Kisah Teladan Sahabat Nabi: Ukkasyah bin Mihsan (1)

in Tokoh

“Ukkasyah mengayunkan kayu tersebut, yang tiba-tiba saja kayu dalam genggamannya menjadi sebuah pedang. Pedang berwarna putih mengkilat, panjang, dan tajam, yang dinamakan ‘Al-Aun’.”

Sumber gambar: dream.ai

Nabi Muhammad SAW dikelilingi oleh para sahabat yang setia hingga akhir hayat. Mereka tak hanya menghormati dan mencintai Rasulullah, tetapi ikut berjihad untuk menyebarkan risalah agama Islam. Para sahabat ini disebut dengan ash-shahabi, yaitu orang-orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah, beriman, dan wafat sebagai seorang muslim.

Diriwayatkan bahwa para ash-shahabi begitu banyak. Al-Hafidz Abu Zur’ah Ar-Razi dalam Al-Jam’i menyebutkan jumlah sahabat nabi ada 114.000 orang.[1] Dari begitu banyak sahabat Rasulullah, tidak sedikit juga kisah perjuangan mereka melegenda hingga sekarang. Salah satunya adalah Ukkasyah bin Mihsan.

Ukkasyah Salah Satu dari Muhajirin

Ukkasyah adalah putra dari Mihsan bin Hurtsan. Merunut dari silsilah keluarga ayahnya, ia keturunan dari kabilah Bani Asad bin Khuzaimah—salah satu kabilah terbesar bangsa Arab. Kabilah Bani Asad bersekutu dengan kabilah Bani Abdu Syams, dimana kedua kabilah ini berada di Mekkah.

Kali pertama bertemu dengan Nabi Muhammad, Ukkasyah masih berumur muda. Ia pemuda yang cerdas, dengan pemikiran yang terbuka, sehingga begitu tertarik ketika Nabi berdakwah di Mekkah. Tidak butuh waktu lama, ia pun memeluk agama Islam, bahkan mengucap sumpah bahwa ia akan selalu berada di jalan Allah dan setia kepada Nabi.

Dikatakan bahwa Ukkasyah memiliki paras yang tampan, penuh semangat, dan pemberani. Ummu Qais binti Mihsan—saudarinya—meriwayatkan tentang sosok Ukkasyah:

“Saudaraku (Ukkasyah) sangat tampan. Ia unggul berkat kemuliaan karakternya dan pembelajarannya. Ia juga seorang pemimpin yang luar biasa. Ukkasyah berusia 24 tahun ketika Nabi wafat. Ia telah menyaksikan (ikut) perang Badar, Uhud, dan beberapa perang lainnya, dengan semangat dan antusiasme yang tinggi. Ia menunjukkan keahlian yang luar biasa dalam banyak peperangan.[2]

Pada masa hanya segelintir umat Islam di Mekkah, pengikut dan sahabat Nabi mengalami banyak ujian. Bahkan Ukkasyah tidak luput dari siksaan kabilah Bani Quraisy, karena memeluk agama Islam. Namun, Ukkasyah tetap teguh pada pendiriannya, dan mempercayai kerasulan Muhammad bin Abdullah. Hingga tiba perintah Allah untuk Nabi berhijrah, Ukkasyah pun mengikuti para sahabat lain menuju Madinah (kala itu disebut Yatsrib), bersama Utsman bin Affan dan keluarganya.

Ditunjuk Menjadi Pemimpin Pasukan

Ketika terjadi invasi kabilah Bani Lahyan yang menyebabkan sepuluh sahabat Nabi tewas—digantung oleh pengkhianatan kabilah tersebut, Nabi menganggap tidaklah bijaksana untuk menyerang. Karena itu terlalu dekat dengan teritori kabilah Bani Quraisy. Maka Nabi pun membuat strategi untuk menghadapi musuh.

Kala itu pada bulan Rabiul Awal tahun 6 H, Nabi mengecoh musuh dengan membawa 200 orang prajurit Muslim menuju Syams. Namun, Nabi mengubah rute di Ghuran, tempat tragedi tewasnya sepuluh sahabat nabi tersebut. Perang kecil ini berlangsung selama 14 hari, dan setelah itu ekspedisi dan delegasi lanjutan tetap dilaksanakan.[3]

Salah satunya adalah ekspedisi yang dipimpin oleh Ukkasyah di tahun 6 H tersebut.

Ukkasyah yang terbilang usianya masih muda, dipercaya oleh Nabi untuk memimpin pasukan. Ia membawa 40 orang prajurit menuju ke Al-Ghamr, sebuah pangkalan air milik Bani Asad. Musuh yang mengetahui kedatangan Ukkasyah dan pasukannya langsung melarikan diri. Tidak ada pertumpahan darah dalam kejadian tersebut. Dari ekspedisi ini, Ukkasyah membawa rampasan dua ratus ekor unta yang ditinggalkan oleh musuh.

Sebilah Kayu yang Menjadi Pedang

Ukkasyah pun berperan dalam beberapa perang besar bersama Nabi, termasuk perang Badar, dan perang Uhud. Bahkan setelah wafatnya Nabi, Ukkasyah meneruskan jihad hingga akhir hayatnya.

Salah satu kisah pesona iman dari Ukkasyah terjadi saat masa perang Badar berlangsung. Kala itu, pedang milik Ukkasyah patah, maka ia datang kepada Nabi untuk meminta bantuan. Ukkasyah berkata, “Ya, Rasulullah pedangku patah. Aku tidak tahu harus bagaimana?”

Lalu Nabi mengambil sebuah potongan kayu dari akar pohon (ada yang berpendapat bahwa itu ranting pohon yang kering) dan menyerahkan pada Ukkasyah. Nabi pun berkata, “Bertempurlah dengan ini wahai Ukkasyah.”

Maka Ukkasyah menerima pemberian Nabi tanpa keraguan. Dengan keyakinan penuh apabila Nabi mengatakan ia harus berperang menggunakan kayu, maka ia akan maju bertempur dengan sebuah kayu.

Lalu Ukkasyah mengayunkan kayu tersebut, yang tiba-tiba saja kayu dalam genggamannya menjadi sebuah pedang. Pedang berwarna putih mengkilat, panjang, dan tajam, yang dinamakan ‘Al-Aun’.[4]

Ini adalah salah satu mukjizat Nabi dari Allah SWT, yang menganugerahkan kemenangan kepada pasukan Muslim atas orang-orang kafir.

Dengan pedang yang selalu berada dalam genggaman tangannya, Ukkasyah pun diberi julukan “Al Qawiy” (Yang Kuat). Ia diberi gelar tersebut, karena keheroikannya memerangi kekafiran.

Bersambung

Catatan kaki:


[1] Kiki Oktaliani, Jurnalis, Berapa Jumlah Sahabat Nabi Muhammad? Simak Jawabannya di Sini, pada laman https://muslim.okezone.com/read/2022/12/30/614/2737147/berapa-jumlah-sahabat-nabi-muhammad-simak-jawabannya-di-sini diakses pada 30 Agustus 2023

[2] Mohammad Zahid, The Companion ‘Ukashah ibn Mohsin, pada laman https://aljumuah.com/the-companion-ukashah-ibn-mohsin/, diakses pada 30 Agustus 2023

[3] Safi-ur-Rahman al Mubarkpuri, The Sealed Nectar, pada laman https://islambasics.com/chapter/al-ahzab-the-confederates-invasion/ diakses pada 30 Agustus 2023

[4] Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsun Fis-Sirah An-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhalish-Shalati Was-Salam, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah (Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 294

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*