Falsafah Surga & Neraka: Sebuah Kajian Teologis dan Teleologis (1)

in Studi Islam

Last updated on September 13th, 2022 07:19 am

”Seluruh umat Islam sepakat akan kepastian hari kebangkitan. Namun, mereka berbeda pendapat tentang bentuk dan cara kebangkitan. Sekelompok ahlul-hadis dan fuqaha di kalangan muslimin meyakini kebangkitan fisik; Sebagian besar filsuf terutama kaum Peripatetik, menganggapnya sebagai kebangkitan spiritual (rohani) semata; Di sisi lain, para tokoh tasawuf, filsuf dan teolog terkemuka, meyakini kebangkitan yang bersifat fisik sekaligus spirtitual.”

Gambar ilustrasi. Sumber: player.fm

Pengantar Penulis

Bisa dikatakan bahwa sebagian besar isi al-Quran adalah kabar gembira tentang Surga dan ancaman tentang neraka, sebagai manifestasi pahala atau balasan ketaataan dan siksa atau balasan kemaksiatan. Meski divisualisasikan dengan contoh-contoh dunia, baik kenikamatan maupun siksaan, keduanya tidak bisa dibayangkan. Dengan kata lain, sejauh apapun manusia menerawang dengan daya imaginya tidak akan pernah mampu membuat sketsa Surga maupun neraka. 

Ilustrasi al-Quran tentang Surga dengan sungai yang indah serta berbagai karunia yang melingkupinya semata-semata merupakan stimulasi agar manusia mendambakannya dan berbuat baik untuk meraihnya. Neraka yang dilukiskan dengan pelbagai rupa siksaannya juga tak lebih merupakan ancaman bagi manusia agar tidak sampai terjerumus ke dalamnya. Ia tidak bisa diukur dengan ketajaman khayal manusia di dunia. Bila dibandingkan dengan derita dan siksa di neraka, maka siksa dan derita di dunia sama sekali bukanlah derita. 

Surga dan neraka merupakan salah satu tema sentral dalam rukun Iman semua mazhab, bahkan keyakinan akan adanya dua kesudahan abadi itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari setiap agama, termasuk agama non Ibrahimi.  Karena itu, manusia sangat memerlukan pemahaman yang mendetail mengenainya.

Serial tulisan ini tidak bepretensi memberikan ulasan filosofis yang rumit, melainkan mendedahkan sejumlah keterangan yang penting tentang segala sesuatu yang bertautan dengan surga dan neraka yang disarikan dari teks-teks suci Al-Qur’an dan Sunnah serta penjelasan para ulama. Tujuannya adalah membuka kesempatan bagi siapapun dari tingkat pengetahuan yang berbeda-beda untuk memahami dan membekali diri dengan gambaran umum tentang surga dan neraka yang merupakan keniscayaan di masa depan.

Pendahuluan

Al-Qur’an menegaskan bahwa kehidupan akhirat adalah tujuan diciptakannya manusia, sehingga jika tidak ada hari kebangkitan, maka kehidupannya hanya akan terkurung di dunia dan penciptaannya menjadi sia-sia.

Apakah kalian mengira sesungguhnya kami ciptakan kalian sia-sia, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada kami. (Surah Al-Mukminun ayat 115).

Al-Qur’an  menegaskan dalam ayat lain, Tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya main-main. Tiadalah kami ciptakan keduanya keuali dengan kebenaran, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Surah Ad-Dukhan, ayat 38-39).

Dalam surah Al-Hajj ayat 5-6, Allah berfirman: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan [dari kubur], maka [ketahuilah] sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian [dengan berangsur-angsur] kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan [ada pula] di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala suatu.

Seluruh umat Islam sepakat akan kepastian hari kebangkitan. Namun, mereka berbeda pendapat tentang bentuk dan cara kebangkitan. Sekelompok ahlul-hadis dan fuqaha di kalangan muslimin meyakini kebangkitan fisik, karena roh menurut mereka adalah materi yang ada dalam tubuh sebagaimana api dalam batu bara atau arang.[1] Sebagian besar filsuf terutama kaum Peripatetik, antara lain Ibnu Sina, menganggapnya sebagai kebangkitan spiritual (rohani) semata, karena fisik telah musnah ketika terpisah dari jiwa, dan karena sesuatu yang telah tiada tidak akan kembali menjadi ada.

Di sisi lain, para tokoh tasawuf, filsuf dan teolog terkemuka, seperti Al-Ghazali, Ath-Thusi, dan Al-Hilli meyakini kebangkitan yang bersifat fisik sekaligus spirtitual, sebagaimana dikutip oleh Mulla Shadra dalam sejumlah tulisannya.[2] Pendapat ketiga ini didasarkan pertama-tama pada beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 73, Allah berfirman, Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.

Dalam surah yang sama ayat 243, Allah berfirman, Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu [jumlahnya] karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu” kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.

Kemudian dalam surah Al-Baqarah ayat 259-260, Allah berfirman, Atau apakah [kamu tidak memperhatikan] orang yang melalui suatu negeri yang [temboknya] telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapa lama kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu [yang telah menjadi tulang belulang]; Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya [bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati] diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Qs. Al-Baqarah: 259)

Dan [ingatlah] ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?”. Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]”. Allah berfirman: “[Kalau demikian] ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. [Allah berfirman]: “Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Qs. Al-Baqarah: 260)

Dalam surah Thaha ayat 55, Allah berfirman, ”Dari bumi [tanah] itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”

Kemudian pada Nuh ayat 17-18, Allah berfirman, ”Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu [daripadanya pada hari kiamat] dengan sebenar-benarnya.”

Dalam Ar-Rum ayat 25, Allah menegaskan, ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu [juga] kamu keluar [dari kubur].”

Dalam surah Al-A’raf ayat 25, Allah berfirman, “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu [pula] kamu akan dibangkitkan.” 

Dalam Surah Yasin ayat 51, Allah berfirman, ”Dan ditiuplah sangkakala [3], maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya [menuju] kepada Tuhan mereka.”

Kemudian dalam surah yang sama ayat 65, Allah berfirman, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan..”, yang menegaskan adanya kebangkitan fisik di hari kiamat kelak.

Dalam surah Al-Qamar ayat 6-7, Allah berfirman, ”Maka berpalinglah kamu dari mereka. [Ingatlah] hari [ketika] seorang penyeru [malaikat] menyeru kepada sesuatu yang tidak menyenangkan [hari pembalasan], sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.”

Dalam surah Al-Ma’arij ayat 42-43, kembali Allah menegaskan, ”Maka biarkanlah mereka tenggelam [dalam kebathilan] dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka, [yaitu] pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala [sewaktu di dunia].”

Ayat yang juga menggambarkan kebangkitan fisik terdapat dalam surah  Muhammad ayat 15, ketika Allah berfirman, ”[Apakah] perumpamaan [penghuni] surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar [arak] yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?”

Demikian pula dalam surah At-Taubah ayat 72, Allah berfirman, ”Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, [akan mendapat] surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan [mendapat] tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (MK)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Ibnu Sina, Asy-Syifa’, Al-Ilahiyat, makalah 9, bagian 7, Bidar, Qom, Iran.

[2] Mulla Shadra, Al-Asfar Al-Arba’ah juz 9, hal. 165.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*