Sejumlah Sumbangan Dunia Islam Bagi Peradaban Modern (10); Notasi Musik

in Budaya Islam

Last updated on March 15th, 2018 08:05 am

Musik dalam tradisi di dunia Islam, bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga menjadi metode terapi dan pengobatan. Al Kindi misalnya, sudah menggunakan musik sebagai metode terapi untuk menyembuhkan penderita quadriplegic atau kelumpuhan total.

—Ο—

 

Musik, siapa yang belum pernah mendengarnya? Secara umum, musik bisa diartikan sebagai harmoni suara. Desir angin, air yang jatuh, debur ombak, hingga semua suara yang ditimbulkan oleh benda-benda adalah musik. Meski demikian kompleks, tapi pada akhirnya ada saja manusia yang bisa memerasnya menjadi beberapa notasi nada saja (Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, do). Dari variasi tujuh notasi sederhana ini kemudian berbagai jenis simponi dapat dibuat, dikembangkan dan ditransformasi dari satu generasi ke generasi lain.

Dunia mengenal sosok yang berhasil menemukan notasi ini bernama Guido Arezzo. Ia hidup di Itali pada tahun 995 hingga 1050 M. Selama ratusan tahun orang-orang, khususnya di barat, masih menganggapnya sebagai penemu notasi atau tangga nada dalam musik. Namun fakta ini mulai diragukan ketika seorang sarjana Perancis bernama Jean Benjamin de la Borde membantah anggapan tersebut. Dalam bukunya berjudul “Essai sur la Musique ancienne et moderne” (1780), Laborde memberikan kesimpulan yang mengejutkan. Dimana ia menyatakan bahwa notasi yang dipakai Arezzo adalah duplikasi dari hasil temuan ilmuwan Muslim di bidang musik.[1]

Dari membandingkan skala musik Guido dengan ilmuwan Muslim, ia melihat adanya suatu kemiripan yang mencolok, dan terlalu aneh untuk disebut sebagai kebetulan. Tidak hanya bunyi nadanya, bahkan model penggunakan notasi fonetis (abjad) atau suku kata sebagai penanda nada juga nyaris tidak hilang sama sekali. Berikut ini simulasi perbandingannya:

Notasi Arab                        : Mi, Fa, Shad, La, Sin, Dal, Ra

Notasi Guido                      : MI, Fa, Sol, La, Ti, Ut, Re

Notasi musik Guido kemudian bertransformasi menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai solmisasi; Mi, Fa, Sol, La, Si, Do, Re. Ilmuwan Muslim yang diduga sebagai pencipta solmisasi tersebut adalah Ishaq Al-Mausili (850 M). Ia hidup pada abad pertengahan kesembilan masehi di Baghdad, pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mum. Masa hidupnya terpaut lebih dari satu abad dengan Guido.

Musik dalam tradisi di dunia Islam, bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga menjadi metode terapi dan pengobatan. Ini sebabnya musik berkembang sangat pesat, sejalan perkembangnya dengan ilmu pengetahuan di dunia Muslim. Seperti dua sisi mata uang, musik – atau seni secara umum – adalah ekspresi lain dari ilmu. Dan di tangan para ilmuwan Muslim, keduanya (seni dan ilmu) menjadi harmoni yang indah. Al Kindi misalnya, sudah menggunakan musik sebagai metode terapi untuk menyembuhkan penderita quadriplegic atau kelumpuhan total.[2] Selain Al Kindi dan Ishaq Al-Mausili, masih banyak deretan nama ilmuwan Muslim yang juga musisi, diantaranya yang paling terkenal Al-Farabi (870-950M), Ibn Sina (wafat tahun 1037), dan Al-Hussain ibn Zaila (1048M).

Sebagian besar kalangan di Eropa masih sulit mengakui besarnya pengaruh ilmuwan Muslim terhadap peradaban barat, terlebih di bidang musik. Meskipun fakta yang dipaparkan oleh la Borde sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membuktikan hal tersebut. Terkait dengan solmisasi yang dikemukakan oleh Guido, banyak kalangan yang mempertanyakan dari mana ia memperlajari dan terpengaruh karya-karya ilmuwan Muslim?

