Al-Tahtawi; Islam dan Patriotisme (3)

in Studi Islam

Hukum Alam dan Syariat-Syariat

Kegiatan-kegiatan manusia harus menyesuaikan diri dengan penyebab-penyebab yang disebutkan tadi di atas; artinya manusia harus melakukan penelitian terhadapnya; jika tidak maka ia akan menerima hukuman Tuhan lantaran melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sang Pencipta penyebab-penyebab itu. Sekedar contoh dapat dikemukakan, jika orang ingin melihat di kegelapan malam dia harus melakukan serangkaian usaha untuk itu.

Sebaliknya jika ia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang diperlukan pada suasana tertentu, dan mengira bahwa hal itu dapat terjadi dengan sendirinya secara mudah, atau jika dia mengingkari watak intrinsik dari unsur-unsur tertentu; seperti ingin hidup tetap di dalam air, atau menyentuh api tanpa terbakar, atau minum racun tanpa mengalami sekarat, maka ia akan mendapatkan hukuman atas perbuatan-perbuatannya itu setimpal dengan pelanggarann yang dilakukannya terhadap penyebab-penyebab umum itu.

Dia akan tenggelam atau terbakar, akan mengalami kesulitan bernapas atau pun mati. Sebaliknya, jika ia mau meneliti dengan seksama penyebab-penyebab itu berikut watak-watak intrinsiknya masing-masing, ia akan terhindar dari malapetaka itu sampai ke batas yang sama, sebab mereka diselamatkan oleh bimbingan Tuhan yang menjaga, melindungi dan memberikan pertolongan.

Peraturan-peraturan Syariat tidak bertentangan dengan kebanyakan hukum-hukum alam ini. Peraturan-peraturan itu mencerminkan watak alami yang diciptakan Tuhan pada diri manusia dan menjadikannya sebagai kewajiban terhadap diri untuk dilaksanakan. Peraturan-peraturan itu seperti segumpal tanah liat yang dibentuk sesuai dengan kesenangannya dan diberikan model untuk menyesuaikan dengannya.

Peraturan-peraturan itu seolah-olah tertulis di atas lembaran hatinya oleh ilham Tuhan tanpa adanya perantara apapun. Kemudian, di belakang hari datanglah peraturan-peraturan hukum dari para nabi melalui beberapa perantara dan kitab-kitab suci yang tidak mengubah hukum-hukum ini sebagai sesuatu yang tidak berlaku, sebab hukum-hukum itu mengawali pengundangan hukum-hukum Tuhan yang suci yang berlaku bagi semua orang dan bangsa.

Pada masa dahulu kala hukum-hukum yang ditetapkan oleh orang-orang arif yang pertama dan para pemimpin bangsa-bangsa di dasarkan atas hukum-hukum alam ini. Dari hukum-hukum alam itu mereka mengumpulkan pedoman bagi kehidupan mereka di masa lampau itu. Dengan mendasarkan pada hukum-hukum ini pulalah bangsa-bangsa Mesir, Irak, Iran dan Yunani Kuno mencapai suatu tipe kesatuan organisasi untuk kehidupan bermasyarakat.  Ini bisa diartikan sebagai sifat Kemaha-Murahan Tuhan terhadap umat manusia, yang menunjukan kepada mereka cara hidup yang baik melalui perantaraan orang-orang arif di kalangan mereka yang menciptakan hukum-hukum sipil, terutama hukum-hukum yang dirasakan perlunya seperti perlindungan terhadap hak milik, terhadap jiwa, keturunan dan sebagainya. (SI)

Selesai.

Sebelumnya:

Al-Tahtawi; Islam dan Patriotisme (2)

Sumber:

Rifa’ah Badawi Rafi at-Tahtawi, Tanah Air dan Perasaan Cinta Kepada Tanah Air, di dalam buku John J. Donohoe dan John L. Esposioto, Islam dan Pembaharuan; Ensiklopedi Masalah-Masalah, CV. Rajawali, Jakarta, 1984

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1975

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*