Falsafah Surga & Neraka: Sebuah Kajian Teologis dan Teleologis (2)

in Studi Islam

Keyakinan akan Hari kebangkitan pada hakikatnya adalah keyakinan akan adanya pengadilan yang maha agung yang akan digelar di akhirat dalam rangka memberikan balasan berupa pahala atas pelaku kebaikan dan berupa siksa kepada pelaku keburukan.

Gambar ilustrasi. Sumber: al-waie.id

Dalam kenyataannya, tindakan manusia selalu dipengaruhi oleh pikiran dan keyakinan atau aqidahnya. Dan seringkali ia merupakan perwujudan dari karakteristik jiwanya yang terbentuk oleh serangkain pengetahuannya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah, Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. Al-Isra: 84).

Dan salah satu tema aqidah yang luar biasa dapat berpengaruh positif terhadap prilaku dan perbuatan pemeluknya adalah keyakinan akan Hari Pembalasan, dan bahwa kehidupan di dunia merupakan awal perjalanan manusia menuju kehidupan abadi, dimana seluruh perbuatan baik dan buruknya selama di dunia akan diperhitungkan dalam sebuah pengadilan besar di hadapan Tuhan Sang Pencipta.

Hal itu disebabkan manusia cenderung untuk melakukan perbuatan jahat kecuali apabila ada ketentuan sangsi yang memberatkan dan siksa yang menyakitkan bagi setiap pelanggaran dan kejahatan yang dia lakukan.

Oleh sebab itu, sebagai perumpamaan, apabila di sebuah negeri diumumkan bahwa tindak kejahatan apa pun tidak akan pernah diproses secara hukum, tidak akan ada penangkapan dan penahanan oleh aparat penegak hukum, tidak ada peyidikan dan pengusutan, tidak ada berkas perkara, tidak ada sidang pengadilan dan tidak ada hukum dan sangsi terhadap kejahatan apa pun yang dilakuakn oleh warga negeri tersebut, maka dapat dibayangkan betapa riuh rendah dan kacau balaunya warga masyarakat di negeri itu.

Keyakinan akan Hari kebangkitan pada hakikatnya adalah keyakinan akan adanya pengadilan yang maha agung yang akan digelar di akhirat dalam rangka memberikan balasan berupa pahala atas pelaku kebaikan dan berupa siksa kepada pelaku keburukan. Pengadilan yang akan diselenggarakan di akhirat kelak berbeda dari pengadilan di dunia, hal itu dikarenakan sifat-sifat pengadilan ukhrawi diantaranya sebagai berikut:

  • Hakim pengadilan ini adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, Maha Kaya dan Maha Adil.
  • Bukti-bukti pengadilan ini adalah perbuatan-perbuatan manusia itu sendiri yang hadir dalam wujud yang sebenarnya.
  • Saksi-saksinya adalah anggota tubuh pelaku kejahatan dan tempat dimana ia melakukan kejahatan tersebut.
  • Keputusan pengadilan ini berupa wujud asli dari perbuatan manusia yang akan membuat senang atau menyebabkan derita bagi para pelakunya.

Keyakinan akan kepastian pengadilan ukhrawi dengan semua ciri-cirinya di atas sudah seyogyanya membuat seseorang terdorong keras ke jalan kebaikan yang dapat mempermudah posisinya dan menjauhkannya dari segala macam keburukan yang dapat mempersulit kedudukannya di akhirat.

Keyakinan akan adanya perhitungan dan pembalasan di Hari Pengadilan merupakan prinsip yang paling berpengaruh yang dapat menjamin manusia untuk tidak melakukan kejahatan dan mampu mewujudkan arus kuat di kedalaman jiwa seseorang berupa perasaan tanggung jawab di hadapan setiap tugas suci dalam kehidupan keberagamaannya, seperti yang dipercontohkan sekaligus dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib, “Demi Allah, saya lebih suka melewatkan malam dalam keadaan jaga di atas duri-duri sa’dan atau digiring dalam keadaan terbelenggu sebagai tawanan daripada menemui Allah dan Rasul-Nya di Hari Pengadilan sebagai penganiaya terhadap seorang hamba dari hamba-hamba Allah atau sebagai penyerobot hak seseorang…”

Keyakinan kuat akan Hari Pengadilan menyebabkan  Ali bin Abi Thalib berani memanaskan sepotong besi lalu  mendekatkannya ke tubuh saudaranya, Aqil bin Abi Thalib yang menghendaki tambahan bagian dari baitulmal, dan ketika saudaranya berteriak, beliau menasehatinya seraya berkata, “…wahai Aqil. Apakah anda menangis karena besi ini yang telah dibuat oleh seorang manusia sebagai main-main, sementara anda mendorong saya ke arah api yang dipersiapkan Allah Yang Mahakuasa karena kemurkaan-Nya ?!”

Allah berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}(الكهف/110).

“…maka barang siapa berharap untuk bertemu Tuhannya maka hendaknya ia beramal saleh dan tidak menyekutukan dalam menyembah Tuhannya” (QS.Al-Kahfi 110).

Sebaliknya, penolakan terhadap akhirat dan sikap melupakan Hari Perhitungan adalah sumber bagi semua tindak kejahatan.

Allah berfirman,

{لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}(النحل/60).

“Sifat buruk adalah bagi mereka yang tidak beriman kepada akhirat dan sifat yang mulia adalah bagi Allah, dan Dia-lah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana” (QS. An-Nahl 60)

إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ}(ص/26).

“…bagi orang-orang yang tersesat dari jalan Allah siksa yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan” (QS. Ash-Sshad 26)

Apakah kehidupan ukhrawi sama dengan kehidupan di dunia, atau memiliki perbedaan-perbedaan? Berdasarkan keterangan hadis dan Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa meski dalam beberapa aspek terdapat kesamaan antara kehidupan yang dinamakan dunia dan kehidupan yang disebut akhirat, namun masing-masing dari keduanya memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa tatanan yang berlaku dalam kehidupan di dunia berbeda dengan tatanan kehidupan di akhirat. (MK)

Bersambung…

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*