“Budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, dalam perjalannya wayang banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikan dengan falsafah asli Indonesia”
—Ο—
Wayang merupakan warisan kebudayaan leluhur yang telah mampu bertahan dan berkembang selama berabad-abad. Dengan mengalami berbagai perubahan dan perkembangan sampai pada bentuknya sekarang ini.
Wayang telah dikenal sejak zaman purba yang merupakan perwujudan dari bayang-bayang nenek moyang. Dalam kepercayaan animisme dan dinamisme, roh nenek moyang yang telah lama mati dianggap sebagai pelindung bagi manusia yang masih hidup. Roh tersebut tinggal di bukit-bukit, gunung-gunung, pohon besar dan benda-benda lainnya.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabrata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikan dengan falsafah asli Indonesia.[1]
Menurut Dr. Hazeu, wayang telah ada sejak zaman Airlangga (950 Caka atau 1028 Masehi permulaan abad XI sesudah Masehi) di dalam kerajaan Kediri yang makmur. Pertunjukan bayang-bayang (wayang) mempergunakan boneka dari kulit (wilulang inukir) dan bayang-bayangnya diproyeksikan pada tabir (kelir).[2]
Di dalam bukunya, Sri Mulyono memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolitikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan pada tulisan Robert von Heine Geldern Ph. D, “Prehistoric Research in the Netherland Indie” (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding. Sejarah wayang dalam bentuk asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada zaman Hindu Jawa.[3]
Berdasarkan berbagai sumber baik lisan maupun tulisan, di masa lampau di nusantara ini telah tumbuh dan berkembang berbagai macam jenis wayang. Sedemikian banyak jumlah wayang yang ada di Nusantara. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara, khususnya di Jawa, wayang telah menemukan bentuknya. Bentuk wayang pada awalnya menyerupai relief yang kita jumpai di candi-candi seperti di Prambanan dan Borobudur.[4]
Ada dua pendapat yang mengatakan tentang asal-usul wayang. Pendapat pertama mengatakan bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini dianut dan dikemukakan bukan hanya oleh para ahli dan peneliti bangsa Indonesia, akan tetapi juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat, diantaranya Hazeau, Brandes, Kats, Rentse dan Kruyt. Pendapat ini memiliki dasar yang cukup kuat karena seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Hazeu mengatakan bahwa struktur wayang digubah menurut model yang amat tua (cara bercerita dalang, tinggi rendah suara dan ekspresi-ekspresinya). Termasuk desain teknis, gaya, dan susunan lakon khas Jawa. Wayang tumbuh dari upacara penyembahan nenek moyang. Beberapa tokoh dalam pewayangan terutama Punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong merupakan tokoh wayang yang hanya ada dalam pewayangan di Indonesia dan tidak ada di negara lain. Selain itu nama dan istilah teknis pewayangan semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna).[5]
Pendapat kedua mengatakan bahwa diduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahirupan (976-1012), yakni ketika kerajaan Jawa Timur itu sedang makmur. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (959-910) yang merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabrata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi mengubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa Kuna kedalamnya. Beberapa peneliti yang mengatakan bahwa wayang berasal dari India antara lain Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan J.J Ras.
Pischel berpendapat bahwa wayang berasal dari India, kata wayang terdapat pada kutipan Sansakerta, Rupopajivane dalam Mahabharata dan Rupparupakam yang terdapat dalam Therighata, yang keduanya berarti teater bayangan. Poensen berpendapat bahwa teater wayang merupakan unsur kebudayaan asing yang datang dari Hindu. Goslings berpendapat bahwa teater wayang bukan sebuah unsur kebudayaan yang dibentuk dengan kearifan Jawa Indonesia, tetapi dari unsur asing, sangat mungkin dari kebudayaan Hindu. Sementara J.J Ras berpendapat bahwa wayang berasal dari India. Panggung wayang kulit Jawa berkaitan dengan panggung wayang kulit Bali (wayang Parwa) dan ceritanya mengambil dari Ramayana dan Mahabrata.[6] (SI)
Bersambung…
Catatan kaki:
[1] Lihat, Bendung Layung Kuning, Atlas Tokoh-tokoh Wayang dari Riwayat Sampai Silsilahnya, Narasi, Yogyakarta, 2001, hal 3
[2] Lihat, Sri Mulyono, Wayang Asal Usul FIlsasaf dan Masa Depannya, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hal 21
[3] Lihat, Mertosedono, Sejarah Wayang, Dahara Prize, Semarang, 1993, hal 28
[4] Lihat, Bambang Murtiyoso dkk, Perkembangan dan Pertumbuhan Seni Pertunjukan Wayang, Etmika Surakarta, Surakarta, 2004, hal 1
[5] Lihat, Op.cit Sri Mulyono, hal 21
[6] Lihat, http://staff.ui.ac.id/system/files/users/darmoko/material/beberapapendapatasal-usulwayangdiindonesia.pdf