Mozaik Peradaban Islam

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (30): Kekaisaran Mongol (3)

Untuk mempertahankan kesetiaan para pejabatnya, Genghis Khan meminta anak-anak para pejabat tersebut untuk diserahkan ke dalam penguasaannya sebagai “sandera”. Adopsi Tulisan Untuk menjalankan kekaisarannya yang membentang di atas hamparan tanah yang begitu luas, secara umum Genghis Khan memerlukan sarana yang harus dikuasai oleh rakyatnya, yakni kemampuan baca-tulis. Namun, secara khusus dia memerlukannya untuk mencatat dan… Teruskan Membaca

Sejarah

Dinasti Abbasiyah (17): Abdullah Abu Ja’far (Al-Manshur) (2)

Abu Muslim al Khurasani terbunuh pada tahun 137 H/755 M. Dia seorang jenderal yang sangat mumpuni, tapi juga terkenal kejam. Menurut Tabari, tak kurang dari 600.000 jiwa yang sudah dibunuh oleh Abu Muslim selama karir kemiliterannya. Pengaruhnya setara seorang khalifah. Ini sebabnya, kematian Abu Muslim seakan mengafirmasi kedaulatan Bani Abbas di tengah kaum Muslim. Membunuh… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Islam dan Budaya Lokal dalam Perspektif ‘Irfan (2)

Para anggota Walisongo secara keseluruhan adalah para guru panteisme (tawhid wujudi). Oleh Haidar Bagir[1] Sebagai konsekuensinya (bahwa budaya adalah juga tanda-tanda [ayat] Tuhan-red), orang Indonesia, Muslim bukan hanya dapat  memeluk, melainkan wajib memelihara budaya Indonesia. Pertanyaannya, seperti apa budaya Indonesia itu? Sutan Takdir Alisjahbana pernah mengupas budaya Nusantara, yang dia sebut memiliki tiga lapisan. Pertama, lapisan… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (29): Kekaisaran Mongol (2)

Pada saat Genghis Khan berkuasa, banyak pengikutnya yang telah menganut Buddhisme, Kristen, Manicheanisme, dan Islam. Dia menjamin kebebasan total bagi mereka, dan membebaskan para pemukanya dari segala macam kewajiban membayar pajak. Hewan Ternak dan Perburuan Meski mencuri hewan ternak selalu dianggap salah, tetapi itu sudah menjadi hal yang biasa dalam budaya jarah-menjarah masyarakat padang rumput,… Teruskan Membaca

Sejarah

Dinasti Abbasiyah (16): Abdullah Abu Ja’far (Al-Manshur) (1)

Al-Manshur dikenal sangat kikir, sampai-sampai digelari “Abu Dawaniq” (Dawaniq adalah jamak dari Daniq, nama mata uang zaman itu), karena kebiasaannya menghitung harta sampai rincian yang terkecil untuk para pegawainya. Tindakan pertamanya adalah membunuh Abu Muslim, sosok yang paling berjasa dalam drama revolusi Abbasiyah. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, atau… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Islam dan Budaya Lokal dalam Perspektif ‘Irfan (1)

Belajar dan menghayati budaya merupakan sumber pengetahuan dan penghayatan terhadap agama itu sendiri. Oleh Haidar Bagir[1] Belakangan ini wacana agama banyak diwarnai dengan kekhawatiran menguatnya eksklusivisme legal-tekstual bersama masuknya faham Islam transnasional yang, sayangnya, cenderung bermusuhan dengan budaya dan produk-produknya. Masih belum hilang ingatan kita kepada Talibanisme yang menghancurkan patung Buddha di Bamiyan, Afghanistan, ketika… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (28): Kekaisaran Mongol (1)

Diktum Genghis Khan: “Masalah di dalam tenda harus diselesaikan di dalam tenda, dan masalah padang rumput harus diselesaikan di padang rumput.” Artinya, masalah pribadi diselesaikan sendiri, masalah umum berurusan dengan hukum. Sebagian besar pemimpin atau raja, tumbuh dan berkembang bersama institusi-institusi atau badan-badan yang berada di sekelilingnya, setidaknya itulah istilah yang digunakan dalam konteks negara… Teruskan Membaca

Sejarah

Kesultanan Malaka (6): Puncak Kejayaan (2)

Keberadaan Malaka sebagai bandar pelabuhan internasional demikian fenomenal pada masanya. Terdapat sekurangnya tiga aspek fundamental dalam kehidupan ekonomi, politik dan budaya yang berubah total di puncak kejayaan Kesultanan Malaka. Di antaranya, Malaka berhasil merevisi pola interaksi perdagangan global, dan menjadi pusat pembentukan karakter baru kepulauan Nusantara. Pada tahun 1459 M, Sultan Muzaffar Syah wafat. Dia… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (27): Genghis Khan

Ketimbang mengambil gelar lama Gur Khan, Temujin lebih memilih gelar baru yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu Genghis Khan. Artinya adalah kuat, tegas, tidak tergoyahkan, atau tidak kenal takut, atau dalam arti lain, serigala. Dengan telah menaklukkan dan melebur tiga suku terbesar – Tatar, Kereyid, dan Naiman –ke dalam sukunya sendiri, kini Temujin telah menjadi… Teruskan Membaca

Pustaka

Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf karya Abu Nasr as-Sarraj (3): Bab 2, Ciri-Ciri Ahli Hadis

Nabi Saw bersabda, “Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar hadisku kemudian ia menyampaikannya kepada orang lain….” Menurut Sarraj, setiap ahli hadis mendapatkan tanda cahaya sebagai berkah doa Rasulullah. BAB 2 : Ciri-Ciri Khusus Ahli Hadis Menyangkut Periwayatan dan Penilikan atas Hadis serta Caca-cara Unik Mereka dalam Mengetahui Subjek hadis Syaikh Abu Nashr as-Sarraj―semoga Allah… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (26): Akhir Hidup Jamuka

Temujin berkata, “Marilah kita bersama kembali!” Jamuka menjawab, “Aku bukan sahabat yang baik, bunuhlah aku dengan darah yang tidak tertumpah.” Temujin berkata, “Sesuai permintaanmu.” Setelah mengeksekusi anak buah Jamuka yang mengkhianatinya, dua bersaudara yang telah bertikai selama lebih dari dua puluh tahun ini berbicara dengan cukup panjang dalam sebuah dialog yang paling emosional yang dicatat… Teruskan Membaca

Sejarah

Kesultanan Malaka (5): Puncak Kejayaan (1)

Pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah, Kesultanan Malaka mencapai puncak kejayaannya. Pencapaian ini tidak lepas dari peran sosok bernama Tun Perak. Dialah yang meracik fundamen kedaulatan Malaka, sehingga bisa berdiri menjadi kekuatan yang disegani di perairan internasional. Raja Kassim atau Sultan Muzaffar Syah, diangkat sebagai Sultan pada tahun 1446 M. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Malaka… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (25): Penaklukkan Suku Naiman (2)

Temujin menunjukkan kualtas dirinya sebagai seorang jenius perang, dia menciptakan taktik-taktik perang baru. Meski jumlah pasukannya sedikit, taktik yang dia lakukan membuat lawan kebingungan dan kehilangan orientasi.  Pertempuran puncak untuk menguasai seluruh padang rumput Mongolia terjadi pada tahun 1204, atau Tahun Tikus, di sekitar 500 km ke arah barat dari Gunung Burkhan Khaldun. Pada… Teruskan Membaca

Sejarah

Dinasti Abbasiyah (15): Abdullah Abu al Abbas (As-Saffah) (2)

Menurut Imam al Suyuthi, As-Saffah adalah sosok yang dermawan, meskipun mudah menumpahkan darah. Sayangnya, perilaku ini banyak diikuti oleh pejabat-pejabatnya di Timur maupun Barat. Segera setelah terbunuhnya khalifah terakhir Bani Umayyah (Marwan II), jenderal-jenderal yang dikirim As-Saffah ke sejumlah wilayah, menebar teror ke seluruh dunia Islam. Tak lama setelah pelantikan Abdullah Abu al Abbas (As-Saffah),… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (24): Penaklukkan Suku Naiman (1)

Jauh dari penggambaran suku Mongol yang barbar, ketika mereka menyerang suku Naiman, karena jumlah prajurit Mongol lebih sedikit, mereka menggunakan segala macam propaganda dan tipu daya yang cerdas. Tiga suku terbesar yang memerintah di dataran padang rumput Mongolia sebelumnya adalah Kereyid di wilayah tengah, Tatar di wilayah Timur, dan Naiman di wilayah barat. Temujin telah… Teruskan Membaca

Pustaka

Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf karya Abu Nasr as-Sarraj (2): Bab I, Penjelasan Ajaran Tasawuf

Rasulullah saw berkata, “Ulama adalah pewaris para nabi.”…. Menurut Sarraj mereka adalah para ahli hadis, para ahli fiqih, dan kaum Sufi. 1 ABU NASHR AL-SARRAJ: Kitab Al-Luma’ Inilah lima belas bab—sedikit di bawah sepuluh persen dari keseluruhan karyanya—yang di dalamnya Sarraj mengajukan pemahamannya seputar keabsahan klaim kaum Sufi sebagai salah satu disiplin keislaman. Dasar argumentasinya… Teruskan Membaca

Sejarah

Dinasti Abbasiyah (14): Abdullah Abu al Abbas (As-Saffah) (1)

Dalam pidato pertamanya, As-Saffah berkata, “…Warga Kufah sekalian, kalian adalah pelabuhan cinta kami dan rumah idaman kasih kami. Karena itu, janganlah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, jangan pula kalian tergoda dengan tindakan para pembangkang…, sebab aku adalah As-Saffahul Mubih (Si penumpah darah yang membolehkan) dan Ats-Tsairul Mubir (Si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya).”… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (23): Kematian Ong Khan

Suku Kereyid kalah melawan pasukan Temujin. Pemimpin mereka, Ong Khan, lari ke wilayah suku Naiman. Karena tidak tahu orang tua compang-camping itu siapa, suku Naiman memenggal dan menginjak-injak kepalanya. Setelah melarikan diri dan bersembunyi di Danau Baljuna, Temujin menyusun rencananya untuk melakukan serangan balik. Temujin tahu bahwa dia harus bergerak cepat pada saat Ong Khan… Teruskan Membaca

Sejarah

Kesultanan Malaka (4): Transformasi Kekuasaan

Pada tahun 1446 M, terjadi pemberontakan yang mengakibatkan tewasnya Sultan keempat, Raja Ibrahim. Kaum pemberontak tersebut lantas menunjukkan Raja Kassim sebagai Sultan selanjutnya. Mereka memegang tampuk kekuasaan yang luas, hingga praktis mengendalikan semua urusan negara. Raja Parameswara wafat pada tahun 1414 M. Menurut M.C. Ricklefs,  bahwa sebelum wafatnya, Parameswara sudah memeluk agama Islam, dan mengganti… Teruskan Membaca

Sejarah

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (22): Perjanjian Baljuna

Dalam pelarian, Temujin dan sembilan belas orang pengikutnya mengikat sumpah setia. Uniknya, delapan belas orang di antara mereka bukan suku Mongol, dan secara keagamaan mereka adalah tiga Muslim, beberapa Kristen, dan beberapa Buddha. Inilah yang menjadi cikal bakal dasar persatuan Kekaisaran Mongol. Selama beberapa hari Temujin dan beberapa orang pengikutnya terus melarikan diri tanpa perbekalan… Teruskan Membaca