“Tersiar kabar di antara kaum Muslim bahwa Utsman telah tewas terbunuh, karena Utsman belum juga kembali ke Hudaibiyah. Mendengar berita yang berembus tersebut, Nabi pun bersabda, “Kita tidak akan beranjak sebelum membereskan urusan dengan mereka.”

Gambar ilustrasi. Sumber: www.detik.com
Nabi Muhammad Saw bersama rombongannya meneruskan perjalanan menuju Mekkah. Mengetahui bahwa kaum Quraisy terus akan melakukan pengejaran, rute rombongan pun dialihkan dengan memutari gunung demi menghindari benturan fisik. Nabi pun mengambil jalur sukar ke celah-celah pegunungan, melalui Al-Hamsy, lalu Tsaniyyatul-Murar sebelum akhirnya turun ke Hudaibiyah.[1]
Dari Perantara Hingga Penyusup yang Datang ke Hudaibiyah
Hudaibiyah merupakan sebuah lembah berjarak 22 km arah barat laut dari Kota Mekkah.[2] Di sana terdapat sebuah kolam sumber air, meski minim. Ketika rombongan Nabi datang ke sana untuk beristirahat dan berkemah, orang-orang mengambil sedikit untuk bagian masing-masing.
Namun, pasokan air tetap tidak mencukupi. Sehingga orang-orang mengadukan hal ini pada Nabi. Kala itu Nabi mengambil sebuah anak panah dari tabung, lalu Beliau menitahkan anak panah tersebut ditancapkan pada kolam air. Merupakan suatu mukjizat setelah perintah Nabi dilaksanakan, air pun memancar deras dari kolam.
Di waktu peristirahatan tersebut, datang Budail bin Warqa bersama beberapa utusan dari Bani Khuza’ah. Budail menyampaikan pada Nabi, bahwa kaum Quraisy akan berangkat menuju Hudaibiyah membawa pasukan. Tujuannya untuk memerangi dan menghalangi rombongan Nabi memasuki Masjidil-Haram.
Nabi menyampaikan bahwa tujuan Beliau dan rombongannya menuju Masjidil Haram adalah untuk melaksanakan umrah, bukan untuk berperang dengan kaum Quraisy.
Maka Budail menyampaikan kepada kaum Quraisy mengenai tujuan Nabi menuju Mekkah. Akan tetapi, kaum Quraisy beranggapan bahwa itu hanya taktik Nabi. Mereka mengutus beberapa orang lainnya setelah Budail, yakni Makraz bin Haf, Al-Hulais dari kabilah Ahabsy, dan Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqfy.
Setelah kedatangan beberapa utusan dari kaum Quraisy, menimbulkan perbedaan pendapat di tengah kaum itu sendiri. Generasi muda kaum Quraisy menginginkan peperangan, sedangkan yang tua menghendaki perundingan gencatan senjata.
Sehingga mereka memikirkan cara lain, agar tampak bahwa peperangan disulut oleh Nabi. Kaum Quraisy hendak mensusupi rombongan Nabi, mengirim sekitar tujuh hingga delapan puluh orang, untuk masuk di antara kaum Muslim. Penyusup dari kaum Quraisy ini datang di malam hari, turun dari gunung Tan’im.
Namun, rencana kaum Quraisy tersebut gagal. Mereka semua tertangkap oleh Muhammad bin Maslamah, yang sedang bertugas sebagai komandan jaga di perkemahan rombongan Nabi. Karena maksud Nabi menuju Masjidil Haram untuk beribadah, maka orang-orang dari kaum Quraisy ini diampuni dan dilepaskan.
Mengenai peristiwa ini, Allah menurunkan ayat:
“Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kalian dan (menahan) tangan kalian dari (membinasakan) semereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kalian atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Al-Fath:24)[3]
Pengutusan dan Isu Terbunuhnya Utsman bin Affan
Nabi pun hendak mengirim utusan pada kaum Quraisy sebagai bentuk penegasan atas sikap dan tujuan Beliau berangkat ke Mekkah—yang masih dicurigai oleh kaum musyrik tersebut. Sebelumnya Umar bin Khatab yang diutus oleh Nabi, tetapi Umar menyarankan agar Utsman bin Affan menjadi utusan.
Ketika dalam perjalanan ke Mekkah dan melewati wilayah Baldah, orang-orang menanyai Utsman. Maka Utsman menjelaskan apa yang disampaikan oleh Nabi. Salah satu dari mereka Aban bin Sa’id mengantar sekaligus mengawal Utsman dengan kudanya menuju Mekkah.
Aban menyampaikan kepada para pemimpin kaum Quraisy akan kedatangan duta Nabi, yaitu Ustman. Bahkan setibanya Utsman di Mekkah, mereka menawarkan padanya untuk melaksanakan tawaf di Ka’bah. Namun, Utsman menolak tawaran itu, karena ia takkan melaksanakan tawaf sebelum Rasulullah.
Keberadaan Utsman tertahan di Mekkah memakan cukup waktu. Kemungkinan terbesar adalah para pemimpin kaum Quraisy bermusyawarah dengan Utsman untuk memecahkan permasalahan yang cukup pelik di antara Nabi dan kaum mereka. Di mana kaum Quraisy ingin mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Namun, tersiar kabar di antara kaum Muslim bahwa Utsman telah tewas terbunuh, karena Utsman belum juga kembali ke Hudaibiyah. Mendengar berita yang berembus tersebut, Nabi pun bersabda, “Kita tidak akan beranjak sebelum membereskan urusan dengan mereka.”
(Bersambung)
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsun Fis-Sirah An-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhalish-Shalati Was-Salam, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah (Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 439
[2] Nurul Azizah, Sejarah Isi Perjanjian Hudaibiyah serta Latar Belakang dan Hikmahnya, pada laman https://tirto.id/sejarah-isi-perjanjian-hudaibiyah-serta-latar-belakang-hikmahnya-gnKV diakses pada 9 September 2023
[3] Op cit.