Dalam salah satu artikel di muslimheritage.com, Rabah Saoud memaparkan dari berbagai literatur yang dibacanya bahwa Guido pernah belajar di Catalunya, Spanyol. Sebagaimana sudah diketahui secara luas bahwa musik diajarkan di perguruan tinggi Andalusia. Ibnu Firnas (888 M) adalah orang pertama yang mengenalkannya sebagai bagian integral dari departemen quadrivium, atau empat divisi mata pelajaran wajib yang saling terkait satu sama lain yaitu, aritmatika, astronomi, geometri, dan musik.  Sosok seniman lainnya yang sangat berpengaruh di Andalusia adalah Zariyab (Blackbird) yang hidup pada abad ke 8 masehi. Selain terkenal karena pengajaran musiknya di Spanyol, dia juga dikenal sebagai sosok yang mengubah adab dan etika bangsa Eropa, dan juga pendiri konservatori pertama di dunia.[3]

Artikel terkait:  Ziryab (Black Bird): Seniman Multi-Talenta Yang Mengubah Budaya Eropa

Dari Andalusia, pengaruh para ilmuwan Muslim menyebar ke hampir seluruh daratan Eropa, terutama pusat-pusat kebudayaan seperti Inggris, Perancis, dan Italia. Adapun solmisasi dalam suku kata arab yang menjadi rujukan Guido tersebut ditemukan dalam risalah Latin abad kesebelas yang diproduksi di Monte Cassino – sebuah tempat yang telah diduduki oleh umat Islam beberapa kali, dan merupakan tempat peninggalan Konstantinus Afrikaus, seorang sarjana Tunisia yang bermigrasi dari Tunis ke Salerno dan kemudian ke Monte Cassino.

Disamping itu, peran ilmuwan Kristen yang menghabiskan beberapa waktu belajar di tanah Islam juga merupakan faktor penting tersebarnya pengaruh kebudayan Islam di Eropa. Salah satu ilmuwan yang tidak mungkin dibantah peran dan pengaruhnya di dunia barat adalah Gerbert dari Aurillac, yang kemudian menjadi Paus dengan gelar Sylvester II. Dia adalah salah satu lulusan universitas Al Quaraouiyine, universitas pertama di dunia yang dibangun oleh perempuan Muslim bernama Fatimah Al Fihri di Fes, Maroko.[4] Paus Sylvester II dikenal memainkan peran yang sangat penting dalam pembaharuan pemikiran ilmiah di Eropa. Ia sangat berpengaruh dalam menyebarkan pengetahuan musik Muslim ke dalam teori musik di Eropa. Dalam mendidik murid-muridnya, ia juga menggunakan motode pengajaran quadrivium. Dari Paus Sylvester II dan murid-muridnya tradisi keilmuwan Muslim menyebar luas di Eropa. Naskah-naskah karya ilmuwan Muslim pun banyak di terjemahkan dan dipelajari.

Artikel terkait:

Fatimah al-Fihri: Wanita Muslim Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Sejumlah Sumbangan Dunia Islam Bagi Peradaban Modern (9)

Menurut Rabah Saoud, kontribusi penerjemahan tersebut sangat berpengaruh di Eropa, terutama sejak abad ke-12 M. Diantara hasil terjemahan ini mencakup juga ide-ide ilmuwan Muslim di bidang musik. Gagasan ilmuwan Muslim seperti Al-Farabi (Alpharabius) dan Ibnu Sina (Avicenna) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diadopsi oleh Vincent de Beauvais (1264 M), Pseudo Aristoteles (1270 M), Roger Bacon (1280 M), Walter Odington (1280 M), dan lain sebagainya.  Terjemahan Latin Ihsa ‘Al-Ulum dari Al-Farabi berpengaruh dalam kompilasi dan risalah Latin. Pada pertengahan abad kesembilan, Aurelian Roma yang dianggap sebagai teoretikus musikal pertama dengan Remi of Auxerre, menyebutkan sebuah teori musik baru yang terdiri dari delapan nada, meskipun ia mengklaim telah memperolehnya dari sumber-sumber Yunani. Pseudo Hucbald, Pseudo Bernelinus dan Notker Labeo (1022 M) semua menggunakan notasi fonetis (abjad), metode yang digunakan pertama oleh umat Islam, terutama Al-Kindi (874 M). Hermann Contract (1054 M) dalam sejumlah karya ilmiahnya termasuk “De mensura astolabii” dan dua risalah lainnya tentang musik sangat dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim.[5]  (AL)

Bersambung

Sebelumnya:

Sejumlah Sumbangan Dunia Islam Bagi Peradaban Modern (9)

Catatan kaki:

[1] Lihat http://annida-online.com/siapa-penemu-tangga-nada-do-re-mi-fa-so-la-si-do.html, diakses 3 Maret 2018

[2] Lihat, Encyclopedia Islam International, Iwan Gayo Glaxo (Edt), Jakarta, Pustaka Warga Negara, 2013, hal. 889

[3] Lihat, http://muslimheritage.com/article/muslim-influence-musical-theory,  diakses 3 Maret 2018

[4] Lihat, https://islamindonesia.id/siapa-dia/fatimah-al-fihri-muslimah-pendiri-universitas-pertama-di-dunia.htm, diakses 3 Maret 2018

[5] Lihat, http://muslimheritage.com/article/muslim-influence-musical-theory, Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*