Mozaik Peradaban Islam

Ibrahim bin Adham (9): Karamah Ibrahim

in Tasawuf

Last updated on February 18th, 2021 02:56 pm

Ibrahim duduk di tepi sungai Tigris menjahit jubah tipisnya. Jarumnya jatuh ke sungai. Dia meminta ke sungai untuk mengembalikan jarumnya. Ribuan ikan muncul sambil membawa jarum mas di mulut mereka.

Foto ilustrasi: Lukisan peninggalan Dinasti Mughal (sekitar tahun 1750) tentang Ibrahim bin Adham, pelukis tidak diketahui.

Ibrahim dan Prajurit

Ibrahim sedang melakukan perjalanan di gurun pada suatu hari ketika dia ditegur oleh seorang prajurit.

“Siapakah engkau?” prajurit itu bertanya.

“Seorang pelayan,” jawab Ibrahim.

“Manakah jalan menuju ke permukiman?” tanya prajurit itu.

Ibrahim menunjuk ke kuburan.

“Engkau mengolok-olokku,” teriak tentara itu, menyerang kepala Ibrahim. Kepalanya terluka, dan darah menyembur keluar.

Prajurit itu mengikatkan tali ke leher Ibrahim dan menyeretnya. Orang-orang dari kota terdekat yang datang ke arah itu berhenti menyaksikan kejadian itu.

“Orang bodoh, dia adalah Ibrahim-e Adham (“e” biasanya digunakan oleh orang-orang Persia, maknanya sama dengan “bin”, yang berarti “putra”), sahabat Allah,” teriak mereka.

Prajurit itu tersungkur di kaki Ibrahim dan memintanya untuk memaafkannya dan membebaskannya dari kesalahan yang telah dilakukannya.

“Engkau mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah seorang pelayan,” dia membela diri.

“Siapa di sini yang bukan seorang pelayan?” Ibrahim menjawab.

“Aku melukai kepalamu, dan engkau berdoa untukku,” kata prajurit itu.

“Aku berdoa agar engkau diberkahi atas caramu memperlakukanku,” jawab Ibrahim. “Ganjaranku untuk caramu memperlakukanku adalah surga, dan aku tidak berharap ganjaranmu mesti neraka.”

“Mengapa engkau menunjuk ke kuburan ketika aku menanyakan jalan ke permukiman?” prajurit itu bertanya.

“Karena setiap hari kuburan semakin ramai, dan kota semakin sepi,” jawab Ibrahim.

Mulut Busuk Pemabuk

Suatu waktu Ibrahim berpapasan dengan seorang pemabuk. Mulutnya berbau busuk, maka dia mengambil air dan membasuh mulut si pemabuk.

“Apakah engkau hendak membiarkan mulut yang baunya busuk menyebut nama Allah? Itu kurang ajar!” Ibrahim berkata kepada dirinya sendiri.

“Orang zuhud dari Khorasan yang mencuci mulutmu,” kata mereka kepada orang itu ketika dia sadar.

“Aku juga sekarang bertobat,” kata orang itu.

Setelah itu Ibrahim mendengar dalam mimpi, “Engkau mencuci sebuah mulut demi Aku. Aku telah membasuh hatimu.”

Badai

Aku pernah berada di perahu bersama Ibrahim (berhubungan dengan Raja) ketika tiba-tiba angin berhembus kencang dan dunia menjadi gelap.

“Celaka, perahunya tenggelam!” aku berteriak.

“Janganlah khawatir perahunya akan tenggelam,” terdengar suara dari udara. Ibrahim-e Adham sedang bersamamu.”

Angin segera mereda, dan dunia yang gelap menjadi cerah.

Lautan Emas

Ibrahim hendak naik perahu, tapi dia tidak punya uang.

“Setiap orang harus membayar satu dinar,” terdengar sebuah pengumuman.

Ibrahim salat dua rakaat, dan berkata, “Ya Allah, mereka meminta uang dariku dan aku tidak punya.”

Dengan segera seluruh lautan berubah menjadi emas. Ibrahim mengambil segenggam dan memberikannya kepada mereka.

Di Tepi Sungai Tigris

Suatu hari Ibrahim sedang duduk di tepi sungai Tigris sambil menjahit jubah tipisnya. Jarumnya jatuh ke sungai.

“Engkau menyerahkan kerajaan yang begitu besar. Apa yang engkau dapatkan sebagai imbalan?” seseorang bertanya padanya.

“Kembalikan jarumku,” seru Ibrahim, sambil menunjuk ke sungai.

Seribu ikan mengangkat kepalanya dari air, masing-masing dengan jarum emas di mulutnya.

“Aku ingin jarumku,” kata Ibrahim.

Seekor ikan kecil yang lemah membawa jarum Ibrahim di mulutnya.

“Ini adalah hal terkecil yang aku dapatkan dengan meninggalkan Kerajaan Balkh,” kata Ibrahim. “Sisanya engkau tidak tahu apa-apa.”

Sumur Mas

Suatu hari Ibrahim datang ke sebuah sumur. Dia menurunkan ember, dan ketika diangkat ember itu penuh dengan emas. Dia mengosongkannya dan menurunkannya lagi, dan ember itu kini penuh dengan mutiara. Dengan riang gembira dia mengosongkannya sekali lagi.

“Ya Allah,” dia menyeru, “Engkau menawarkanku harta. Aku tahu bahwa Engkau Maha Kuasa, dan Engkau tahu bahwa aku tidak akan tertipu oleh hal seperti ini. Berikanlah aku air, agar aku bisa berwudu.”

Pohon Mas

Suatu ketika Ibrahim naik haji bersama sebuah rombongan.

“Tidak ada dari kami yang memiliki unta atau perbekalan apa pun,” kata rekan-rekan peziarahnya.

“Bersandarlah kepada Allah untuk menyediakannya untuk kalian,” kata Ibrahim kepada mereka.

Kemudian dia menambahkan, “Lihatlah pohon-pohon itu! Jika yang kalian inginkan adalah emas, mereka akan berubah menjadi emas.”

Semua pohon Akasia telah berubah menjadi emas oleh kekuatan Allah Yang Maha Kuasa.

Pemberian Singa

Suatu hari Ibrahim bepergian bersama sebuah rombongan ketika mereka tiba di sebuah benteng. Di depan benteng itu banyak semak belukar.

“Kita akan melewatkan malam di sini,” kata mereka. “Ada banyak semak belukar, jadi kita bisa membuat api.”

Mereka menyalakan api dan duduk dengan disinari nyala api. Semua memakan roti kering, sementara itu Ibrahim berdiri untuk salat.

“Andai saja kita memiliki daging yang halal untuk dipanggang di atas api ini,” kata salah seorang dari mereka.

Ibrahim menyelesaikan salatnya. Lalu dia berkata, “Allah pasti bisa memberi kalian daging yang suci.”

Mengatakan ini, dia berdiri sekali lagi untuk salat. Tiba-tiba terdengar singa mengaum. Mereka menyaksikan seekor singa mendekat dan menyeret seekor keledai liar. Mereka mengambil keledai itu, memanggangnya dan memakannya, sementara singa itu merunduk di sana memperhatikan mereka.[1] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Farid al-Din Attar, Muslim Saints and Mystics (Tadhkirat al-Auliya’), diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh  A. J. Arberry, (Omphaloskepsis: Iowa, 2000), hlm 86-90.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*