Cukup sulit bagi sejarawan merekonstruksi lebih jauh tentang legenda Raja Chera yang masuk Islam di hadapan Rasulullas Saw. Salah satunya, karena istilah yang merujuk pada raja tersebut hanya disebut sebagai “Cheraman Perumal”. Istilah ini bukan nama spesifik seseorang, melainkan sebuah gelar para Raja Chera, yang artinya “Yang Agung”.
Legenda tentang Raja Chera (Kerala), Cheraman Perumal, yang melihat bulan terbelah dan masuk Islam di hadapan Rasulullah Saw, menjadi polemik di antara para sejarawan. Selain polemik mengenai benar tidaknya dia melihat bulan terbelah, kepergiannya ke Makkah menghadap Rasulullah Saw pun sempat diragukan. Hal ini mengingat, kisah tersebut bersifat tuturan turun temurun, dan di kisahkan dalam banyak versi. Tak terkecuali di antaranya versi para orientalis dan catatan para pejabat kolonial yang pernah menjabat di sana.[1]
Tapi bila kita konstruksikan situasi dunia pada masa itu, sebenarnya tidak ada yang janggal dari kisah legenda tersebut. Karena baik Makkah maupun Kerala (India) pada masa itu adalah bukanlah tempat terpencil di dunia. Intensitas pertukaran, barang, komoditi, ilmu pengetahuan dan budaya, mengalir deras di kedua kawasan ini.
Terkait kondisi Kota Makkah pada era Rasulullah Saw, mungkin masyarakat saat ini sudah maklum, bahwa Makkah saat itu adalah salah satu metropolitan terbesar di dunia. Sedemikian, sehingga nyaris tidak ada satupun bangsa di muka bumi yang tidak mengenali kota suci ini.[2]
Adapun terkait dengan Kerala, India, Dr. Haseena V.A, dalam salah satu jurnal ilmiah berjudul Historical Aspects of the Legend of Cheraman Perumal of Kodungallur in Kerala, menjelaskan cukup panjang mengenai latar belakang sejarah Kerala. Dalam penjelasannya dikatakan, bahwa nama wilayah tempat Masjid Cheraman Juma itu berdiri dulunya dikenal dengan Musiris. Adapun nama Kodungallur, negara bagian Kerala, India, baru di sebut belakangan.[3]
Adapun nama Musiris sendiri sudah dikenal sejak zaman kuno oleh sejumlah bangsa di dunia, seperti Fenisia, Romawi, Yunani, Arab, Persia, dan China. Sekitar tahun 400 SM, tempat ini merupakan pasar besar yang menghubungkan jaringan dagang antara timur dan barat. Gaius Plinius Secundus (Pliny the Elder), seorang filsuf, penulis, dan juga laksamana laut Romawi yang hidup antara tahun 23–79 M menyebut tempat itu dengan istilah “Primum Emorium Indiae” (pelabuhan paling penting di India).[4]
Lebih jauh, menurut Dr. Haseena V.A, Augustus Caesar (63 SM –14 M) pernah membangun sebuah kuil di Kodungallur dan dijaga oleh dua orang pengawal guna menjaga kepentingan dagangnya. Santo Thomas mendarat di sini pada tahun 52 M. Bahkan orang-orang Yahudi, juga sempat melarikan diri ke Kodungallur untuk berlindung ketika Kaisar Titus dari Roma melakukan pembantaian kepada etnis Yahudi (pogrom) di Yerusalem pada tahun 69 M.[5]
Selama lebih dari 3000 tahun, Kerala sudah berkembang menjadi pusat perdagangan maritim global. Para pedagang dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke tempat ini untuk mendapatkan rempah-rempah, bumbu, perhiasan serta berbagai jenis flora dan fauna yang beraneka ragam di tanah ini. Terjalinnya rute perdagangan global ini, tak lepas dari adanya instrumen navigasi alam, yang dikenal dengan “angin muson”. Dengan memanfaatkan potensi alamiah ini, para navigator dari China dan Arab sudah hilir mudik di Semudera Hindia, dan menjalin hubungan diplomatik sejak zaman purba. Intensitas komunikasi lintas bangsa ini pada tahap selanjutnya memakmurkan semua bandar-bandar di sepanjang pesisir Samudera Hindia. Dan salah satu yang paling besar ketika itu, adalah Kerala.[6]
Tidak sampai di sana, penemuan arkeologis menunjukkan bahwa kayu jati yang menjadi bahan baku pembangunan Kuil Moon-Attur di Mesopotamia, berasal dari Kerala. Kuil ini dibangun pada sekitar abad 6 SM oleh Nabukadnezar. Dalam kitab suci orang Yahudi, ditemukan sejumlah racikan tradisional bumbu khas Kerala. Ahli ekologi telah memperhatikan kesamaan fonetis yang menarik dalam nomenklatur dagang kata-kata Tamil, Yunani dan Arab kuno.[7]
Lebih jauh, menurut Dr. Haseena V.A, seorang aparat kerajaan Inggris yang sempat bekerja selama 20 tahun di pantai Malabar India bernama William Logan, telah mengidentifikasi adanya sejumlah koloni orang Kerala di sejumlah wilayah yang membentang mulai dari Pulau Secrota di Teluk Aden hingga Saudi Arabia. Konon, sekitar abad ke 900 SM, Ratu Balqis datang ke Istana Nabi Sulaiman dengan membawa persembahan berupa rempah-rempah yang berasal dari Kerala, India.[8]
Berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dikemukannya Dr. Haseena V.A, kita bisa menilai setidaknya tidak ada yang aneh dengan legenda tentang Raja Chera (Kerala), Cheraman Perumal. Karena sirkulasi perdagangan, komunikasi dan transportasi masa itu sudah memungkinkan semua itu terjadi. Namun demikian, menurut Dr. Haseena V.A, masih sulit bagi kita menkonstruksi legenda ini lebih jauh. Salah satunya, karena istilah “Cheraman Perumal” bukan nama spesifik seseorang, melainkan sebuah gelar para raja Chera, yang artinya “Yang Agung”. (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan
kaki:
[1] Lihat, Dr.Haseena V.A, Historical Aspects of the Legend of Cheraman Perumal of Kodungallur in Kerala,
Historical Research Letter ISSN 2224-3178 (Paper) ISSN 2225-0964 (Online) Vol.17, 2015, hal. 47
[2] Uraian lebih jauh mengenai hal ini, bisa merujuk pada salah satu artikel yang pernah diterbitkan redaksi ganaislamika.com, berjudul “Kaum Quraisy”. Untuk membaca, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-16-makkah-sebagai-ummul-qura-1/
[3] Lihat, Dr.Haseena V.A, Op Cit, hal. 49
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid