Kareem memiliki agama baru, yaitu Islam, namun orang-orang di klubnya mempersoalkan pilihannya ini dan memaksanya untuk keluar.
“Sekarang aku adalah Kareem Abdul Jabbar, sebuah manifestasi dari sejarah Afrika, kebudayaan dan keyakinanku,” ujar Kareem.[1]
Amerika Serikat, musim panas 1966, sebagian anak-anak sekolah menengah atas melanjutkan studi ke Universitas, sebagian besar lain mengikuti wajib militer kemudian dikirim bertempur ke Vietnam.
Ferdinand Lewis Alcindor Jr, Afro-Amerika, usia 19, beragama Katolik, fisik atletis, dan tinggi 2 meter, adalah seorang pemuda dengan talenta bola basket. Dia adalah sedikit di antara orang-orang yang beruntung yang dapat mengenyam pendidikan di kampus ternama UCLA (University of California Los Angeles).
Inilah anak muda yang kemudian dikenal dunia dengan nama Kareem Abdul Jabbar, pebasket legendaris National Basketball Association (NBA) di Amerika Serikat.
Pemuda jangkung dengan kacamata khas itu sangat dikenal oleh publik Indonesia karena kerap muncul di tayangan olah raga TVRI sejak tahun 70-an dengan kaos kuning-ungu bernomor punggung 33 bertuliskan LA Lakers. Selain kemahirannya mencetak angka dengan gaya tembakan Sky Hook yang begitu spektakuler, publik Indonesia juga bersimpati karena pemuda itu berstatus mualaf.
Kareem adalah atlet yang muncul dari jenjang kompetisi. Seorang pebasket profesional NBA banyak dilahirkan dari kompetisi liga bola basket mahasiswa, sebuah ajang kompetisi liga semi profesional. Pertandingan bola basket Amerika digelar secara berjenjang, uniknya bukan antar klub amatir tapi antar sekolah dari tingkat dasar, menengah, atas hingga liga bola basket mahasiswa.
Apabila kita melihat statistik prestasi keseluruhan pemain NBA, tidak ada yang bisa membantah, Kareem adalah fenomena, dia paling unggul. Dia bermain pada 20 musim kompetisi dengan rata-rata poin per gim 24,6, sebuah rekor yang tidak tertandingi. [2] Mungkin hanya dua orang legenda NBA yang hampir menyamai prestasi itu, yaitu Wilt Chamberlain dan Michael Jordan.
Kareem mengalahkan Wilt Chamberlain dengan 7.000 poin lebih banyak, namun Jordan mengunggulinya dengan rata-rata poin per gim lebih baik yaitu 27.9 dari 15 musim kompetisi.
Tiga orang ini mewakili era yang berbeda, Chamberlain di tahun 70-an, Kareem 80-an, dan Jordan 90-an. Ketiganya selalu dibanding-bandingkan oleh penggemar bola basket seluruh dunia. Namun Kareem lebih beruntung, dia berada di tengah, dia meraskan tiga atmosfir yang berbeda.
Situs resmi NBA menulis: ketika Kareem Abdul Jabbar telah berhenti bermain pada 1989 pada usia 42 tahun, tidak ada pemain lainnya yang lebih banyak dalam mencetak angka, lebih banyak melakukan block shoot, memenangkan banyak penghargaan Most Valuable Player (MVP), selalu terpilih bermain di All Stars Game, atau sebagai pemain dengan menit bermain terbanyak dalam banyak musim kompetisi. [3]
Daftar prestasi pribadi dan timnya menjadi pencapaian paling menakjubkan dalam sejarah NBA: Dia mendapat gelar pemain muda terbaik (musim 69-70), peraih enam kemenangan NBA, enam kali menjadi MVP, dua kali menjadi MVP di Final NBA, 19 kali terpilih pemain All-Star, dua kali menjadi pemain dengan mencetak angka terbanyak NBA, dan terpilih menjadi pemain tim terbaik pada ulang tahun NBA yang ke-35 dan 50.
Ditambah lagi, dia adalah pemilik delapan rekor pencetak angka terbanyak dalam game playoff dan tujuh rekor pencetak angkat terbanyak di All-Star game. Tidak ada pemain yang memiliki pencapaian seperti itu sebagai individu maupun tim.
Fisiknya selalu prima, bahkan pada saat dia menyatakan pensiun. Seorang junior yang berusia berselang sepuluh tahun di bawahnya, menyatakan tidak mampu menghadang kegesitan dan kekuatan tubuhnya. Dia tipe atlet yang memiliki rezim latihan yang ketat. Pengamat mengatakan kondisi fisiknya satu tingkat di atas rata-rata pemain NBA saat itu.
Saat melakukan tembakan sky hook, tidak ada satu pemain lawan pun yang bisa menghalaunya. Gaya tembakan itu terlihat sangat membosankan tapi memiliki akurasi maksimal.
Ketika melompat, kaki kanannya menekuk dan kaki kirinya lurus, wajahnya menghadap ke arah keranjang, tangan kirinya berada di dada untuk melindungi dari lawan lalu tangan kanannya menjulur ke atas sambil pergelangan tangannya melempar bola.
Bisa dibayangkan, saat melakukan lemparan itu, dia membentuk tubuhnya menjadi sebuah garis lurus setinggi tiga meter di posisi tengah di daerah pertahanan lawan. Inilah senjata yang paling efektif untuk mendulang poin yang tidak bisa ditiru lawan maupun kawan hingga NBA di era digital ini.
