Mozaik Peradaban Islam

Ibnu Jubair (9): Makkah (1): Jumadil Ula

in Tokoh

Last updated on January 11th, 2020 02:08 pm

Kota ini dan orang-orangnya dari zaman yang sangat kuno telah mendapat keuntungan dari doa-doa Ibrahim, sang sahabat Allah, seperti yang tertulis (Q.S al-Qasas [28]: 57). Bukti dari ayat ini begitu nyata di Makkah, dan akan tetap demikian sampai Yaumul Qiyamah.

Foto ilustrasi: Mecca , School poster. Sumber: Art Prints on Demand

Jeddah ke Makkah

Pada Selasa malam, hari kedua bulan Agustus, kami meninggalkan Jeddah — hanya setelah para peziarah masing-masing menjaminkan pajaknya dan nama mereka telah dicatat dalam sebuah buku oleh gubernur Jeddah….

Kami melakukan perjalanan sepanjang malam dan tiba di al-Qurain saat matahari terbit. Ini adalah pos dan kamp persiapan bagi para peziarah. Di sini mereka mengenakan ihram. Jika mereka beristirahat sepanjang hari, sebagaimana kebiasaan, pergi saat senja, dan melakukan perjalanan sepanjang malam, pada pagi harinya mereka akan mencapai Masjid Suci, Allah meninggikan derajat mereka.

Para haji yang kembali, beristirahat di Qurain juga. Tempat ini memiliki sumur mata air yang manis, sehingga para peziarah tidak perlu membebani diri mereka sendiri dengan membawa air naik ke pegunungan pada malam sebelumnya. Kami beristirahat di sana sepanjang hari Rabu.

Ketika gelap datang, kami pergi dengan mengenakan pakaian peziarah untuk melaksanakan Umrah (haji kecil) dan berbaris sepanjang malam. Bulan purnama menjatuhkan cahayanya ke bumi, dan malam itu mengungkap tabirnya.

Suara-suara menyeru, “Labbaik Allahumma Labbaik (kami memenuhi dan akan melaksanakan perintah-Mu, ya Allah)” di setiap sisi, dan para peziarah berdoa kepada Allah agar mengabulkan permintaan mereka. Mempelai wanita sepanjang malam kehidupan, Waktu keperawanan gadis.

Kami tiba di masjid saat fajar, menuruni bukit ke kota ketika cahaya menyebar, dan melihat di hadapan kami Haram yang terhormat di mana Ibrahim tinggal, sang sahabat Allah, dan di mana dia menemukan Kabah, Rumah suci yang membimbing bagaikan mempelai tak berhijab menuju ke Surga, dikelilingi para peziarah, sang utusan Allah.

Kami mengelilingi Kabah untuk merayakan kedatangan kami dan kemudian salat di Maqam Ibrahim. Kami berpegangan pada tirai Kabah, di dinding antara Hajar Aswad dan pintu, di mana doa-doa dijawab. Kami pergi ke paviliun Zamzam dan meminum air yang dalam perkataan Nabi, itu baik untuk setiap tujuan.[1]

Kemudian kami melakukan ritual sa’i, berlari di antara bukit Shafa dan Marwah. Setelah ini kami mencukur rambut kami dan, dengan demikian, memasuki fase kemurnian….

Di Makkah kami menginap di sebuah rumah yang disebut “Kesucian”, di dekat Gerbang Masjid al-Suddah, di sebuah kamar dengan banyak fasilitas, menghadap Haram dan Kabah.

Makkah, Bulan Jumadal Ula, Agustus – September 1183

Kota ini dan orang-orangnya dari zaman yang sangat kuno telah mendapat keuntungan dari doa-doa Ibrahim, sang sahabat Allah, seperti yang tertulis….

“Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami?” (Q.S al-Qasas [28]: 57)

Bukti dari ayat ini begitu nyata di Makkah, dan akan tetap demikian sampai Yaumul Qiyamah, karena di dalam hatinya, orang-orang begitu mendambakannya dari tempat-tempat yang jauh. Jalan menuju tempat itu adalah tempat pertemuan bagi mereka yang telah menyebarkan ajaran Islam.

Berbagai produk dibawa ke sini dari mana-mana, dan buah-buahan, barang, dan perdagangannya adalah yang paling makmur di wilayah ini.

Dan meskipun tidak ada perdagangan yang besar di luar musim haji, namun, karena orang berbondong-bondong datang dari timur dan barat, dalam sehari engkau dapat menemukan dijual di sini mutiara, safir, dan batu-batu berharga lainnya, berbagai macam parfum, termasuk kesturi, kapur barus, ambar, dan gaharu, obat-obatan India, dan barang-barang lainnya dari India dan Ethiopia, produk-produk dari kerajinan Irak dan Yaman, barang dagangan dari Khurasan, barang dari Afrika barat laut, dan banyak lagi barang yang terlalu panjang lebar untuk dibahas….

Adapun tentang…. buah-buahan, sebelumnya kami membayangkan bahwa Spanyol adalah wilayah yang paling digemari di dunia (Ibnu Jubair berasal dari Spanyol-pen), dan tampaknya (pandangan kami berubah) sampai kami datang ke sini dan menemukan begitu melimpahnya berbagai komoditas yang baik, (seperti) buah ara, anggur, delima, quince (sejenis apel atau pir-pen), persik, lemon, kenari, buah kelapa, semangka, mentimun, dan sayuran lainnya, seperti terong, labu, wortel, kembang kol, dan tanaman-tanaman aromatik….

Buah-buahan terbaik yang kami coba adalah semangka dan quince. Semua buah di sini baik, tetapi semangkanya begitu harum. Ketika seseorang mendekatimu dengan membawa salah satunya, engkau mencium aroma buahnya sebelum mencapaimu, dan kemanisan (aroma)nya sedemikian rupa sehingga engkau hampir-hampir (merasa) tidak perlu memakannya.

Ketika engkau mencicipinya, rasa manisnya seperti permen atau madu murni. Pembaca mungkin berpikir aku melebih-lebihkan. Tetapi sesungguhnya, (bahkan semangka) ini lebih baik dari yang aku gambarkan.

Dan untuk madunya, Makkah memiliki madu yang begitu lembut sampai-sampai menjadi peribahasa; mereka menyebutnya al-Masudi. Berbagai jenis susu juga memiliki kualitas wahid, sehingga mentega yang dibuat darinya hampir-hampir tidak dapat dibedakan dari madu…. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Nabi bersabda, “Air Zamzam adalah untuk (memenuhi) tujuan yang meminumnya. Jika engkau meminumnya untuk penyembuhan, itu akan menyembuhkanmu; jika untuk mengisi perutmu, itu akan mengenyangkanmu; dan jika untuk meredakan rasa haus yang membakar, itu akan melegakanmu. Sumur ini adalah lubang yang dibuat Jibril dengan kakinya. Dengan airnya, Allah memuaskan dahaga Ismail.”(Kitab al-Kawkab al-Durri, manuskrip, Leiden, 607)—Michael Wolf

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*