“Safiyyah adalah salah satu istri Nabi dengan pengetahuan luas, dan banyak mengajar wanita Muslim.”
Safiyyah Ra adalah sosok minor di tengah-tengah kaum Rasulullah. Ada beberapa peristiwa yang menunjukkan “perbedaan” Safiyyah di mata kaum Nabi. Meskipun begitu, Safiyyah tetap konsisten dan menunjukkan ketakwaannya kepada Allah Swt.
Rasa Cemburu dari para Istri Nabi
Salah satu sumber mengisahkan tentang ketidaksukaan istri para Nabi kepada Safiyyah. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, dari Aisyah.
Satu ketika dalam satu perjalanan, Nabi Muhammad ditemani oleh Safiyyah dan Zainab binti Jahsy. Saat itu unta yang ditunggangi oleh Safiyyah sakit. Zainab memiliki unta tambahan, dan Rasulullah bertanya kepadanya, “Unta Safiyyah sakit, bisakah engkau memberinya (meminjamkan) unta?” Lalu Zainab menjawab, “Haruskah saya berikan (unta) kepada wanita Yahudi itu?”
Nabi berpaling darinya dalam kemarahan, dan mendiamkan Zainab selama dua-tiga purnama, untuk menunjukkan ketidaksetujuan atas apa yang diucapkan oleh Zainab.[1]
Adapun kisah Safiyyah yang dicemooh oleh dua istri nabi, karena ia keturunan Yahudi. Hal itu membuat Safiyyah sedih, dan menangis. Nabi Muhammad datang ke tempat Safiyyah dan bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Lalu Safiyyah menjawab, “Dua dari istrimu mengejekku, mengatakan aku binti Yahudi.”
Kedua istri nabi tersebut, merasa lebih superior karena mereka dari kaum yang sama dengan Nabi. Sedangkan Safiyyah, adalah Yahudi.
Maka Nabi katakan kepada Safiyyah, “Katakan pada mereka. Kakek buyutmu adalah Harun. Paman buyutmu adalah Musa, dan kau menikahi Nabi. Maka apa yang membuat mereka lebih baik darimu? Sedangkan kau adalah keturunan Nabi, dan kau menikahi seorang Nabi.”[2]
Narasumber lain mengatakan bahwa yang mencemooh adalah Hafshah binti Umar. Lalu Nabi Muhammad menegur Hafshah dan berkata, “Wahai Hafshah, takutlah kepada Allah. Bertakwalah kepada Allah.” Hal ini diceritakan oleh Tirmizi dan diriwayatkan oleh Anas bin Malik.[3]
Nabi selalu bersikap adil terhadap istri-istrinya, meski begitu tetap saja ada diskriminasi lain yang sempat dirasakan oleh Safiyyah. Di masa-masa terakhir Nabi ketika sakit, istri-istri Nabi berkumpul bersama. Safiyyah begitu terpukul, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku berharap aku yang sakit (menggantikan posisimu).”
Mendengar hal tersebut beberapa istri saling melirik satu sama lain, layaknya bicara dengan mata mereka. Lalu mereka memberikan tatapan yang sama pada Safiyyah. Seolah berkata, “Jangan bilang seperti itu. Seolah kau sungguh-sungguh.”
Nabi melihat sikap istri-istrinya terhadap Safiyyah, lalu beliau bersabda, “Mazmazna (berkumurlah)!” Para istri Nabi diam. Lalu Nabi melanjutkan, “Karena itu (lirikan mata) seolah-olah kalian berghibah. Kalian telah melukai seorang wanita yang bermartabat.” Riwayat ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani.[4]
Setelah Nabi Wafat
Nabi begitu menyayangi dan melindungi Safiyyah, meski ia berasal dari kabilah Bani an-Nadhir. Selepas Rasulullah wafat Safiyyah hidup terasing di antara kaum Nabi—karena dianggap sebagai kaum yahudi. Akan tetapi, ia tak pernah melepaskan ketakwaannya dan tetap berkomitmen pada Islam.
Seperti ketika terjadinya fitnah terhadap Utsman bin Affan. Salah satu sumber menyatakan bahwa Safiyyah berada di garda depan untuk membela Utsman, Khalifah Ketiga setelah Rasulullah. Kala itu, Utsman difitnah dan rumahnya dikepung. Safiyyah menyatakan dukungannya dan hendak berangkat menuju rumah Utsman.
Namun di tengah perjalanan, pemimpin pemberontakan—Ushtar—menghentikan unta Safiyyah, dan ingin menyerang juga mempermalukannya. Safiyyah berkata, “Kembalikan untaku, aku tak ingin dengan cara seperti ini aku dipermalukan.”
Maka Safiyyah membuat kesepakatan lain untuk membantu Utsman. Ia meletakkan papan kayu di antara rumahnya dan rumah Utsman. Memberikan fasilitas air, makanan, dan fasilitas yang dibutuhkan kepada Utsman selama rumahnya dikepung.[5]
Ketakwaannya Hingga Akhir Hayat
Safiyyah adalah salah satu istri Nabi dengan pengetahuan luas, dan banyak mengajar wanita Muslim. Ia pun meriwayatkan hadis-hadis atas izin Nabi sebelumnya. Beberapa Muslim meriwayatkannya atas izin dari Safiyyah, Zain al-Abidin, putra al-Husain cucu Nabi. Juga dua pelayannya yang dimerdekakan—Kinana dan Yasid, serta Ibnu Safwan.
Safiyyah dikenal sebagai orang yang bertakwa, dan matanya selalu basah karena menangis (setelah membaca Al Quran), menurut al-Hafizh Nu’aim. Dalam penuturan Ibnu Katsir, Safiyyah adalah sosok yang menonjol dalam ibadah, kezuhudan, dan sadaqah.[6]
Pada bulan Ramadhan tahun 50 H (670 M) di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, Safiyyah wafat. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, begitu juga istri-istri Nabi yang lain.[7]
Selesai
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Alsiraj Official Website, Propethood House ‘Mother of the believers Saffiya bint Huyayy, pada laman https://www.alsiraj.net/English/albayt/html/page08.html diakses pada 11 Juni 2023
[2] Thaqlain, Saffiya bint Huyayy’s Jewish Background & Her Love for the Prophet, pada laman https://www.youtube.com/watch?v=Ku-fTviowfs&list=PLOXzVYnjThorUIEtu2YYLNRMq6CBgUOu3&index=25 diakses pada 10 Juni 2023
[3] Ibid.
[4] Op Cit.
[5] The Review of Religion, The Noble Wives of the Holy Prophet Muhammadsa – Hazrat Saffiyah bint Huyayyra Part II, pada laman https://www.reviewofreligions.org/10154/the-noble-wives-of-the-holy-prophet-muhammadsa-hazrat-saffiyah-bint-huyayyra/ diakses pada 14 Juni 2023
[6] LDKN SALAM UI, Shafiyyah binti Huyay, Ummul Mukminin Keturunan Yahudi, pada laman https://salam.ui.ac.id/shafiyyah-binti-huyay-ummul-mukminin-keturunan-yahudi/ diakses pada 14 Juni 2023
[7] Op Cit.