Temuan Annika Larsson mengenai lafadz ‘Allah’ dan ‘Ali’ yang disulam pada sebuah pakaian jenazah Viking kuno peninggalan abad ke-9 dan ke-10 mendapat bantahan dari seorang ahli. Dia adalah Stephennie Mulder, seorang Professor Seni dan Arsitektur Islam dari Universitas Texas, Austin, Amerika Serikat. Mulder menganggap bahwa isu yang diangkat oleh Larsson lebih besar motivasi politiknya ketimbang bukti-bukti kuatnya: yaitu perlawanan terhadap ide-ide supremasi kulit putih.[1]
“Semua orang menginginkan narasi perlawanan terhadap narasi yang disuarakan oleh (kelompok) supremasi kulit putih,” ujar Mulder. Lebih lanjut Mulder mengatakan bahwa kelompok supremasi kulit putih memiliki tendensi untuk menggunakan simbol-simbol Viking dalam pergerakannya. Viking dianggap sebagai ras murni bangsa kulit putih. Sebagai contoh, kelompok Neo-Nazi di kota Charlottesville, Virginia, Amerika Serikat, menggunakan banner-banner dengan simbol Viking dalam kampanyenya. Ide mengenai Viking terpengaruh oleh ajaran Islam merupakan penghinaan bagi mereka. “Bangsa Viking adalah favorit bagi setiap (pengikut) supremasi kulit putih,” tambah Mulder. Ketimbang bukti kuatnya, ide-ide supremasi kulit putih lah yang sebenarnya menjadi sasaran Larsson.[2]
Pada hari Senin, 16 Oktober 2017, Professor Stephennie Mulder memposting 60 tweet di twitter yang berisi bantahan terhadap temuan Larsson. Ada tiga isu utama yang disampaikan dalam seri tweet tersebut: Pertama, mengenai kesalahan waktu. Gaya kaligrafi Arab yang ditemukan oleh Larsson adalah ‘kufic kotak’, yang mana tidak ditemukan pada abad ke-10. Gaya kufic kotak baru ditemukan pada abad ke-15.
It’s a style called square Kufic, and it’s common in Iran, C. Asia on architecture after 15th c., ex: Safavid Isfahan w/Allah and Ali 9/60 pic.twitter.com/pbGJNFITGk
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
Kedua, mengenai bahasa Arab. Bahkan ketika temuan Larsson tersebut memang dianggap tulisan Arab, maka itu bukan ‘Allah’, tetapi ‘Illah’ (double ‘L’), yang mana dalam bahasa Arab tidak ada artinya.
The word “Allah” in Arabic looks like this: الله. It has an upright alif, two more uprights (lam), and a final ـه 'ha' 29/60
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
Instead the drawing says للله ‘lllah’, which basically makes no sense in Arabic. 16/60 https://t.co/jgodaIhpFp
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
Arabic phrases like الحَمْد لله al-hamdulillah incorporate 'l-lah' but don’t stand alone, and it’s spelled لله with 2 uprights, not 3. 17/60
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
Ketiga, mengenai kekurangan huruf. Huruf akhir Allah, yaitu ‘ha’ (ه), tidak benar-benar muncul pada artefak yang ditemukan oleh Larsson. Huruf ‘ha’ yang ditampilkan oleh Larsson hanya merupakan imajinasi Larsson untuk menutupi kekurangan huruf.[3]
There is a small triangular shape, but no final ha ـه. Frag. was published in 1938 by Agnes Geijer, original drawing looked like this: 31/60 pic.twitter.com/DxDossuWzs
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
But reconstruction drawing by @UU_University textile archaeologist Annika Larsson shows extensions on either side that include a ha. 32/60 pic.twitter.com/1NyQzcqDV2
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
These extensions practically double width of band. Not mentioned in press accounts: Larsson’s extensions are entirely conjectural. 33/60
— Stephennie Mulder (@stephenniem) October 16, 2017
Pendapat Mulder didukung oleh ahli-ahli lainnya, seorang ahli tekstil, Carolyn Priest-Dorman, mengatakan bahwa temuan Larsson tidak berdasar, corak pada sebuah artefak tidak boleh ditambah-tambahkan dari corak aslinya (penambahan huruf ‘ha’ pada kata ‘Allah’). Paul Cobb, Professor Sejarah Islam dari Universitas Pennsylvania, Amerika serikat mengatakan, “dia (Larsson) mungkin larut ke dalam kisah-kisah dalam bacaan yang belum terbukti.” Cobb kemudian melanjutkan, bahwa memang benar dan terbukti bahwa peradaban Viking dan peradaban Islam pernah bertemu melalui ekspedisi dan perdagangan-perdagangan. Priest-Dorman dan Cobb mengklarifikasi, bahwa yang mereka permasalahkan bukan fakta bahwa Viking dan Islam pernah berinteraksi, tapi mengenai tulisan Arab pada temuan Larsson yang menurut mereka itu bukan tulisan Arab.[4]
“Orang ingin melihat tulisan Arab di sana (temuan Larsson), karena hari ini mimpi mengenai Eropa yang lebih inklusif sedang bergema. Ada keinginan kuat untuk mendokumentasikan bahwa Viking memiliki interaksi, belum lagi pernikahan, dengan banyak (bangsa) selain Viking.” Cobb menambahkan, bahwa fakta interaksi Viking dengan peradaban lain merupakan suatu sanggahan bagi kelompok supremasi kulit putih yang menganggap Viking sebagai prajurit Nordik yang mempertahankan Eropa dari polusi masyarakat asing . Bagaimanapun, faktanya Viking adalah salah satu bangsa besar dalam pergaulan internasional pada abad pertengahan.[5]
Titik tekan kritik Mulder dan Cobb terhadap Larsson bukan pada fakta bahwa bangsa Viking memang pernah “bertemu” dengan peradaban Islam, namun lebih kepada kelemahan bukti-bukti yang disodorkan oleh Larsson, yang mana ini akan menjadi sasaran tembak yang mudah bagi kelompok supremasi kulit putih. Sebagaimana diungkapkan Mulder, “jika cerita seperti ini fakta-faktanya tidak diperiksa secara menyeluruh, (kelompok) supremasi kulit putih dapat mengatakan, ‘lihat, itu sama sekali bukan tulisan Arab, para jurnalis hanya mendorong agenda PC (Political Correctness—Kebenaran Politik) versi mereka’.” Cobb menambahkan, “ceritanya mungkin mendukung pandangan politik saya tentang Eropa, tapi jika itu tidak didokumentasikan dengan baik, itu akan menjadi sasaran empuk (bagi kelompok supremasi kulit putih).”[6]
Menanggapi kritik tersebut, dalam sebuah wawancara terpisah Larsson mengatakan, “temuan ini tidak diragukan lagi dari zaman Viking, mereka ditemukan di beberapa kuburan di Birka dan bangkai kapal karam di utara Gamla Uppsala. Geometri Kufic (seperti ini) juga dapat ditemukan pada tekstil sejenis (pita) dari Spanyol…. Sekalipun karakternya harus diartikan sebagai ‘Illah’ (namun) itu tetaplah Kufic, dan sebagaimana yang saya mengerti dari para ahli tulisan Arab, itu masih mengacu pada ‘Allah’.”[7]
Argumen-argumen lain untuk memperkuat teorinya pernah diungkapkan Larsson sebelumnya. Larsson menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari peninggalan bersejarah tersebut, materialnya berbeda dengan peninggalan Viking lainnya. Setelah melalui proses investigasi, ditemukanlah bahwa material tersebut berasal dari Asia Tengah, Persia, dan China. Selain itu desain dalam kain tersebut lebih kecil dibanding desain Viking pada umumnya, ketinggian corak desainnya tidak lebih dari 1,5 cm. Hal ini tidak pernah ditemukan pada peninggalan bangsa Viking Skandinavia mana pun sebelumnya. “Bagi saya temuan ini tidak masuk akal, kemudian saya teringat pernah melihat desain seperti ini sebelumnya—di Spanyol, tekstil orang-orang Moor,” ujar Larrson. Moor adalah salah satu suku di Spanyol yang beragama Islam. Selain itu, dilihat dari hasil test DNA dari para jenazah di pemakaman di Birka dan Gamla Uppsala tersebut, memang beberapa ditemukan di antara mereka ada yang berasal dari Persia.[8]
Terhadap kritik yang menilai bahwa temuan tersebut hanyalah hasil perdagangan biasa saja antara bangsa Viking dan orang-orang Muslim pada saat itu, yang kemudian barang-barang hasil perdagangan tersebut digunakan untuk kehidupan keseharian bangsa Viking, Larsson mempunyai counter argumen, dia mengatakan bahwa ini adalah kasus yang lain, barang hasil dagangan dan rampasan dari kebudayaan Timur memang ditemukan dalam kuburan bangsa Viking, namun itu tidak melekat dalam pakaian mereka, barang-barang tersebut merupakan objek yang terpisah. Sementara, biasanya dekorasi yang melekat pada pakaian bangsa Viking bukanlah kufic, melainkan gambaran tentang Valkyrie.[9]
“Di dalam Al-Quran, tertulis bahwa penghuni surga akan mengenakan pakaian dari sutra, dengan adanya teks dalam kain ini menjadi jelas bahwa (mengapa) di pemakaman Viking ini tersebar begitu banyak (pakaian) sutra. Temuan ini didapatkan baik di makam pria maupun wanita,” ungkap Larsson. Pakaian jenazah berbahan sutra tidak umum dipakai oleh jenazah-jenazah pda temuan Viking sebelumnya. Menurut Universitas Uppsala, dengan adanya temuan Annika Larsson ini (sutra dan kufic), maka misteri mengapa sutra digunakan pada jenazah-jenazah di zaman Viking Skandinavia telah terpecahkan, yakni Viking pada zaman tersebut telah terpengaruh oleh ide-ide dari dalam Al-Quran. [10]
Adapun, menutup pembicaraannya, Larsson mengatakan, “Makna (dari) penelitian adalah untuk membuka pertanyaan, (dan) penemuan ini membuka pertanyaan baru.”[11]
Sejauh ini Larsson belum menutup kesimpulan atas penemuannya. Terlepas dari debat yang terjadi antara yang mendukung dan yang menolak, faktanya di berbagai daerah lain kolaborasi di antara dua agama yang berbeda adalah hal yang biasa terjadi, dan seringkali kolaborasi tersebut tidak persis sama dengan agama permulaannya. Contoh kolaborasi misalnya bisa dilihat dalam ajaran Sikh yang terpengaruh oleh ajaran Islam dan Hindu. (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Kaligrafi ‘Allah’ dalam Peninggalan Bangsa Viking (2): Awal Mula Temuan
Catatan Kaki:
[1] Sigal Samuel, “The Strangely Revealing Debate Over Viking Couture”, dari laman https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/viking-couture-allah/543045/, diakses 19 Oktober 2017.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Lucy Pasha-Robinson, “Viking textile did not feature word ‘Allah’, expert says”, dari laman: http://www.independent.co.uk/news/world/europe/allah-viking-burial-fabrics-false-kufic-inscription-clothes-name-woven-myth-islam-uppsala-sweden-a8003881.html, diakses 19 Oktober 2017.
[8] “Kaligrafi ‘Allah’ dalam Peninggalan Bangsa Viking (1)”, dari laman: https://ganaislamika.com/kaligrafi-allah-dalam-peninggalan-bangsa-viking-1/, diakses 19 Oktober 2017.
[9] Ibid.
[10] “Kaligrafi ‘Allah’ dalam Peninggalan Bangsa Viking (2): Awal Mula Temuan”, dari laman: https://ganaislamika.com/kaligrafi-allah-dalam-peninggalan-bangsa-viking-2-awal-mula-temuan/, diakses 19 Oktober 2017.
[11] Sigal Samuel, Loc. Cit.