Dasar Ilmu Penerbangan
Seribu tahun sebelum Wright bersaudara menemukan pesawat, seorang penyair, astronom, musisi, dan insinyur Muslim bernama Abbas ibn Firnas melakukan eksperimen untuk membuat mesin terbang. Pada tahun 852 M, ia melompat dari menara Masjid Agung di Cordoba dengan menggunakan mantel longgar yang bisa direnggangkan menggunakan perangkat tali. Ia berharap bisa meluncur seperti burung. Meski tidak berhasil seperti yang bayangkan, tapi ia membuktikan bahwa jubah yang dipakainya ternyata mampu memperlambat kecepatan jatuhnya. Menurut catatan sejarah, inilah yang dianggap sebagai parasut pertama.[1]
Pada tahun 875, saat usianya sudah 70 tahun, Abbas ibn Firnas berhasil menyempurnakan perangkat terbang yang terbuat dari sutra dan bulu elang. Ia menguji hasil karyanya dengan cara melompat dari gunung, dan ia berhasil terbang ke ketinggian yang signifikan selama 10 menit di atas. Namun saat mendarat, ia terjatuh dan mengalami cedera cukup serius. Dari ekperimen ini ia menyadari bahwa ia sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk terbang, tapi tidak memikirkan apapun dalam upaya pendaratan. Terkait masalah pendaratan ini, baru 12 tahun kemudian ia bisa menyimpulkan bahwa sebagaimana burung, dibutuhkan ekor sebagai piranti tambahan untuk membantu saat mendarat.
Setelah percobaan terakhir yang dilakukannya, Abbas Ibnu Firnas tidak melakukan upaya lain untuk terbang dalam hidupnya. Beberapa abad berlalu, barulah muncul upaya serupa yang dilakukan oleh Ahmed Celebi, seorang Turki Utsmani, pada tahun 1630-1632 yang berhasil melintas di Bosporus. Tapi baru pada tahun 1853, Sir George Cayley membangun glider modern pertama berdasarkan pemahaman dasar teori aerodinamika dan meluncur di kota Yorkshire Inggris, hampir 1000 tahun setelah usaha pertama Abbas Ibnu Firnas di tahun 875.[2] Untuk menghormati kegigihannya, nama Abbas ibn Firnas diabadikan menjadi salah satu nama sebuah kawah di Bulan.
Sabun
“Kebersihan adalah sebagian daripada Iman”, demikian bunyi hadist Rasulullah SAW yang dikenal secara luas. Sejak awal, umat Islam sudah diwajibkan untuk menjaga kebersihan dirinya. Kewajiban ini mendorong mereka melakukan berbagai inovasi terhadap semua perangkat kebersihan, salah satunya “sabun”.
Sejarawan menyatakan bahwa sabun paling tua yang dibuat adalah pada masa Babilonia, 2800 SM. Mereka membuatnya dari lemak yang direbus dengan abu. Produk ini pada masa itu digunakan untuk membersihal wol dan kapas dalam pembuatan tekstil. Selain Babilonia, sabun juga sudah dikenal peradaban kuno lainnya, seperti Mesopotamia, Mesir, dan juga orang-orang Yunani dan Romawi. Semuanya membuat sabun dengan mencampur lemak hewani, minyak dan garam. Orang Mesir kuno mencampur minyak hewan dan nabati dengan garam alkali untuk menghasilkan zat seperti sabun. Orang Fenisia menggunakan lemak kambing dan abu kayu untuk menciptakan sabun pada 600 SM. Orang Romawi awal membuat sabun pada abad pertama masehi dari urin. Sedang orang Celtic membuat sabun dari lemak hewan dan abu tanaman dan mereka menamai produk ini saipo, asal kata “soap” dalam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, sabun tidak dibuat dan digunakan untuk mandi, tapi untuk membersihkan peralatan masak atau barang atau digunakan untuk tujuan pengobatan.[3]
Tapi begitu tiba masa keemasan Islam, kaum muslimin menginovasi teknik pembuatan sabun dari bahan-bahan yang lebih aman, sehingga seperti yang kita kenal sekarang. Mereka mengganti menyak hewan dengan minyak nabati dan menggabungkannya dengan sodium hidroksida dan aromatik seperti minyak thyme.[4] Kaum Muslimin di masa pemerintahan Usmaniyah biasa membuat sabun sendiri, dengan mencampur minyak (biasanya minyak zaitun) dengan al-qali, yaitu sejenis garam. Keduanya direbus untuk mencapai campuran yang tepat, dibiarkan mengeras, dan jadilah sabun batangan. Sabun ini digunakan di hammam, rumah pemandian umum.[5]
Disamping sabun, kaum Muslimin juga menemukan shampoo, dan sudah digunakan secara luas sejak lama. Bangsa Eropa pada masa perang Salib, dikenal dengan bau nya yang menyengat oleh bangsa Arab, sebab kurangnya kebiasaan mereka membersihkan diri. Shampo sendiri baru dikenal di Inggris pada tahun 1759, setelah seorang Muslim mendirikan Mahomed’s Indian Vapor Baths di pinggir laut Brighton. (AL)
Bersambung…
Ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Dalam kisah riwayat yang lain, orang yang melakukan percobaan pertama ini bukan Abbas ibn Firnas, tapi seorang bernama Armen Firman. Abbas ibn Firnas terinspirasi dari ekperimen yang dilakukan oleh Armen Firman, dan melakukan inovasi atasnya. Lihat, http://www.forgottenislamichistory.com/2013/11/abbas-ibn-firnas-worlds-first-pilot.html, diakses 15 November 2017
[2] Abbas Ibnu Firnas terkenal karena usahanya dalam penerbangan. Tapi disamping itu, ia adalah seorang ilmuan yang memiliki segudang karya lain dalam hidupnya. Di bidang astronomi, orang pertama yang membangun planetarium mekanis dengan planet bergulir. Minatnya terhadap kristal, kuarsa dan pasir mengantarkannya pada inovasi kaca. Ia berhasil menemukan teknik melelehkan kaca dan membuat gelas minum Andalusia, serta berbagai karya lainnya yang terbuat dari kaca, termasuk lensa. Ibid
[3] Lihat, http://www.soaphistory.net/, diakses 14 November 2017
[4] Thyme essential oil (minyak esensial atau minyak atsiri thyme) berasal dari tumbuhan yang memiliki nama ilmiah Thymus vulgaris. Tumbuhan ini merupakan anggota keluarga mint, dan digunakan untuk memasak, obat kumur dan aromaterapi. Thyme oil memiliki sifat antiseptik, antibakteri, antispasmodic, hipertensi dan memiliki sifat menenangkan. Thyme merupakan tumbuhan asli Eropa selatan yang merentang dari Mediterania barat hingga Italia selatan. Thyme essential oil memiliki sejumlah manfaat kesehatan dan telah diakui oleh penduduk Mediterania selama ribuan tahun. Minyak ini adalah salah satu antioksidan terkuat dan telah digunakan sebagai ramuan obat sejak zaman kuno. Lihat, https://www.atsirich.com/158/9-manfaat-efek-samping-thyme-essential-oil-minyak-thyme/, diakses 15 Oktober 2017
[5] Lihat, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/11/06/oyzlpc313-toilet-di-masa-kejayaan-islam-seperti-apa, diakses 15 Oktober 2017