“Pernahkan kita terbayang, peradaban modern sekarang tanpa mesin dengan motor pengerak? atau minyak bumi hanya berbentuk bahan mentah, karena tidak ada tau cara menyulingnya?”
—Ο—
Destilasi (Penyulingan)
Destilasi atau teknik penyulingan merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan titik didihnya. Ini adalah teknik dasar pembuatan minyak bumi, alcohol, asam mineral dan pemisahan senyawa kimia lainnya. Teknik ini sudah dikenal pada awal abad pertama masehi di Yunani. Tapi baru dikembangkan secara sempurna oleh ilmuan Muslim pada Abad ke 8 Masehi.[1] Inovasi ini adalah salah satu sumbangan terbesar ilmuan Muslim pada peradaban manusia modern.
Distilasi tercatat sebagai bagian terpenting dalam teknologi kimia Islam yang telah dimanfaatkan para kimiawan Muslim untuk pembuatan obat-obatan dalam skala besar industri farmasi. Sejak adanya distilasi, banyak orang Muslim yang menguasai teknik penyulingan. Mereka bisa menghasilkan berbagai macam zat dari proses menyuling, di antaranya alkohol dan asam mineral.
Kimiawan Muslim Jabir ibnu Hayyan (721 M – 815 M) dalam Kitab Ikhraj ma fi al-quwwa ila al-fi `l ayyan adalah orang yang pertama kali mampu menjelaskan teknik pendinginan yang diterapkan ke penyulingan alkohol. Ia juga sudah menjelaskan secara gamblang sifat alkohol.[2] Dalam dunia akademik, ia diakui sebagai pendiri kimia modern.
Di dunia Islam, ilmu kimia dan distilasi berkembang pesat dari waktu ke waktu. Setelah Ibnu Hayyan, kimiawan Muslim kenamaan, al-Kindi (260 H/873 M), juga mengembangkan metode ini yang ditulisnya dalam Kitab al-Taraffuq fi al-‘itr (Kimia Parfum dan Distilasi). Menurutnya, ‘’Dengan cara yang sama, seseorang dapat mendistilasi anggur menggunakan penangas air, yang menghasilkan cairan dengan warna seperti air mawar. Ilmuwan lain, seperti al-Farabi (265 H/878 M, 339 H/950 M) secara khusus menambahkan belerang dalam penyulingan anggur. Penambahan belerang itu ditemukan dalam buah karya al-Farabi yang ditulis sekitar abad ke-10 M. Sedangkan, Abu al-Qasim al-Zahrawi (404 H/1013 M) telah berhasil menyuling cuka menggunakan alat yang juga dipakai untuk menyuling air mawar.[3]
Poros engkol (crankshaft)
Bagi peradaban modern, mesin dan kendaraan bermotor sudah menjadi salah satu perangkat penunjang yang paling fundamental. Dan dunia Islam menyumbangkan salah satu elemen paling penting dari sistem teknologi ini.
Poros engkol (crankshaft) atau biasanya mekanik menyebutnya kruk as adalah sebuah bagian pada mesin yang mengubah gerak vertikal/horizontal dari piston menjadi gerak rotasi (putaran). Ini merupakan komponen utama dalam suatu mesin pembakaran dalam. Dan Crankshaft, menjadi pusat poros dari setiap gerakan piston. Fungsi utama dari crankshaft adalah mengubah gerakan naik turun yang dihasilkan oleh piston menjadi gerakan memutar yang nantinya akan diteruskan ke transmisi. Untuk mengubahnya, sebuah crankshaft membutuhkan pena engkol (crankpin), sebuah bearing tambahan yang diletakkan di ujung batang penggerak pada setiap silindernya. Ruang engkol (crankcase) akan dihubungkan ke roda gila (flywheel) atau roda mobil sehingga mobil bisa bergerak.[4] Teknologi ini adalah jantung hampir semua benda bergerak dengan tenaga mesin atau kendaraan bermotor yang sekarang ada di dunia.
Karya yang luar biasa ini ditemukan oleh Abū al-‘Iz Ibn Ismā’īl ibn al-Razāz al-Jazarī yang hidup antara tahun 1136 M sampai 1206 M. Ia adalah adalah seorang Ilmuwan dari Al-Jazira, Mesopotamia. Tidak banyak catatan sejarah kehidupannya. Kita mengenalnya hanya melalui karyanya, yaitu Kitáb fí ma’rifat al-hiyal al-handasiyya (Buku Pengetahuan Ilmu Mekanik) yang dibuat pada tahun 1206. Dalam kitab ini, al-Jazari menjelaskan lima puluh peralatan mekanik berikut instruksi tentang bagaimana cara merakitnya. Salah satu dari 50 penemuannya adalah kunci kombinasi. [5]
Dari 50 hasil penemuannya, beberapa diantaranya terdapat peralatan yang terinspirasi dari penemuan sebelumnya, seperti salah satu jam airnya yang monumental, yang berdasarkan Pseudo-Archimedes. Dia juga mengutip Banu Musa bersaudara dalam inovasinya terhadap air mancurnya, al-Asturlabi untuk desain jam lilin, dan Hibat Allah ibn al-Husayn (d. 1139) untuk musical automata. Tapi tidak sedikit pula karya Al-Jazari justru merevisi dan memperbaiki karya-karya ilmuan sebelumnya sehingga lahir penemuan orisinil yang tidak tampak dalam hasil karya pendahulunya.
Disamping prestasinya sebagai penemu dan insinyur, al-Jazari juga seorang seniman. Dalam “Buku Pengetahuan Ilmu Mekanik”, dia memberikan instruksi tentang penemuan-penemuannya dan menggambarkannya menggunakan lukisan miniatur, gaya seni Islam abad pertengahan. Berikut ini beberapa gambar teknologi karya al-Jazari:
Bersambung…
Ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Distilasi, diakses 16 November 2017
[2] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/shortlink/41364, diakses 16 November 2017
[3] Ibid
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Poros_engkol
[5] Lihat, http://www.dibalikislam.com/2015/02/penemu-ilmu-mekanik-mesin.html, diakses 16 November 2017