Bahasa Arab itu esensinya adalah suatu bahasa yang jelas, lugas, dan gamblang. Kebalikannya adalah bahasa ‘ajam yang esensinya adalah bahasa yang tidak jelas, sumir, samar, dan bengkok.
Oleh Musa Kazhim al-Habsyi | Penerjemah dan Koresponden TV Arab
Ayat berikut barangkali memperjelas sifat ‘araby itu sebagai sebuah bahasa yang jelas, tidak bengkok atau lancung, lugas, tegas, dan sebagainya. Allah berfirman dalam surah az-Zumar ayat 28: “(Ialah) Alquran ‘araby yang tidak mengandung bengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.”
Tafsir al-Amtsal menyebutkan tiga makna ayat di atas. Pertama, maksud kata qur’an di sini adalah bacaan yang akan selalu dibaca sepanjang masa.
Kedua, maksud ‘araby adalah sifat bahasa yang fasih dan elok. Bahasa yang jernih dan tajam.
Ketiga, tidak ‘iwaj (bengkok) bermakna tidak ada kelancungan dan penyimpangan dalam susunan kata, kalimat, dan ayat-ayatnya, sehingga keseluruhan Alquran itu serasi dan harmonis.
Nama surah Fussilat (فصلت) berarti dijelaskan dengan rinci. Nama berakar dari ف-ص-لpada galibnya bermakna uraian dan pemerian rinci, lawan dari uraian ringkas dan padat (ijmal atau ihkam).
Surah ini dua kali menyebut kata ‘araby dalam kaitan dengan kata fushilat, yang lagi-lagi mengingatkan kita bahwa ‘araby itu adalah sifat bahasa yang jelas, lugas, dan jernih, baik dalam bentuk yang rinci maupun ringkas.
Begitulah sepertinya yang Allah maksud dalam ayat pertama surah Hud ini: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi (uhkimat) serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.”
Sekarang kita simak ayat ketiga surah Fussilat ini: “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni qur’an yang ‘araby, untuk kaum yang mengetahui.”
Dalam terjemahan Departemen Agama, kata qur’an diterjemahkan menjadi bacaan dan ‘araby diterjemahkan menjadi bahasa Arab. Meski tidak salah, tapi mungkin lebih tepat dan tajam kalau diterjemahkan menjadi bacaan yang jelas.
Lalu pada ayat 44 surah yang sama, Allah berfirman: “Dan sekiranya Alquran Kami jadikan sebagai bacaan a’jamy niscaya mereka mengatakan, ‘Mengapa tidak dijelaskan (fussilat) ayat-ayatnya?’ Apakah patut (Alquran) a’jamy sedang (rasul) ‘araby? Katakanlah, ‘Alquran adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Alquran) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.’.”
Para mufasir memberikan beberapa kemungkinan tafsir ayat di atas. Di antaranya, ayat itu hendak membantah tuduhan bahwa Alquran ini bersumber dari orang a’jamy yang tidak mampu berbahasa ‘araby yang terang dan lugas. Padahal, sebaliknya, yang turun kepada Nabi adalah Alquran ‘araby yang jelas dan terang-benderang.
Tafsir kedua, ayat itu hendak mematahkan sangkaan sebagian orang bahwa Alquran ini a’jamy, padahal Nabi yang menerimanya adalah seorang ‘araby yang berbahasa jelas dan terang-benderang. Dan mungkin dalam konteks ini, Nabi berulang kali mengatakan, “Aku adalah paling fasihnya orang Arab.”
Tafsir lain, ayat di atas hendak mematahkan sangkaan kaum kafir yang selalu membolak-balik perkataan mereka sendiri. Yakni saat mereka menyadari bahwa Alquran ini berbahasa ‘araby yang demikian jelas dan mendalam, maka mereka bilang Nabi itu tukang sihir, dibantu jin atau kekuatan gaib (majnun) lainnya. Lalu Allah mengandaikan jika Alquran turun dengan bahasa a’jamy yang tidak jelas dan lugas, maka mereka akan bilang, “Seandainya ayat-ayatnya dijelaskan”.
Tafsir lainnya lagi, jika ia turun dalam bentuk bahasa yang mencampurkan antara yang ‘araby dan a’jamy, maka mereka akan mengatakan mengapa Alquran mencampurkan yang ‘araby dan a’jamy. Intinya, semua alternatif akan tetap mereka tolak, lantaran kesesatan argumen mereka yang tidak konsisten.
Maka itu, bagi mereka betapapun jernih dan jelasnya Alquran tetap saja mereka takkan bisa memahaminya. Alasannya, pada telinga mereka ada sumbatan, sehingga (Alquran) itu justru merupakan kegelapan bagi mereka dan mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.
Dalam surah asy-Syura ayat 7 Allah berfirman: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Alquran ‘araby supaya kamu memberi peringatan…”
Kata ‘araby di sini dipakai sebagai kata sifat dari qur’an (bacaan), sehingga dapat pula diartikan yang jelas dan fasih.
Lalu dalam az-Zukhruf ayat 3, Allah memberi sifat ‘araby pada qur’an yang juga bisa bermakna fasih, jernih, jelas, dan lugas. Makna ini diungkapkan oleh penulis tafsir al-Amtsal. Beda dengan sebelumnya, ayat 3 surah az-Zukhruf itu menggunakan kata جعلناه yang berarti menjadikannya bukan menurunkan.
Dalam surah al-Ahqaf ayat 12, Allah berfirman: “Dan sebelum Alquran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan (Alquran) ini adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa ‘araby untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Lagi-lagi, ‘araby menjadi sifat dari bahasa, yang berarti bahasa Arab itu esensinya adalah suatu bahasa yang jelas, lugas, dan gamblang. Kebalikannya adalah bahasa ‘ajam yang esensinya adalah bahasa yang tidak jelas, sumir, samar, dan bengkok.[]
Bersambung ke:
Sebelumnya: