Mozaik Peradaban Islam

Naser-e Khosraw (11): Perjalanan Bersama Suku-Suku Arab

in Tokoh

Last updated on November 12th, 2019 07:13 am

Suku-suku Arab ini, sepanjang hidupnya tidak pernah meminum apapun selain susu unta. Dan sepanjang perjalanan, setiap kali menemukan kadal, mereka memakannya. Mereka berpikir bahwa seluruh dunia sama dengan mereka.

Pria Arab Saudi sedang memakan kadal. Foto: Business Insider

Dari Makkah Menuju Taif

Pada hari Jumat…. (4 Mei 1051), tanggal pertama dari bulan tua Gemini (akhir Mei hingga akhir Juni-pen), aku melakukan perjalanan sepanjang tujuh parasang[1] (sekitar 40 km-pen) dari Makkah. Ada dataran terbuka dengan gunung yang terlihat di kejauhan. Menuju ke gunung itu, kami melewati ladang-ladang dan pedesaan.

Ada sebuah sumur yang disebut Bir al-Husain bin Salama (Sumur Husain bin Salama). Cuacanya dingin. Kami terus ke arah timur dan pada hari Senin tiba di Taif, yaitu dua belas parasang (sekitar 70 km-pen) dari Makkah….

Perjalanan Bersama Suku-suku Arab

Kami melanjutkan melewati tempat itu (Taif) dan melihat sebuah benteng yang bernama Jaz. Dalam setengah parasang (sekitar 3 km-pen) kami melewati empat benteng, kami berhenti di (benteng) yang terbesar di antara semuanya, yang mana memiliki nama Benteng Bani Nusair, dan ia memiliki beberapa pohon kurma.

Karena orang yang telah menyewakan unta kepadaku berasal dari Jaz, aku tinggal di sana selama lima belas hari, karena belum ada khafir (penjamin keamanan) lagi untuk membawa kami lebih jauh.

Suku-suku Arab di wilayah itu masing-masing memiliki wilayah tertentu di mana mereka merumputkan ternaknya, dan tidak ada orang asing yang boleh memasuki salah satu wilayah ini, karena siapa pun yang tidak memiliki khafir akan ditangkap dan dijarah.

Dengan demikian, dari masing-masing suku memiliki seorang khafir, yang boleh melewati wilayah yang telah diizinkan. Khafir dapat juga disebut qalavoz.

Secara kebetulan, pemimpin orang-orang Arab yang telah menemani kami dalam perjalanan, Bani Sawad, datang ke Jaz, dan kami menjadikannya sebagai khafir kami. Namanya adalah Abu Ghanim Abs bin al-Bair, dan kami melanjutkan perjalanan di bawah perlindungannya.

Sekelompok orang Arab, berpikir bahwa mereka telah menemukan “mangsa” (sebagaimana mereka menyebut semua orang asing), datang ke arah kami; tetapi karena pemimpin mereka (Abu Ghanim Abs) bersama kami, mereka berlalu tanpa mengatakan apa pun. Jika dia tidak bersama kami, mereka pasti akan menghancurkan kami.

Kami harus tetap bersama dengan orang-orang ini untuk sementara waktu, karena tidak ada khafir untuk membawa kami lebih jauh. Akhirnya, kami menemukan dua orang pria yang dapat bertindak sebagai khafir dan membayar mereka masing-masing sepuluh dinar untuk membawa kami ke suku berikutnya.

Di antara salah satu suku ini, ada seorang lelaki yang kira-kira berusia berusia tujuh puluh tahun, mengatakan kepadaku bahwa sepanjang hidup mereka, mereka tidak minum apa pun selain susu unta, karena di gurun tidak ada apa pun selain semak belukar pahit yang dimakan unta. Mereka sesungguhnya benar-benar membayangkan bahwa seluruh dunia berjalan seperti ini!

Demikianlah aku dibawa dan diserahkan dari satu suku ke suku lainnya, sepanjang waktu dalam bahaya kematian yang konstan. Allah, bagaimanapun, menghendaki agar kami (dapat keluar) hidup-hidup dari sana.

Di tengah hamparan puing-puing, kami mencapai tempat yang disebut Sarba, di sana ada gunung-gunung yang berbentuk seperti kubah. Aku belum pernah melihat yang seperti ini di mana pun. Mereka tidak terlalu tinggi sehingga panah dapat ditembakkan ke puncaknya, dan mereka botak dan sehalus telur, tidak ada retakan atau cacat sedikit pun yang ditunjukkan (pada permukaannya).

Sepanjang perjalanan, setiap kali teman perjalananku melihat kadal, mereka membunuh dan memakannya. Orang-orang Arab, di mana pun mereka berada, memerah susu unta mereka untuk diminum.

(Tradisi memakan kadal ini bahkan masih berlanjut sampai masa kini di Arab Saudi. Pada musim semi, para pemuda Saudi akan melakukan perburuan kadal gurun [Dhab], dan menurut mereka, daging kadal ini sangat lezat.[2]

Selain itu, menurut beberapa tradisi dalam Islam, dikatakan bahwa meskipun Nabi Muhammad SAW tidak memakan kadal, namun dia memperbolehkan sahabat untuk memakannya-pen.[3])

Aku tidak bisa memakan kadal atau minum susu unta; oleh karena itu, di mana pun aku melihat sejenis semak yang menghasilkan buah kecil seukuran kacang polong, aku memetik beberapa dan bertahan hidup dengannya. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya….

Catatan Kaki:


[1] Satu parasang setara dengan 3,5 mil. (Michael Wolfe)

[2] “Lizard hunt season begins in Saudi Arabia”, dari laman http://english.alarabiya.net/en/perspective/features/2013/06/02/Lizard-hunt-season-begins-in-Saudi.html, diakses 1 November 2019. (PH)

[3] Abu Hatim Abdul Mughni, “Daging Dhab Halal, Sedangkan Biawak Haram”, dari laman https://muslim.or.id/13894-daging-dhab-halal-sedangkan-biawak-haram.html, diakses 1 November 2019. (PH)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*