Ibu Raden Fatah adalah seorang selir Brawijaya asal negeri Cina. Ketika sedang hamil, selir ini diberikan pada Arya Damar yang juga putra dari Brawijaya. Setelah melahirkan Raden Fatah, selir tersebut dinikahi oleh Arya Damar, yang kemudian melahirkan Raden Kusen Adipati Terung.
Asal Usul
Sebagaimana sudah diurai sebelumnya, umumnya sejarawan setuju, bahwa Sultan pertama Demak bernama Raden Fatah. Tentang asal usulnya, historiografi Jawa menuturkan bahwa Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit terakhir. Tentang siapa sesungguhnya raja Majapahit yang dimaksud, ada perbedaan pendapat.
Pendapat pertama menilai, bahwa Brawijaya yang dimaksud adalah Kertabumi, yang berkuasa antara tahun 1474-1478. Dan secara urutan yang sepakati umumnya sejarawan, Kertabumi memang merupakan raja terakhir Majapahit. Salah satu yang mendukung pendapat ini adalah Prof. Slamet Muljana berdasarkan kajiannya atas naskah lokal dengan catatan Kronik dari Klenteng Semarang.[1]
Namun adalah juga menganggap bahwa Brawijaya yang dimaksud adalah Kertawijaya, yang dijuluki Brawijaya V dan berkuasa di Majapahit antara tahun 1447-1451. Salah satu yang mendukung pendapat ini adalah Agus Sunyoto. Menurutnya, sejumlah catatan sejarah mengatakan bahwa Brawijaya tersebut memiliki istri asal negeri Champa yang bernama Darawati. Dengan demikian tidak diragukan lagi, bahwa Brawijaya yang dimaksud, adalah Prabu Kertawijaya. Demikian menurut Agus Sunyoto.[2]
Menurut Carita Perwaka Caruban Nagari, ibu Raden Fatah adalah seorang selir berketurunan Cina bernama Siu Ban Ci. Dia adalah putri dari pasangan Tan Go Hwat dengan Siu Te Yo, penduduk Muslim Ciba asal Gresik. Tan Go Hwat adalah seorang saudagar dan juga ulama yang dikenal dengan sebuatan Syeikh Bantong.[3]
Tome Pires dalam Suma Oriental menegaskan bahwa pendiri Dinasti Demak yang bernama Pate Rodin (Raden Fatan), adalah cucu seorang masyarakat dari keturunan rendah Gresik. Menurut Agus Sunyoto, asumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan dari orang rendahan bisa jadi karena merujuk pada ketentuan klasifikasi sosial masyarakat Jawa sebelum abad ke 16 Masehi. Ketika itu, kaum pribumi menempati kedudukan paling mulia (wwang yukti) dalam strata sosial masyarakat. Sedangkan kaum pendatang atau orang-orang asing dianggap sebagai warga Negara kelas dua, bahkan sederajat dengan pelayan (wwang kalilan), sebagaimana tercatat dalam Prasasti Sangguran.[4]
Dan, jika penduduk asing itu memeluk agama selain Hindu sebagaimana tatanan sosial kemasyarakatan era Majapahit, digolongkan sebagai kaum Mleccha, yang kedudukannya di bawah golongan Candala, yaitu dua tingkat di bawah golongan Sudra.[5] Dengan demikian bisa dimaklumi jika Tome Pires berasumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan masyarakat rendahan.
Kisah yang cukup masyur tentang masa kecil Raden Fatah mengatakan, bahwa dia diasuh oleh sosok bernama Arya Damar yang menjabat sebagai Adipati Palembang. Dikisahkan, bahwa dikarenakan rasa cemburu dari permaisuri terhadap Siu Ban Ci, Prabu Brawijaya memerintahkan Arya Damar untuk membawanya ke negeri Palembang. Ketika itu, Siu Ban Ci sedang mengandung anak dari Brawijaya.
Tentang asal usul Raden Fatah sebagai putra Prabu Brawijaya dengan selir Cina, Agus Sunyoto mengutip Serat Kandaning Ringgit Purwa pupuh 400-401 langgam Asmaradhana, yang artinya sebagai berikut:[6]
“Arya Damar memenuhi panggilan raja dan saat menghadap, Sri Prabu bersabda, “Wahai Arya Damar, cepat bawalah istriku asal Cina yang lagi hamil ini ke Palembang. Jika sudah melahirkan anakku, terserah sekehendakmu, Damar.” Putri Cina dikisahkan memiliki kapal beserta isinya. Arya Damar buru-buru naik kapal bersama-sama dengan ibunya, Ni Indhang, beserta uwak nya, berlayar dikawal para duruwiksa.
Sudah banyak orang beragama Buddha (Hindu-Buddha) yang masuk Islam. Banyak maulana yang datang dari berbagai negeri, tinggal di negeri Jawa mencari penghidupan. Prabu Brawijaya tahu bahwa istrinya yag hamil telah sampai di Palembang dan melahirkan putra yang tampan, bercahaya seperti bintang, yang dinamai Raden Fatah, yang sangat suka kepada agama. Putri Cina itu lalu dinikahi oleh Arya Damar. Melahirkan seorang putra yang dinamai Raden Kusen.”
Dalam kisah tersebut di atas dikatakan, bahwa Arya Damar akhirnya menikahi bekas selir sang prabu, dan melahirkan putra bernama Raden Kusen. Persoalannya, dalam beberapa riwayat – seperti Babad Tanah Jawi – dikatakan bahwa Arya Damar ini adalah putra sulung Brawijaya dari istri yang lain.
Dengan kata lain, hubungan antara Arya Damar dengan Raden Fatah adalah kakak beradik, sekaligus ayah dan anak tiri. Sedang hubungan Raden Fatah dengan Raden Kusen, selain adik tiri, juga adalah paman-keponakan. Kekacauan nasab ini tak ayal melahirkan lagi kontroversi sejarah. Pertanyaannya, benarkah Arya Damar dan Raden Fatah adalah putranya Kertabumi? Siapakah Arya Damar Adipati Palembang yang dimaksud ini? (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Prof. Dr. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta, LkiS, 2013, hal. 86
[2] Lihat, Agus Sunyoto, Atlas Walisongo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, (Jakarta: Pustaka IIMaN, 2016), hal. 378
[3] Ibid, hal, 380
[4] Ibid, hal. 381
[5] Ibid
[6] Ibid, hal. 378-380