Seorang penduduk Makkah yang menyandang identitas Arab mengajari Nabi, tapi oleh Alquran bahasanya dianggap a’jamy alias isi perkataannya meracau, tidak jelas dan lugas seperti Alquran yang ‘araby.
Oleh Musa Kazhim al-Habsyi | Penerjemah dan Koresponden TV Arab
Marilah kita sekarang mencoba menilik nomenklatur Arab secara lebih jernih. Dan Alquran, mau tidak mau, merupakan rujukan inti paling otentik dan paling sahih seputar ini. Alquran adalah satu-satunya bahan yang disepakati oleh semua ulama Islam, juga sebagian besar peneliti Barat, sebagai sumber otentik yang mustahil diragukan keasliannya.
Setelah membeberkan penggunaan kata ini dengan berbagai derivatnya dalam Alquran, barulah saya akan mencoba merujuk pada penggunaannya dalam hadis-hadis Nabi.
Alquran tidak menggunakan عرب (‘arab) dengan maksud suatu bangsa, melainkan dalam bentuk عربي ataupun أعراب sehingga menimbulkan perdebatan di antara para ahli soal ini. Tulisan ini tidak akan kembali mengajak Anda memasuki detail perdebatan yang memusingkan itu, terutama karena sebagiannya sudah saya paparkan di bagian-bagian awal tulisan.
Yang penting, dua kata yang digunakan Alquran tersebut salah satunya merujuk pada bahasa yang jelas dan yang lainnya pada sekelompok orang yang mengenal dan memakai bahasa itu, yang ironisnya hampir semuanya diberi sifat negatif oleh Alquran.
Kata عربي dalam Alquran juga lazim digandengkan dengan kata لسان (lidah/bahasa) yang bersifat مبين (jelas, lugas, dan terang). Sebaliknya, kata عربي kerap diperlawankan oleh Alquran dengan kata أعجمي yang merujuk pada ketidakjelasan berbahasa atau bertutur kata.
Kata أعجمي atau عجمي berasal dari kataعجم yang dalam bahasa Arab bermakna bahasa yang samar dan tidak lugas, baik dalam cara pengucapannya maupun kandungan maknanya. Dan itulah persisnya lawan dari عربي yang berarti sesuatu yang terang, jelas, lugas, dan fasih, baik dalam cara pengucapannya maupun kandungan maknanya.
Lantaran mengandung makna bahasa yang tidak jelas, maka kata Ajam lalu berkembang untuk mengacu pada penutur bahasa asing non Arab dari kaum Muslim yang berasal dari wilayah di luar Jazirah Arab pada periode awal Islam.
Kemudian akibat asosiasi seperti itu maka kata Ajam dipakai untuk menyebut suku-suku bangsa yang tidak berbahasa Arab dengan jelas, dan secara salah kaprah Arab diidentikan dengan suku-suku tertentu yang sejak lahir berbahasa Arab dan tinggal di wilayah tertentu dari jazirah Arabia.
Padahal, seperti kata penulis al-Mizan Allamah Muhammad Husein Thabathabai, asosiasi itu tidak benar, karena Ajam itu semua yang tidak mampu berbahasa fasih, termasuk dari kalangan yang disebut sebagai suku-suku Arab.
Dalam surah Yusuf ayat kedua, Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Alquran yang ‘araby agar kamu memahaminya.”
Perhatikan kata ‘araby di sini dipergunakan sebagai sifat Alquran, yang dengan demikian dapat diterjemahkan menjadi Alquran yang terang-benderang, jelas, lugas, tanpa kesamaran, dan bisa pula tentunya secara sederhana, seperti pilihan terjemahan Departemen Agama, diterjemahkan menjadi Alquran dengan berbahasa Arab.
Lalu dalam surah al-Ra’ad ayat 37, Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami telah menurunkan ia (Alquran) itu sebagai hukum yang ‘araby….”
Terjemahan Departemen Agama mengartikan ‘araby dalam ayat ini dengan bahasa Arab. Dan itu benar belaka. Tapi jika kita menerjemahkannya menjadi hukum yang jelas, terang, dan lugas juga tidak menyimpang dari makna, lantaran ‘araby itu sendiri berakar pada kejelasan dan keterangbenderangan.
Dalam surah an-Nahl ayat 103, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: ‘Sesungguhnya Alquran itu diajarkan oleh seorang manusia biasa kepadanya.’ Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan bahwa dia belajar kepadanya itu a’jamy sedangkan ini (Alquran) memakai bahasa ‘araby yang terang.”
Ayat ini memperkuat argumen yang menyatakan bahwa Arab dan Ajam tidak merujuk pada suku, melainkan pada kejelasan dan kesamaran dalam berbahasa. Perhatikan bahwa ayat ini menunjukkan ‘araby itu sifat dari bahasa, demikian pula lawannya, a’jamy.
Alasannya, salah satu orang yang dituduh mengajari Nabi itu penduduk Makkah yang menyandang identitas Arab, tapi oleh Alquran bahasanya dianggap a’jamy alias isi perkataannya meracau, tidak jelas dan lugas seperti Alquran yang ‘araby.
Allah berfirman dalam surah Thaha ayat 113: “Dan demikianlah Kami menurunkan Alquran dalam ‘araby…” Seperti sebelumnya, di sini Terjemahan Departemen Agama mengartikan ‘araby dengan bahasa Arab. Dan seperti sudah kita akui sebelumnya, terjemahan itu sah dan tepat.
Tapi, lagi-lagi, ‘araby yang dimaksud juga dapat diartikan sebagai bahasa yang jelas dan terang sebagai lawan dari a’jamy yang berarti bahasa yang taksa, samar, kabur, dan tidak bermakna jelas.
Mari kita perhatikan ayat-ayat 193-195 dalam surah asy-Syuara berikut: “Dan sesungguhnya Alquran itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam * Ia dibawa turun oleh al-Ruh al-Amin (Jibril) * Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan * Dengan bahasa ‘araby yang jelas.”
Ayat-ayat ini secara jelas mengurutkan peristiwa penurunan wahyu dari suatu realitas yang tinggi hingga sampai ke kalbu Nabi dan terucap dalam bahasa ‘araby yang sangat jelas dan tegas. Artinya di sini lagi-lagi ‘araby itu sifat bahasa wahyu yang diturunkan Allah melalui Jibril ke dalam kalbu Nabi untuk memberi peringatan manusia.[]
Bersambung ke:
Sebelumnya: