“Setelah semua alasan kedatangan masing-masing kubu sirna, kini jelas batas antara kebenaran dan kebaikan. Sehingga yang kini berhadap-hadapan di Badr tinggal kebaikan murni menghadapi kejahatan murni.”
—Ο—
Setelah Rasulullah SAW memastikan kabar datangnya pasukan kafir Mekkah, berikut postur kekuatan mereka yang memang tidak sebanding dengan jumlah kaum Muslimin, beliau SAW lalu mengajak para sahabat berdiskusi, serta menanyakan kesiapan mereka.
Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan informasi keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta-unta mereka, kemudian beliau menyampaikan informasi tersebut kepada para sahabat. Abu Bakar berdiri, dan berkata dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri, dan berkata dengan baik. Al-Miqdad bin Amr berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, teruslah berjalan seperti diperlihatkan Allah kepadamu, karena sesungguhnya kami ikut bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu seperti dikatakan Bani Israel kepada Musa, ‘Pergilah engkau dan Tuhanmu, kemudian berperanglah, sesungguhnya kami duduk di sini.’ (Al-Maidah: 24). Namun pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang, sesungguhnya kami ikut perang bersamamu, dan bersama Allah. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berjalan bersama kami ke Barki Al-Ghimad (tempat yang jauh di Yaman), kami bersabar denganmu ke sana hingga engkau tiba di sana.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Al-Miqdad bin Amr dengan baik dan mendoakannya.”[1]
Di tempat yang berbeda, Abu Sufyan bin Harb, yang menjadi target dari semua kekisruhan ini telah sampai terlebih dahulu ke Lembah Badr. Di mata air Badr ia bertanya dengan seseorang di sana tentang kemungkinan adanya orang-orang dari Madinah yang akan mencegat perjalanannya. Orang tersebut lalu mengatakan bahwa tidak ada satu hal pun yang mencurigakan di Badr selama beberapa hari terakhir. Mereka hanya melihat ada dua orang musafir, tapi mereka sudah berlalu. Tapi Abu Sufyan tetap menjaga kewaspadaannya, lalu mengorek lebih jauh jejak para musafir yang dimaksud. Menurut riwayat Tabari, Abu Sufyan lalu membongkar kotoran yang berasal dari unta musafir tersebut. di sana ia menemukan di dalamnya terkandung biji kurma, yang dari jenisnya, ia bisa mengenali bahwa unta tersebut berasal dari Madinah.[2] la berkata, ‘Demi Allah, ini kotoran hewan orang-orang Yatsrib.’ Abu Sufyan bin Harb menemui sahabat-sahabatnya, kemudian ia mengubah arah perjalanannya. Ia berjalan melalui pantai dan tidak belok ke kiri dari Badar. Ia berjalan dengan terburu-buru.”[3]
Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Abu Sufyan bin Harb melihat ia telah berhasil menyelamatkan kafilah dagangnya, ia menulis surat kepada orang-orang Quraisy. Dalam suratnya, ia berkata, ‘Sesungguhnya kalian keluar dari Makkah untuk melindungi unta-unta kalian, orang-orang kalian, dan harta kekayaan kalian. Sungguh Allah telah menyelamatkan mereka semua. Oleh karena itu, pulanglah kalian.’ Abu Jahal berkata, ‘Demi Allah, kita tidak pulang hingga kita tiba di Badr – Badr ketika itu adalah salah satu dari tempat pertemuan orang-orang Arab, dan di sana terdapat pasar tahunan. Kita tinggal di sana selama tiga hari. Di sana kita menyembelih unta, memberi makan orang-orang, meminum minuman keras, para penyanyi bernyanyi untuk kita, orang-orang Arab mendengar kita, perjalanan kita, dan kekompakan kita, agar mereka selama-lamanya takut kepada kita. Silahkan kalian berangkat terus!'”[4]
Ibnu Ishaq berkata, “Orang-orang Quraisy tetap berjalan, dan tiba esok harinya. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat mereka turun dari bukit pasir, beliau bersabda, ‘Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy datang dengan kepongahannya dan kesombongannya memusuhi-Mu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, berikan pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakan mereka pada pagi ini.’[5]
Maka demikianlah, semua alasan awal kedatangan kedua kubu ini sama-sama sudah berubah. Kaum Muslimin yang semua berangkat untuk menuntut hartanya yang dibawa Abu Sufyan, harus menghadapi menyataan bahwa mereka akan menghadapi pasukan yang jumlahnya tiga kali lipat dari jumlah mereka. Tapi karena mereka mendapat perintah berperang dari Allah SWT dan RasulNya, mereka milih untuk patuh dan menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Sedang di kubu kafir Mekkah, mereka yang semula berangkat demi menyelamatkan harta bendanya, juga menemukan bahwa harta mereka sudah selamat diamankan oleh Abu Sufyan. Tapi karena melihat kecilnya jumlah lawan mereka dan besarnya kesombongan serta kebencian mereka pada kaum Muslimin, mereka lebih memilih mengikuti hawa nafsunya dan bujukan setan. Sehingga yang berhadap-hadapan kini tinggal kebaikan murni melawan kejahatan murni. (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, The History of al-Tabari, Volume VII, The Foundation of the Community, Translated by M. V. McDonald, Annotated by W. Montgomery Watt, State University of New York Press, 1990, hal. 41
[2] Kemampuan membaca jejak seperti yang dilakukan oleh Abu Sufyan sebenarnya bukan keahlian yang istimewa, karena di gurun tandus seperti Hijaz, sangat sedikit tanaman yang dapat bertahan hidup. Sejarahwan mencatat jenis tumbuhan yang tumbuh di wilayah tersebut tidak lebih dari 30 jenis tanaman dan 134 macam biji kurma. Sehingga untuk sekedar mengenali jenis-jenis tumbuhan dan biji-biji kurma tersebut tentu bukan sesuatu yang sulit. Lihat, O. Hashem, Muhammad Sang Nabi, Jakarta, Ufuk Press, 2004, hal. 103
[3] Lihat, ibid, hal. 44-45
[4] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 469
[5] Ibid, hal. 472