Mozaik Peradaban Islam

Islam Nusantara

Kerajaan Mataram (2): Jejak Perjalanan Berdirinya Sebuah Kerajaan (1)

“Pujangga kerajaan Mataram di abad ke-17 hingga 18 M, menuliskan kisah-kisah secara hiperbolis mengenai kebangsawanan dan asal-usul moyang raja. Sehingga banyak cerita dianggap isapan jempol belaka.” Di nara sumber sebelumnya, Arya Penangsang sempat terluka oleh tombak Sutawijaya (putra Ki Ageng Penambahan) hingga ususnya terburai keluar. Namun, Arya Penangsang menyarungkan ususnya pada gagang keris. Bahkan ia… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kerajaan Mataram (1): Membangun Sejarah di Tanah Jawa

“Wilayah kadipaten yang kelak menjadi Kerajaan Mataram itu merupakan hadiah yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan.” Sejarah historis nama Mataram digunakan kali pertama oleh sebuah kerajaan pra-islam di abad ke-8 M, diambil dari Bahasa Sanskerta “Matr” artinya adalah “Ibu”.[1] Kerajaan yang disebut Mataram Kuno ini terletak di Bhumi Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya), Jawa Tengah. Lalu… Teruskan Membaca

Studi Islam

Rohingya, Identitas yang Terpinggirkan (3)

“Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, membantah adanya upaya pembersihan etnis di negaranya.” Sejak seperempat terakhir abad ke-20, karena kekerasan antar-komunitas di negara bagian Rakhine, atau kampanye tentara Myanmar—yang menjadikan suku Rohingya sasaran—membuat Rohingya melarikan diri dari negara tersebut. Melarikan Diri ke Negara Tetangga Mereka pergi ke daerah lain di Myanmar atau negara… Teruskan Membaca

Studi Islam

Rohingya, Identitas yang Terpinggirkan (2)

“Ada 135 suku etnis yang diakui oleh negara Myanmar sebagai warganegaranya, kecuali, suku Rohingya, Karen, dan Naga. Undang-Undang Kewarganegaraan pada tahun 1982, tidak memasukkan Rohingya ke dalam 135 kelompok etnis nasional yang diakui di Myanmar.” Tidak ada tanda-tanda pemerintahan Myanmar modern untuk memberikan wilayah otonom negara Muslim bagi Rohingya. Justru yang terjadi adalah upaya pemerintah… Teruskan Membaca

Studi Islam

Rohingya, Identitas yang Terpinggirkan (1)

“PBB menyebut orang-orang Rohingya sebagai “the most persecuted minority in the world”. Minoritas paling teraniaya di dunia.” Ada 135 suku etnis yang diakui oleh negara Myanmar sebagai warganegaranya, kecuali, suku Rohingya, Karen, dan Naga. Selama tinggal di wilayah negara tersebut, ketiga golongan ini tidak diakui Myanmar. Faktor agama, perbedaan fisik, dan upaya ketiga golongan ini… Teruskan Membaca

Tokoh

Jabir bin Hayyan: Putra Apoteker Menjadi Bapak Kimia Modern (2)

Minim catatan sejarah mengenai kehidupan Jabir melarikan diri setelah Tragedi Barkamiah. Salah satu sumber hanya menyebutkan bahwa ia justru diusir dari Baghdad karena kedekatannya dengan keluarga al-Barmakiah, lalu Jabir kembali ke Kota Kufah hingga akhir hayatnya di sana.[1] Muncul perbedaan pendapat mengenai Jabir bin Hayyan. Hal ini sempat menjadi perdebatan panjang antara ilmuwan Muslim pun… Teruskan Membaca

Tokoh

Jabir bin Hayyan: Putra Apoteker Menjadi Bapak Kimia Modern (1)

“Karena kedekatan Jabir dengan keluarga wazir, ia pun terpaksa melarikan diri ke Kufa. Ia bersembunyi dari para pendukung khalifah Harun Al-Rasyid.” Perkembangan dunia sains didominasi oleh Muslim sekitar tahun 800 M. Berawal dari pemerintahan Harun al-Rashid di Baghdad, hingga beberapa pemerintahan khalifah setelahnya. Yang disebut sebagai The Golden Age of Islam atau Masa Keemasan Islam.… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (19): Sebab dan Akibat Runtuhnya Kesultanan

Sikap pro Sultan Haji kepada VOC membuat kekecewaan besar di hati Sultan Ageng Tirtayasa. Apalagi putranya yang sudah memiliki kekuasaan cukup besar, mulai menancapkan cengkramannya terhadap kerajaan. Sehingga terjadi perpecahan di Kesultanan Banten, antara faksi Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Kudeta Terhadap Sultan Ageng Tirtayasa Di bulan Mei 1680 M, Sultan Haji mengutus perwakilannya… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (18): Puncak Kejayaan Kesultanan (2)

“Sultan Ageng Tirtayasa berharap putranya akan meneruskan perjuangan yang selama ini dilakukan. Akan tetapi, sikap Sultan Haji di luar ekspetasi sang ayah.” Permusuhan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan VOC semakin meruncing dari waktu ke waktu. Sikap penguasa Banten ini bukan tidak ada alasan, karena VOC melakukan berbagai tindakan ‘curang’ dengan memblokade pelabuhan Banten. Kapal-kapal dagang… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (17): Puncak Kejayaan Kesultanan (1)

“Sikap keras Sultan Ageng Tirtayasa tak hanya diimplementasikan pada syariat agama yang dijalankan di kesultanan, tetapi juga masalah perniagaan dan perekonomian.” Perkembangan agama Islam di Banten pada masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, semakin kuat. Terlebih sang sultan menjalankan syariat agama secara ketat di wilayah kekuasaannya, Islam menjadi bagian tak terpisahkan bagi budaya masyarakat. Ilmu tarekat… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (16): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (13)

“Karena kegigihannya melawan VOC, ia dianugerahi gelar sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia. Orang-orang mengetahuinya sebagai Sultan Ageng Tirtayasa.” Di usia 55 tahun Abul Mafakhir mangkat setahun setelah peristiwa Pagarage, di tahun 1651. Ia dimakamkan di samping makam putranya, Abul Ahmad, dan sang ibu, Ratu Wanagiri.[1] Masa-masa keterpurukan Kesultanan Banten berhasil diatasi oleh sultan keempat… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (15): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (12)

“Pihak Banten sendiri sudah menyiapkan 50 kapal di bawah pimpinan Astrasusila, Narapaksa, dan Wirapaksa untuk menghalau kekuatan Cirebon.” Kesultanan Banten kembali didatangi oleh utusan dari Cirebon, yakni dua pemuda kembar bernama Jiwaprana dan Nalawangsa. Tujuan mereka tetap sama, membujuk Abul Mafakhir agar mengakui eksistensi Kerajaan Mataram. Namun, sang sultan tetap menolak permintaan mereka.[1] Terjadinya Konflik… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (14): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (11)

“Utusan Abul Mafakhir kembali ke Banten, mereka menyampaikan kesan-kesannya kepada sang sultan. Para utusan menyimpulkan bahwa Banten harus bersiap-siap menghadapi Mataram.” Kesultanan Banten berusaha bangkit dari masa-masa deklinasi, meski dibutuhkan waktu lebih dari satu dekade untuk memulihkannya. Abul Mafakhir sebagai sultan berusaha keras untuk mewujudkan Kesultanan menjadi kerajaan yang damai dan makmur bagi rakyatnya. Akan… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (13): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (10)

Hubungan perdagangan dan diplomasi Abul Mafakhir dengan bangsa Inggris cukup baik, tetapi tidak halnya dengan bangsa Belanda. Masalah politik antara Banten dan Belanda tetap menjadi kemelut. Ancaman dari Kerajaan Mataram pun semakin nyata, ketika kerajaan itu mengepakkan sayapnya untuk menguasai pulau Jawa. Benturan Dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Meski pelabuhan Banten terbuka bagi para pedagang… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (12): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (9)

“Ketika perekonomian di Banten mulai membaik, Abul Mafakhir mengirim utusan ke Mekkah pada tahun 1633 M dan kembali pada 21 April 1638 M.” Kekhawatiran Pangeran Aria Ranamanggala akan terjadinya eksploitasi dan monopoli dagang bangsa asing, alasan-alasannya cukup relevan. Terlebih setelah mengetahui bahwa sekutu Banten, yakni Pangeran Jayakarta justru melakukan kontrak perdagangan dengan bangsa Belanda. Alangkah… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (11): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (8)

“Polemik-polemik masa pemerintahan Pangeran Aria Ranamanggala tak lantas redam begitu saja. Sang pangeran sudah menyadari adanya ancaman yang mengintai Banten.” Naiknya Pangeran Aria Ranamanggala menjadi mangkubumi sekaligus wali raja, menyulut kemarahan kaum ponggawa.Bersama Pangeran Kulon, kaum ponggawa, tumenggung, syahbandar, seorang keling—yang disebut Andamohi Keling membuat benteng pertahanan di sekeliling pelabuhan. Mereka bertekad ingin menjadi pemenang… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (10): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (7)

Pemberontakan Pangeran Mandalika tidak bisa dianggap remeh, karena para pendukungnya adalah sosok-sosok ahli perang, dan pandai menggunakan senjata. Tidak sepadan dengan para ponggawa dan pedagang, yang tidak memiliki pendidikan militer. Pangeran Chamarra tak mungkin bisa menaklukkan pemberontakan para pangeran jika tak ada sokongan pasukan. Maka Pangeran Chamarra meminta bantuan kepada penguasa Jayakarta, yakni Pangeran Wijayakrama… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (9): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (6)

Dikatakan bahwa para kaum elit tidak simpatik pada Yudha Nagara, karena ia memiliki perangai yang kurang baik.[1] Sehingga setelah ia diangkat menjadi Mangkubumi, terjadi huru-hara di kota. Dalam penafsiran nara sumber, “huru-hara” tersebut dimaksudkan sebagai reaksi kaum bangsawan yang menentang kekuasaan berada di tangan ponggawa.[2] Karena, Yudha Nagara bukan kaum bangsawan, dan tidak memiliki kewibawaan… Teruskan Membaca

Islam Nusantara

Kesultanan Banten (8): Dinamika Sosial dan Politik Hingga ke Masa Kejayaan Sultan (5)

“Mangkubumi yang sudah sepuh tak mampu menghalau datangnya para bangsa asing yang mencari rempah. Pemerintahan semrawut, para kaum elit pun mulai bertindak ‘sendiri-sendiri’.” Semasa hidupnya, Maulana Muhammad mungkin tidak berhasil melakukan ekspansi wilayah atau menaklukkan kerajaan lain seperti apa yang dilakukan oleh ayah dan kakeknya. Akan tetapi, selama memimpin pemerintahan di Banten ia sangat memperhatikan… Teruskan Membaca