Orang-orang Makkah menganggap bulan ini sebagai kesempatan yang sungguh-sungguh bagi para peziarah untuk bertemu satu sama lain. Ini adalah acara festival lokal yang luar biasa, yang telah mereka peringati tanpa jeda jauh sebelum zaman Nabi Muhammad.
Makkah, Bulan Rajab, 20 Oktober 1183….
Orang-orang Makkah menganggap bulan ini sebagai kesempatan yang sungguh-sungguh bagi para peziarah untuk bertemu satu sama lain. Ini adalah acara festival lokal yang luar biasa, yang telah mereka peringati tanpa jeda jauh sebelum zaman Nabi Muhammad.
Orang-orang menunaikan umrah selama bulan ini dalam jumlah yang hampir setara dengan Hari Perenungan di Arafah pada bulan haji. Peziarah dari negara tetangga berbondong-bondong ke Makkah untuk melaksanakannya….
Momen-momen di malam hari pada bulan baru dan lusanya hampir mustahil untuk digambarkan. Sore itu, jalan-jalan dan lorong-lorong di Makkah dipenuhi dengan unta-unta yang membawa tandu kecil berbentuk kubah, atau howdah, yang diikat ke punggung mereka dan ditutupi dengan tirai sutra dan hiasan kain linen halus.
Kualitas dekorasinya bermacam-macam, disesuaikan dengan kekayaan masing-masing pemilik, tetapi semua orang memberi perhatian dan sentuhan sebisa mereka.
Mereka berangkat dalam jumlah besar untuk Tanim, titik awal ritual bagi mereka yang melaksanakan umrah, sehingga howdah tampak mengalir melalui lembah-lembah dan jalur-jalur di gunung, unta-unta di bawahnya dihiasi dengan ornamen dan bergerak menuju tempat-tempat suci tanpa pengemudi, mengenakan kerah sutra dan dengan ornamen-ornamen indah yang terkadang sampai terseret di tanah.
Tidak ada seorang pun di kota yang tidak melakukan umrah pada malam itu. Api berjajar di kedua sisi jalan, dan dengan menyalakan obor, para wanita Makkah berjalan mendahului howdah. Ketika kami telah menyelesaikan ritual-ritual itu, mengelilingi Kabah tujuh kali, dan tiba di persimpangan antara bukit Shafa dan Marwah, kami menemukan jalan yang benar-benar diterangi oleh api dan lentera, dan dipenuhi oleh laki-laki dan wanita yang melakukan ritual di atas unta mereka….
Pemandangan yang luar biasa ini, kerumunan orang yang mengenakan pakaian peziarah, menyerukan, “Labbaik Allahumma Labbaik (kami memenuhi dan akan melaksanakan perintah-Mu, ya Allah),” dan gunung-gunung yang menjawab dengan gema, membuat orang-orang membayangkan pertemuan pada Hari Kebangkitan. Orang-orang menangis, air mata mengalir, hati meleleh saat melihat ini….
Pada hari Jumat jalanan begitu padat hampir seperti pada hari sebelumnya, dengan penunggang kuda dan pejalan kaki, pria dan wanita berjalan di sepanjang jalan yang diberkati dengan harapan mendapatkan imbalan surgawi. Sepanjang semua ini, setiap kali para laki-laki bertemu, mereka bersalaman, berdoa dan mencari pengampunan Allah atas nama satu sama lain, dan para wanitanya melakukan hal yang sama.
Semua orang mengenakan pakaian terbaiknya, sesuai dengan model di tanah air dan suku mereka. Orang-orang Makkah membuat persiapan yang rumit untuk festival ini. Mereka mengumpulkan barang-barang dalam jumlah besar, berlomba-lomba menunjukkan penampilan terbaik mereka, dan bersuka cita dalam upacara agung ini. Pasar juga sangat aktif saat ini, dan penjualan begitu ramai, sehingga para pedagang seringkali mempersiapkan hari-hari ini dalam beberapa bulan sebelumnya….
Saru, Suku dari Yaman
Salah satu suku dari Yaman, orang-orang Saru, memiliki tradisi untuk tiba sepuluh hari sebelum festival ini dimulai, dengan tujuan ganda, melakukan umrah di satu sisi, dan memberi Makkah di sisi lain, dengan gandum, biji-bijian, kacang merah, dan produk-produk bahan pokok lainnya, membawa mentega, madu, kismis, almond, bumbu-bumbuan, dan buah.
Pada tahun ini mereka datang ribuan orang, orang-orang dan unta-unta sarat dengan barang-barang, dan membawa banyak persediaan untuk Kota Suci dan untuk para peziarah yang telah menetap di sini, untuk memberi makan dan menopang kebutuhan mereka.
Harga-harga pada saat ini turun dan berbagai macam produk mudah didapat. Sesungguhnya, banyak orang-orang yang mendapatkan dari orang-orang Saru segala sesuatu yang mereka butuhkan sampai tahun berikutnya. Tanpa persediaan ini, orang-orang Makkah akan menjalani kehidupan yang menyedihkan.
Dan cukup aneh, orang-orang Saru tidak menjual produk ini untuk mendapatkan dirhem atau dinar. Sebaliknya, mereka menukarnya dengan pakaian, terutama untuk dua jenis jubah, abat dan shimal. Orang Makkah memproduksi pakaian ini untuk mereka, juga kerudung untuk wanita, selimut tebal, dan hal-hal lain populer lainnya yang dimiliki orang Badui.
Mereka mengatakan, bahwa jika orang-orang Saru tetap di rumah dan tidak membawa perbekalan ke Kota Suci, mereka akan menderita di sana oleh kekeringan dan hewan ternak serta gembala mereka mati, namun ketika mereka datang, tanah mereka akan menghasilkan panen yang melimpah dan mereka mendapat berkah.
Jadi, saat waktu keberangkatan tiba, jika persiapan tidak matang dan para laki-lakinya berpura-pura sakit, para wanitanya yang mengumpulkan perbekalan dan mengusir suami-suami mereka dari rumah (supaya berangkat).
Tanah mereka subur dan luas, penuh dengan buah ara dan anggur, dengan ladang yang luas dan panen yang melimpah, dan orang-orang Saru sangat percaya bahwa kemakmuran ini disebabkan oleh perbekalan yang mereka bawa, dan bahwa mereka melakukan bisnis tidak hanya dengan orang Makkah tetapi dengan Allah. Semua ini adalah cara Allah untuk memelihara Makkah, Kota yang Aman. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya: