Sayidah Sukainah Binti Husein ra (1)

in Tokoh

Last updated on January 8th, 2018 09:02 am

Sayidah Sukainah Binti Husein ra adalah figur agung yang informasi biografis mengenainya tidak banyak tersedia di buku-buku sejarah. Minimnya jumlah informasi tersebut, telah melahirkan cukup banyak spekulasi tentang figur beliau dan kisah hidupnya.

—Ο—

 

Beliau lahir pada tahun 47 H, dan wafat pada tanggal 5 Rabiul Awal tahun 117 H di kota Madinah. Dalam rentang waktu 70 tahun kehidupan beliau, begitu banyak turbulensi politik yang beliau lalui. Catatan sejarah tentang beliau tidak mungkin lepas dari konteks peristiwa politik tersebut. Bahkan tidak sedikit informasi-informasi tersebut memang sengaja dibuat untuk memfitnah dan mendekonstruksi karakter agung beliau. Tulisan ini, hanya sebuah upaya kecil untuk meluruskan informasi tentang beliau dan membantah tuduhan yang menyesatkan tentang beliau.

***

Nama beliau adalah Aminah, dan menurut sebuah nukilan lain namanya adalah Umaimah. Ibundanya memberikan nama dengan Sukainah karena ia sangat tenang, damai dan bermartabat.[1] Ayah beliau adalah Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ibu beliau adalah Rubab binti Amra bin Qais. Rubab adalah sosok yang sengaja dipilih oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib untuk dinikahkan dengan putra kesayangannya, Al Husein. Dari pernikahan ini, selain Sukainah, lahir juga Ali Ashgar, salah satu bintang terang di dalam drama Karbala.

Amra bin Qais adalah seorang pemimpin kabilah Bakr bin Wa’il. Ia adalah tokoh terkemuka pada zamannya. Awalnya, ia beragama Nasrani. Ia masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah kedua. Pada awal ia masuk Islam, Umar sudah mempercayakannya untuk memimpin sebuah kawasan.

Tentang Sukainah dan ibunya, Husein bin Ali pernah berkata: “Demi dirimu aku bersumpah, aku sangat menyukai rumah yang di dalamnya Sukainah dan Rubab. Aku amat mencintai keduanya, dan banyak memberikan hartaku pada keduanya, serta tidak peduli dari celaan orang. Meski orang-orang mencelaku, aku tidak akan mengikuti mereka selama aku hidup, hingga aku terbaring di dalam tanah.”[2]

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Hasan Mutsanna Putra Sayidina Hasan bin Ali, mendatangi pamannya, Al Husein bin Ali. Beliau meminta pada pamannya untuk menikahkan dirinya dengan salah seorang dari kedua putrinya. Menanggapi permohonan ini, Al Husein berkata, “Aku memilihkan Fatimah untukmu, karena ia mirip kepada ibuku (Sayidah Fatimah Az Zahra) dalam bidang agama. Ia melewati malamnya dengan shalat tahajud, dan dari sisi kecantikan ia tidak kalah dengan bidadari. Adapun putriku Sukainah, ia tenggelam dalam cinta Allah. Ia tak layak untuk hidup bersama seorang laki-laki.”[3]

Syablanji dalam kitab Nurul-Abshar menulis,” Sukainah binti Husein, dalam kecantikan, tatakrama dan kefasihan berada pada tingkatan tertinggi.”[4]

Dalam sebuah syair, Al Husein berkata tentang Sukainah, “Hai wanita terbaik![5]

Pembelokan fakta

Beberapa riwayat tentang keutamaan Sukainah binti Husein di atas sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan derajat beliau. Ketinggian derajatnya ini, seyogyanya sudah mampu menepis semua informasi yang tidak selaras apalagi kontradiktif. Sebagai contoh, riwayat yang mengatakan bahwa Sukainah tidak berhijab. Meski informasi ini ditulis oleh seorang Profesor sekelas Fatima Marnissi, tapi sangat sulit memahami bahwa Muslimah seperti Sukainah tidak mengenakan hijab.

Hijab adalah symbol pakaian Muslimah kala itu yang tidak mungkin seorang seperti Sukainah tidak mengenakannya. Lebih dari itu, hijab sebenarnya juga tidaklah khas, karena non-Muslimah pun mengenakannya. Bahkan kaum adam juga menggunakan penutup kepala untuk mencegah sengatan matahari langsung ke kepalanya. Tidak hanya di bangsa Arab, hijab juga merupakan pakaian yang sudah digunakan oleh banyak kaum hawa di berbagai belahan dunia, termasuk bangsa Asyiria, Yunani, Romawi, Hindu, juga agama-agama samawi lainnya. (lihat: https://goo.gl/UcGL6f )

Lalu, untuk apa Sukainah tidak mengenakannya? Bukankah manusia se-agung Sukainah sangat mustahil melakukan sesuatu tanpa alasan, apalagi perbuatan sia-sia?

Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa rumah beliau adalah tempat berkumpulnya para penyair, dan umumnya mereka adalah laki-laki. Mereka keluar masuk rumah Sukainah untuk membicarakan tentang syair-syair yang mereka buat. Terkait hal ini, Syekh Ibn Al-Rais Kermani mengutip Almarhum Muqarram membantahnya, dengan berkata, “bait-bait syair itu adalah milik Sukainah binti Khalid bin Mush’ab, bukan Sukainah binti Husein”.[6]

Yang lebih kontroversial lagi, diriwayatkan bahwa Sukainah adalah sosok yang berkali-kali menikah, dan diantara nama-nama suaminya, terdapat nama-nama yang mencolok, yang bila dicerna sedikit saja, sangat tidak mungkin pernikahan tersebut terjadi. Salah satunya, Abul Faraj Isfahani yang menceritakan bahwa Sukainah memiliki suami bernama Musha’ab bin Zubair, yang tidak lain merupakan musuh Ahlul Bait Rasulullah SAW. (AL)

Bersambung…

Sayidah Sukainah Binti Husein ra (2)

Catatan kaki:

[1] Sukayna adalah turunan dari kata “Sukun” yang berarti “Damai.Lihat, http://en.wikishia.net/view/Sukayna_bt._al-Imam_al-Husayn_(a), diakses 5 Januari 2018

[2] Lihat, Syekh Ibn Al-Ra’is Kermani, Megatragedi; Kronologi Lengkap Asyura, Jakarta, Al-Huda, 2008, Hal. 393

[3] Ibid, Hal. 394

[4] Ibid

[5] Ibid, Hal. 395

[6] Ibid

2 Comments

  1. Alhamdulillah sudah ada tulisan yang membantah syubaht tentang beliau , semoga penulis selalu berada di dalam perlindungan Allah SWT , sehingga selalu Istiqomah di jalan-Nya, sebenarnya ada suatu keganjilan di dalam syubhat yang dihembuskan yaitu tentang istilah Barza , pengertian Barza dari di dalam tulisan mereka sendiri adalah wanita yang tidak bercadar tapi entah mengapa mereka membelokkan pengertian Barza menjadi perempuan yang tidak berhijab

  2. Alhamdulillah sudah ada tulisan yang membantah syubaht tentang beliau , semoga penulis selalu berada di dalam perlindungan Allah SWT , sehingga selalu Istiqomah di jalan-Nya, sebenarnya ada suatu keganjilan di dalam syubhat yang dihembuskan yaitu tentang istilah Barza , pengertian Barza dari di dalam tulisan mereka sendiri adalah wanita yang tidak bercadar tapi entah mengapa mereka membelokkan pengertian Barza menjadi perempuan yang tidak berhijab

Leave a Reply to Hilmi Cancel reply

Your email address will not be published.

*