Tafsir Tematik tentang Ruh (1)

in Studi Islam

Last updated on February 19th, 2018 05:13 am

Allah SWT menganugerahi Maryam kelahiran putranya, Nabi Isa as, dengan proses kelahiran yang berada di luar kebiasaan umum, Allah SWT menyebut Isa as sebagai kalimat-Nya serta ruh-Nya.”

 —Ο—

 

Pengantar

Makna h (ruh) dalam bahasa Arab adalah sumber kehidupan yang dengan­nya manusia dan binatang dapat mengindra dan berge­rak sesuai kehendaknya. Ruh juga biasa digunakan dalam arti hal-hal yang memberikan dampak baik dan diinginkan. Ilmu, misal­nya, biasa disebut sebagai ruh karena dinilai sebagai pertanda kehidupan jiwa manusia.

Allah SWT berfirman:

Apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang (dengan memberinya hidayah menuju iman), yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan keadaan orang yang berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari­nya? (QS. al-An‘am: 122)

Karena itulah, kata ruh pada firman-Nya yang menyatakan: Dia menu­run­kan para malaikat dengan ruh atas perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya… (QS. an-Nahl: 2) dipahami dalam arti wahyu, sebab wahyu Allah SWT kepada para nabi merupakan hal-hal yang berdampak baik serta diinginkan.

Demikian pula kata ruh dalam firman-Nya yang ber­bunyi: Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepadamu ruh dari urusan Kami. Sebelumnya engkau tidak mengetahui apakah al-Kitab dan tidak (pula mengetahui apakah) iman itu, tetapi Kami menjadikan­nya cahaya, yang Kami menunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesung­guhnya eng­kau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lebar yang lurus. (QS. asy-Syura: 52) juga dipahami dalam arti Al-Qur’an yang merupakan wahyu Ilahi. Sebab, dengan wahyu dan dengan Al-Qur’an jiwa manu­sia yang mati dapat hidup, sebagaimana ruh pada makhluk merupa­kan sumber hidup yang dapat meng­gerak­kan jasad yang tak bernyawa.

Kata ruh telah disebut di dalam Al-Qur’an secara berulang-ulang pada ayat-ayat yang turun sebelum dan sesudah hijrah, namun tidak ditemukan pada ayat-ayat itu pengertian yang bermakna sumber hidup atau nyawa bagi makhluk. Terdapat penggunaan kata ruh dalam Al-Qur’an sebanyak 22 kali:

  • Tujuh kali disebutkan secara berdiri sendiri, tidak disifati serta tidak dinisbahkan kepada Allah SWT: (QS. an-Nahl: 2, dua kali pada QS. al-Isra’: 85, QS. Ghafir: 15, QS. al-Ma‘arij: 4, QS. an-Naba’: 38, QS. al-Qadr: 4 ).
  • Sepuluh kali dalam bentuk dinisbahkan kepada Allah SWT (ruh-Ku—QS. al-Hijr: 29, QS. Shad: 72, ruh-Nya—QS. as-Sajdah: 9, ruh dari-Nya—QS. an-Nisa’: 171, QS. al-Mujadalah: 22, ruh dengan perintah-Kami—QS. asy-Syura’: 52, ruh Kami—QS. Maryam: 17, QS. al-Anbiya’: 91, QS. at-Tahrim: 12).
  • Empat kali disifati dengan kata qudus (suci) (QS. al-Baqarah: 87, 253, QS. al-Maidah: 110, dan QS. an-Nahl: 102), satu kali disifati dengan kata amîn (amanat) (QS. asy-Syu‘ara: 193).

 

Ruh adalah Ketetapan Allah SWT

Al-Qur’an menyebutkan bahwa salah satu pengertian ruh adalah ketetapan Allah SWT. Allah SWT berfirman: Dan mereka bertanya kepa­damu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh termasuk urusan Tuhan-ku.’ Peng­gunaan kata min (yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan termasuk) sebelum kata amr Rabbî (urusan Tuhanku) pada ayat di atas mengandung arti jenis urusan atau kete­tapan Allah SWT. Kesan yang sama dapat kita lihat pada penggunaan kata min sebelum kata amr dalam ayat-ayat berikut:

  1. Yang mencampakkan ruh dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. (QS. Ghafir: 15)
  2. Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. (QS. an-Nahl: 2)
  3. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepadamu ruh dari urusan Kami. (QS. asy-Syura: 52).
  4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (QS. al-Qadr: 4)

Makna ketetapan atau urusan Allah SWT ini lebih dijelaskan lagi oleh firman-Nya yang menyatakan:

Sesungguhnya ketetapan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ maka ter­jadilah ia. (QS. Yasin: 82)

Dari sini jelas bahwa makna ketetapan-Nya di atas adalah kehen­dak-Nya dalam menciptakan dan mengadakan sesuatu dengan ucapan: “Jadilah!” Dengan demikian, penyebab terwujudnya segala sesuatu di alam dunia ini—di samping terdapat sekian banyak perantara sebab alamiah yang telah Allah SWT siapkan dalam rangka pembentukannya sehingga terjadi proses secara bertahap yang membantu pewujudannya—maka pada hakikatnya yang paling utama dari semua itu adalah ketetapan Allah SWT dengan firman “Jadilah” secara langsung, bukan melalui proses hukum alam, penta­hapan waktu ataupun tempat.

Atas dasar ini, ketika Allah SWT menganugerahi Maryam kelahiran putranya, Nabi Isa as, dengan proses kelahiran yang berada di luar kebiasaan umum, Allah SWT menyebut Isa as sebagai kalimat-Nya serta ruh-Nya.

Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan ruh dari-Nya. (QS. an-Nisa’: 171)

Pada ayat lain, Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia. (QS. Ali ‘Imran: 59)

Demikianlah salah satu pengertian ruh menurut Al-Qur’an yaitu kete­tapan dan urusan Allah SWT. (MK)

Bersambung…

Tafsir Tematik tentang Ruh (2)

1 Comment

Leave a Reply to Chris Cancel reply

Your email address will not be published.

*