Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Shaleh (5): Anak yang Diramalkan

in Studi Islam

Last updated on September 19th, 2019 11:32 am

Shaleh berkata kepada Kaum Tsamud, “Jika kalian tidak melukainya (si unta), seorang anak laki-laki akan dilahirkan dari kalian, yang akan melukainya. Dia adalah anak laki-laki dengan kulit putih, bermata biru, berambut coklat kemerahan, dan berkulit kemerahan.”

Foto Ilustrasi: Pinterest

Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari Amr bin Kharijah, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana pernah dicantumkan dalam seri sebelumnya, ketika dia ditanya, “Ceritakanlah kepada kami kisah tentang Tsamud.”

Lalu Amr bin Kharijah menjawab, “Aku akan menceritakan kepada kalian apa yang dikatakan oleh Rasulullah tentang Tsamud.”

Inilah kelanjutan riwayat yang disampaikan olehnya:

Lalu mereka berkata, “Wahai Shaleh! Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar menunjukkan sebuah tanda supaya kami tahu bahwa engkau adalah utusan Tuhan.”

Lalu Shaleh berdoa kepada Tuhannya, dan Dia mendatangkan unta betina untuk mereka. Jatah minumnya (si unta) ditetapkan pada satu hari, jatah mereka (Kaum Tsamud) pada hari lain. Ketika tiba hari jatah minumnya (si unta), mereka (Kaum Tsamud) akan membiarkannya sendirian dengan air, dan kemudian memerahnya, sehingga susunya memenuhi setiap bejana, wadah, dan kantung kulit.

Namun pada suatu waktu, ketika hari minumnya (si unta) tiba, mereka (Kaum Tsamud) menjauhkannya dari air dan melarangnya minum meski sedikitpun; dan meski demikian, mereka tetap mengisi setiap bejana, wadah, dan kantung kulit (dengan susu si unta).

Maka Allah berkata kepada Shaleh, “Umatmu melukai unta betinamu.”

Dia (Shaleh) mengatakan kepada mereka tentang hal itu, dan mereka menjawab, “Sesungguhnya kami tidak melakukan itu.”

Dia berkata, “Jika kalian tidak melukainya, seorang anak laki-laki akan dilahirkan dari kalian, yang akan melukainya.”

Mereka berkata, “Apa ciri-ciri dari anak itu? Demi Allah, begitu kami menemukannya, kami akan membunuhnya!”

Dia berkata, “Dia adalah anak laki-laki dengan kulit putih, bermata biru, berambut coklat kemerahan, dan berkulit kemerahan.”

Di kota itu, ada dua syekh yang sangat berkuasa dan tak terkalahkan. Salah satu dari mereka memiliki seorang putra yang tidak ingin dia nikahkan, dan yang lainnya memiliki seorang putri yang dia tidak dapat menemukan pasangan yang setara.

Pertemuan diadakan di antara mereka dan salah satu dari mereka berkata kepada yang lain, “Apa yang mencegahmu menikahkan putramu?”

Dia menjawab, “Aku tidak dapat menemukan pasangan yang setara untuknya.”

Yang lain menjawab, “Sesungguhnya putriku setara untuk dia, dan aku akan mengatur pernikahan (mereka) denganmu.” Jadi dia menikahkannya dengan dia, dan dari mereka anak itu lahir.

Di kota itu terdapat delapan pelaku kejahatan yang tidak pernah menyesali perbuatan mereka. Ketika Shaleh berkata kepada mereka, “Hanya seorang anak di antara kalian yang akan melukainya (si unta),” mereka memilih delapan wanita yang merupakan bidan dari kota, dan memerintahkan mereka untuk menelusuri kota.

Jika mereka mendapati wanita yang melahirkan, mereka harus mengamati apa yang dilahirkannya. Jika itu laki-laki, mereka harus membunuhnya, tetapi jika itu perempuan, mereka harus menahan diri untuk tidak menyakitinya. Ketika mereka menemukan anak itu, para wanita (bidan) itu berteriak dan berkata, “Inilah yang dimaksud oleh utusan Allah, Shaleh.”

Perintah untuk mereka mengharuskan mereka untuk membawanya, tetapi kedua kakeknya (dua syekh yang berkuasa) turun tangan untuk menghentikan mereka dan berkata, “Jika Shaleh menginginkannya, kami akan membunuhnya (Shaleh)!”

Dia adalah anak yang paling jahat dan setiap harinya dia bertumbuh besar sebanyak orang lain tumbuh dalam seminggu, setiap minggunya dia tumbuh sebanyak orang lain tumbuh dalam satu bulan, dan setiap bulannya dia tumbuh sebanyak orang lain dalam setahun.

Suatu hari kedelapan pelaku kejahatan yang tidak pernah berbuat baik berkumpul bersama dengan dua syekh dan berkata, “Jadikanlah anak ini pemimpin kami karena statusnya dan keningratan para kakeknya.” Jadilah mereka menjadi sembilan (pelaku kejahatan yang tidak pernah menyesali perbuatan mereka).

Kini Shaleh menolak untuk tidur di kota bersama mereka, dia malah menghabiskan malamnya di sebuah tempat salat yang bernama Masjid Shaleh. Di pagi hari dia akan mendatangi mereka dan memperingati mereka, dan ketika sudah malam, dia akan kembali ke masjidnya dan bermalam di sana.[1]

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 42-43.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*