Kareem mengisahkan, dirinya melatih tembakan itu sejak duduk di bangku SMP.[4] Ketika dia terjun di lapangan NBA, saat menjadi pemain baru, legenda basket Wilt Chamberlain pernah sekali membendungnya, tapi pertemuan berikutnya Wilt tidak pernah bisa lagi menjaganya. Artinya, dia terus melatih agar lemparannya semakin sempurna.
Karirnya mulai bersinar sebagai bintang basket saat duduk di sekolah menengah atas pada tahun 1964-1966. Talentanya terlihat jelas saat pencari bakat selalu hadir ketika SMA Power Memorial, Harlem, New York bertanding. Sejak saat itu dia telah mulai mendulang penghargaan demi penghargaan yang akhirnya membuat tim SMA-nya juara.
Di level kompetisi mahasiswa atau NCAA, Kareem tidak kesulitan untuk menduduki peringkat dan memberi tiga gelar juara berturut-turut untuk UCLA. Dia mendapat penghargaan sebagai All-American and the most outstanding player in the NCAA Tournament pada1967, 1968, dan 1969.
Pelabuhan terakhir jenjang kompetisi basket Amerika Serikat adalah NBA. Milwaukee Bucks adalah tim pertamanya di NBA (1969). Kareem sangat dominan dan gigih dibanding pemain pemuda lain, itu sebabnya gelar pribadi satu demi satu diraihnya.
Hanya butuh dua musim bagi Kareem untuk membawa Milwaukee Bucks menggenggam tropi NBA. Di musim itu pula dia masuk menjadi daftar pilihan pertama bursa transfer pemain.
Walau memberi prestasi mengkilat tapi enam musim berada di Milwaukee Bucks adalah tahun yang sangat berat. Kareem tidak nyaman berada di antara orang-orang yang mempersoalkan pilihan agama barunya dan memaksanya untuk keluar.
Merespon tanggapan tidak simpatik itu dia meminta dirinya untuk ditukar dengan beberapa pemain dari LA Lakers. Permintaan itu disetujui, sehingga pada musim 1975-1976 dia menjadi pemain baru di LA Lakers. Di klub baru ini dia menorehkan prestasi lebih gemilang.
LA Lakers mencapai delapan kali Final NBA dalam sepuluh musim, antara 1979-80 dan 1988-89. Mereka mengantungi lima gelar juara, mengalahkan Boston dan Philadelphia dua kali dan Detroit Pistons sekali.
Namun pada seri 1985 saat final pertama melawan Boston, mungkin menjadi cerita yang memalukan bagi Kareem. Pada usianya yang ke-38, seseorang yang memiliki pengalaman di posisi penyerang tengah dianggap oleh para pengamat telah habis masanya, perlu diganti. Dia hanya mampu mencetak 12 angka. LA Lakers menyerah dari Boston.
Final NBA dipertandingkan sebanyak tujuh gim. Setelah kekalahan di pertandingan pertama Kareem menyadari performanya menurun. Dia mengikuti perintah pelatihnya Pat Riley untuk membenahi fisik dengan cara berlari marathon.
Cara itu ampuh, enam gim berturut-turut dimenangi Lakers. Momen Final 1985 tidak terlupakan baginya. Pat Riley melihat aksi anak didiknya itu sebagai sebuah “gairah”. Kareem pun berhasil menjadi pemain terbaik di final itu.
Sebagai bintang, Kareem merasakan puja maupun caci. Media kerap kesal dengan tingkahnya yang tidak mau memberikan keterangan selepas pertandingan atau hal-hal lain yang bersifat entertainment, dia lebih banyak menghindar dan diam. Kareem menjawab kritik media dengan mengatakan, “Aku adalah yang ternakal di antara orang-orang nakal.”
Tapi belakangan, di musim-musim kompetisi terakhir sebelum mundur dari bola basket, dia mulai membuka diri. Banyak penggemar dan pelatih memberinya pujian dan penghargaan atas pencapaiannya. Pada 1988-1989, musim penghujungnya, Kareem selalu mendapat penghormatan panjang dan khidmat dalam setiap laga.
Pat Riley, pelatihnya selama delapan musim di Los Angeles Lakers, pernah mengatakan pada Sports Illustrated, “Mengapa menghakimi lagi? Ketika seseorang telah memecahkan banyak rekor, memenangkan banyak piala, bertahan dalam menerima kritik dan bertanggung jawab, mengapa dihakimi? Mari kita bersulang untuknya sebagai seorang pemain besar yang pernah ada.” (LJ)
Bersambung ke:
Catatan Kaki:
[1] Kareem Abdul Jabbar, “why i converted to islam”, dari laman http://america.aljazeera.com/opinions/2015/3/why-i-converted-to-islam.html, diakses pada 07 Juni 2020.
[2] Vintage NBA, Kareem Abdul Jabbar, NBA basketball documentary, dari laman https://www.youtube.com/watch?v=LJq3IxaiyRY, diakses pada 12 Juni 2020.
[3] NBA, Legends profil: Kareem Abdul Jabbar, dari laman https://www.nba.com/history/legends/profiles/kareem-abdul-jabbar, diakses pada 07 Juni 2020.
[4] Chris Guest, NBA great Kareem Abdul-Jabbar details how he learned the skyhook, dari laman https://clutchpoints.com/nba-news-kareem-abdul-jabbar-details-how-he-learned-skyhook/, diakses pada 12 Juni 2020