“Sejumlah sumbangan dunia Islam pada peradaban modern meliputi juga bidang arsitektur dan fashion. Baju, jaket dan selimut yang kita pakai saat ini, menggunakan teknik yang diciptakan dan dikembangkan di dunia Islam.”
—Ο—
Quilting
Quilting adalah seni menggabungkan kain perca dengan ukuran dan potongan tertentu untuk membentuk motif-motif yang unik. Potongan-potongan kain tersebut lalu ditindas dengan jahitan model jelujur yang ukurannya harus sama jika dilihat dari sisi atas maupun bawah kain. Karena harus dikerjakan dengan tangan, bisa jadi setiap orang akan membuat hasil yang berbeda dari orang lain.[1] Seni ini sekarang lebih luas dikenal dengan seni Patchwork.
Tidak diketahui secara pasti bangsa mana yang pertama kali menemukan teknik Quilting. Namun yang pasti, bangsa Eropa mengenalnya dari dunia Islam. Tentara Salib melihat kostum prajurit Saracen yang mengenakan kaos kanvas berlapis jerami dan bukan baju zirah. Kostum ini dibuat dengan menggunakan teknik Quinting, yang ternyata sangat efektif di arena pertempuran daripada baju besi logam yang digunakan Tentara Salib.
Selanjutnya, teknik ini diperkenalkan oleh penduduk eropa yang pada saat itu sedang melakukan perpindahan dari eropa ke Amerika. Karena suhu di Amerika sangatlah dingin dan penduduk Eropa tidak dapat membuat tempat tinggal yang memadai, maka mereka menggunakan sisa-sisa bahan kain untuk di tempelkan pada dinding atau dipakai sebagai selimut. Karya patchwork menunjukan perkembangan yang cukup signifikan pada akhir abad ke delapan belas dan berlanjut hingga abad ke sembilan belas. Dimana pada saat itu para wanita mulai menemukan pola kombinasi dan bahan kain yang tepat untuk mengubah pathcwork sebagai hiasan, bukan sekedar sebagai selimut penahan dingin.[2]
Sekarang, teknik ini bisa dikatakan salah satu elemen terpenting dalam dunia sandang modern. Selimut, baju, jaket, hingga tas, yang kita kenal sekarang dibuat dengan menggunakan teknik ini.
Atap dengan lengkungan runcing (The Pointed Arch)
Di Eropa, design atap dengan lengkungan runcing lebih khas dikenal sebagai ciri bangunan Gothic Eropa abad pertengahan. Design ini dapat ditemukan pada rongga bangunan, seperti jendela, pintu, lorong, dan balkon yang membuat rongga-rongga tersebut terlihat lebih tinggi dan memberi nuansa keagungan pada bangunan.[3]
Design ini pertama kali digunakan di Eropa pada 1071 M, yaitu pada bangunan Abbey of Monte Cassiona, sebuah tempat peristirahatan ilmuwan Kristen Tunisia.[4] Dari sini, gaya atap dengan lengkungan runcing kemudian menyebar ke Eropa utara. Kuat dugaan bahwa design ini dibawa oleh kepala biarawan St Hugh dari Prancis yang mengunjungi Monte Cassino pada 1083 M. Terinspirasi Monte Cassino, Gereja Santo Hugh of Cluny yang merupakan salah satu gereja paling berpengaruh di Eropa, membuat 150 lengkungan runcing di lorongnya. Dari sini, design lengkungan runcing menginspirasi gereja lainnya dan dengan cepat menyebar di seluruh Prancis, lalu ke Jerman pada pertengahan abad ke-12. Pada abad ke-16 design ini mark dipakai pada bangunan di Venesia, Inggris, dan Prancis.[5]
Pada awal abad ke 20, terjadi polemic diantara para sejarawan tentang asal-usul design atap dengan lengkungan runcing ini. Sebagian dari mereka mengira bahwa design ini diciptakan oleh bangsa India. Tapi fakta yang lebih akurat menunjukkan bahwa design ini adalah warisan dunia Islam, bahkah dari masa awal kemunculannya. Masjid Al-Aqsa Palestina (690M) dan Istana Ukhaidir Irak[6] (778 M) adalah bangunan paling tua yang menggunakan design ini secara sistematis dan sempurna.[7]
Secara fungsional, design atap lengkung runcing merupakan terobosan basar dalam sejarah arsitektur dunia. Keuntungan utama menggunakan lengkungan runcing adalah ia berpusat pada daya topang kubah pada area vertikal yang sempit. Artinya, dinding bisa terlihat lebih ringan, tapi mampu menopang kubah yang lebih besar dibandingkan lengkungan semilingkaran. Keungungan lainnya, karena lebih ringan, maka bangunan dapat dibuat menjulang tinggi dan megah. Sejak mengenal teknik design ini, arsitektur eropa mulai melangkah jauh merancang susunan gaya arsitektur yang lebih kompleks dan berani.[8]
Bersambung
Ke
Sebelumnya
Catatan kaki:
[1] http://nasional.kompas.com/read/2009/11/27/14442674/quilting.seni.menggabungkan.kain.perca
[2] https://fitinline.com/article/read/sejarah-singkat-dan-pengertian-patchwork/
[3] Lihat, https://www.quora.com/What-should-everyone-know-about-Gothic-Architecture, diakses 18 November 2017
[4] Sumber lain menyebutkan, bahwa design ini pertama kali perkenalkan di Eropa oleh masyarakat Muslim di Spanyol pada saat mereka menaklukan Cordoba abad 8 M. Lihat, http://study.com/academy/lesson/what-is-a-pointed-arch-definition-architecture.html, diakses 18 November 2017
[5] Lihat, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/03/29/n3730m-lengkungan-dalam-arsitektur-islam-3habis, diakses 18 November 2017
[6] Istana Al-Ukhaidir benteng besar yang dibangun oleh Pangeran Abbasiyah bernama Isa ibn Musa untuk istana saat dia pensiun dari dunia politik. Benteng tersebut, yang juga dikenal sebagai istana bangsawan Ukhaidir, dibangun sekitar tahun 778 sekitar 105 kilometer barat daya Baghdad. Istana ini berdiri setinggi 70 kaki dan lebarnya lebih dari 550 kaki. Nama Ukhaidir – berasal dari “akhdar”, kata Arab untuk hijau – bertentangan dengan sekitarnya, di mana hanya matahari dan hamparan pasir kusam kuning. Lihat, http://reportasenews.com/arsitektur-atap-runcing-dalam-peradaban-islam-yang-mewarnai-gaya-gothic-eropa/, diakses 18 November 2017
[7] Lihat, http://zejournal.mobi/id/index.php/news/show_detail/7758, diakses 18 November 2017
[8] Lihat, https://www.khanacademy.org/humanities/medieval-world/latin-western-europe/gothic1/a/gothic-architecture-an-introduction, diakses 18 November 2017