menyebabkan para suku-suku lain di Kota Makkah lebih memilih berafiliasi dengan salah satu klan Quraisy daripada merebut otoritas tersebut.

Terkait hal itu, menjadi penting juga dikemukakan, bahwa ketika kita mendengar istilah “Bani Hasyim” atau anak keturunan Hasyim, kita tidak bisa lagi melihat istilah tersebut sebatas kelompok yang disatukan oleh hubungan kekerabatan secara genetik. Tapi lebih dari itu, “Bani” dalam hal ini, lebih mirip seperti partai politik yang memiliki ideologi, cita-cita dan misi bersama di dunia ini.

Hasyim yang merupakan tokoh paling terkemuka di kalangan Quraisy pada masa itu, adalah seorang pedagang yang sukses. Bila sebelumnya di masa Fihr (Quraisy) masyarakat Makkah kerap melakukan dua perjalanan dagang keluar negeri – ke Syiria dan Yaman – Hasyim lah yang kemudian melakukan inovasi dan menyempurnakan mekanisme perdagangan tersebut. Dia membuat skema perencanaan yang sangat matang untuk setiap ekspedisi perdagangannya. Seperti, pada musim dingin, dia mengirim kafilah dagangnya ke Yaman, dan ketika musim panas, dia mengirim kafilah dagangnya ke Suriah.[4] Apa yang dilakukan oleh Hasyim ini kemudian menuai keuntungan yang luar biasa, sehingga banyak ditiru oleh masyarakat Makkah lainnya, dan menjadi semacam tradisi hingga di kemudian hari.

Hasyim meninggal dunia di Gaza pada tahun 510 M. Dia hanya diketahui pernah menikah satu kali, yaitu dengan seorang wanita dari Madinah bernama Salma. Dari Salma dia dikaruniai seorang putra bernama Syaibah. Namun tentang Salma dan Syaibah tidak banyak masyarakat Makkah yang mengenalnya, sebab mereka lebih banyak menghabiskan hidup di Madinah. Adapun di Makkah, setelah wafatnya Hasyim, kedudukan sebagai pengelola Sikaya dan Rifada beralih ke tangan Muthalib yang tidak lain adalah adiknya.[5]

Di tempat yang berbeda, Abd Syam bin Abdul Manaf, kakak Hasyim yang sebelumnya menyerahkan tanggungjawab mengurus Sikaya dan Rifada kepada Hasyim karena kekurangan ekonomi, kini sudah kembali berdaya.[6] Dia memiliki seorang putra bernama Umayyah bin Abd Syam, yang kemudian berhasil mendirikan satuan kelompok yang cukup disegani di Kota Makkah yang dikenal sebagai Bani Umayyah. Setelah Hasyim wafat, masalah perebutan hak atas Sikaya dan Rifada kembali meruncing. Kali ini Umayyah bin Abd Syam menuntut kembali hak ayahnya dari Bani Hasyim. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam or The Life and Teachings of Mohammed, (Calcutta: S.K. Lahiri & Co, 1902), hal. lvi

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Ibid, hal. 4-5

[5] Ibid

[6] Abdul Manaf diketahui memiliki empat orang putra, yaitu Abd Syam, Hasyim, Muthalib, dan Naufal. Awalnya Abd Asy Syam yang dipercaya mewarisi tanggungjawab kepemimpinan. Namun kemudian hak tersebut diberikannya pada Hasyim. Setelah Hasyim wafat, tugas tersebut kemudian diberikan kepada adiknya yang bernama Muthalib.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*