“Lebih dari 1.400 tahun yang lalu, Al-Quran dan Nabi Muhammad memuji dan memuliakan madu sebagai obat penyembuh. Namun penjelasan secara ilmiah dan medis tentang kandungan-kandungan di dalam madu yang menyehatkan dan menyembuhkan belum lama ini dilakukan.”
–O–
Madu adalah sirup zat manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga dan digunakan oleh manusia sebagai pemanis atau olesan. Madu terdiri dari 17-20% air, 76-80% glukosa, dan fruktosa, serbuk sari, lilin, dan garam mineral. Komposisi dan warnanya bergantung pada jenis bunga yang memasok nektar. Misalnya, Alfalfa dan Semanggi menghasilkan madu putih, jenis Heather (misalnya camellias, pieris, skimmia, citrus, dan lain-lain) berwarna coklat kemerahan, Lavender rona amber, dan Akasia dan Sainfoin berwarna jerami.[1]
Berikut ini adalah profil kandungan madu yang khas menurut Bee Source:
- Fruktosa: 38,2%
- Glukosa: 31,3%
- Maltose: 7,1%
- Sukrosa: 1,3%
- Air: 17,2%
- Gula yang lebih tinggi: 1,5%
- Abu: 0,2%
- Lainnya / belum ditentukan: 3.2%.
Tingkat pH madu sedikit asam (antara 3,2-4,5), dan hal inilah yang membantu mencegah pertumbuhan bakteri, sementara unsur penyusun antioksidannya membersihkan radikal bebas. Sifat fisik madu bervariasi tergantung pada jenis flora yang digunakan untuk memproduksinya, begitu pula kandungan airnya. Memang, kandungan obat dalam madu telah didokumentasikan dalam literatur medis tertua di dunia, dan sejak zaman kuno, madu diketahui memiliki khasiat antimikroba serta aktivitas penyembuhan luka.[2]
Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan medis kenapa madu dianggap baik untuk kesehatan maupun pengobatan[3]:
Mendukung Pembentukan Darah
Madu menyediakan bagian penting dari energi yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan darah. Selain itu, madu membantu membersihkan darah. Madu memiliki beberapa efek positif dalam mengatur dan memfasilitasi sirkulasi darah. Dia juga berfungsi sebagai perlindungan terhadap masalah kapiler dan arteriosklerosis.
Tidak Mengakomodasi Bakteri
Bakterisida (pembunuh bakteri) milik madu diberi nama “efek penghambatan.” Ada berbagai alasan kenapa sifat anti mikroba ini terdapat pada madu. Beberapa di antaranya adalah karena: kandungan gula tinggi yang membatasi jumlah mikroorganisme air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, keasamannya yang tinggi (pH rendah) dan komposisi yang menghambat bakteri dari nitrogen yang diperlukan untuk reproduksi, dan adanya hidrogen peroksida serta antioksidan dalam madu yang mencegah pertumbuhan bakteri.
Antioksidan
Setiap orang yang ingin hidup lebih sehat harus mengkonsumsi antioksidan. Antioksidan adalah komponen dalam sel yang menyingkirkan produk sampingan berbahaya dari fungsi metabolik normal. Unsur-unsur ini menghambat reaksi kimia yang merusak yang dapat menyebabkan pembusukan makanan dan menimbulkan banyak penyakit kronis. Peneliti meyakini produk makanan kaya antioksidan bisa mencegah masalah jantung dan kanker. Antioksidan kuat terdapat di dalam kandungan madu: pinocembrin, pinobaxin, chrisin dan galagin. Pinocembrin adalah antioksidan yang hanya ada pada madu.[4]
Madu sebagai depot vitamin dan mineral: madu terdiri dari gula seperti glukosa dan fruktosa dan mineral seperti magnesium, potasium, kalsium, natrium klorin, belerang, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B6, B5 dan B3 yang semuanya berbeda pada tiap madu, tergantung dari kualitas nektar dan serbuk sarinya. Selain di atas, tembaga, yodium, dan seng juga ada, meski dalam jumlah kecil.
Madu digunakan untuk Menyembuhkan Luka
Ketika digunakan untuk perawatan luka, berkat kemampuannya menyerap kelembaban dari udara, madu memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah munculnya jaringan parut (bekas luka). Hal ini disebabkan karena madu merangsang pertumbuhan sel epitel yang membentuk penutup kulit baru di atas luka yang disembuhkan. Dengan cara ini, meski dalam kasus luka besar, kebutuhan akan transplantasi jaringan mungkin tidak diperlukan. Berikut ini adalah penjelasannya:
Pertama, madu merangsang kembali pertumbuhan jaringan yang terlibat dalam proses penyembuhan. Madu merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan pertumbuhan fibroblas yang menggantikan jaringan ikat pada lapisan kulit yang lebih dalam dan menghasilkan serat kolagen yang memberi kekuatan untuk perbaikan.
Kedua, madu memiliki kemampuan antiinflamasi yang dapat mengurangi pembengkakan di sekitar luka. Hal tersebut dapat meningkatkan sirkulasi dan dengan demikian mempercepat proses penyembuhan. Madu juga dapat mengurangi rasa sakit.
Ketiga, madu tidak menempel pada jaringan luka yang mendasarinya, jadi tidak ada bekas jaringan baru terbentuk, sehingga tidak akan ada rasa sakit saat pembalut (perban, plester, dan lain-lain) diganti.
Keempat, berkat sifat antimikroba yang telah disebutkan di atas, madu memberikan lapisan pelindung untuk mencegah luka terinfeksi. Selain itu, madu juga dengan cepat dapat membersihkan infeksi yang ada dari luka. Ini sepenuhnya efektif, bahkan terhadap bakteri yang tahan antibiotik. Tidak seperti antiseptik dan antibiotik, madu tidak mengalami penurunan kualitas proses penyembuhan melalui efek samping pada jaringan luka.[5] (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Petrosillo N. “Natural Products and Wound Management: A Never-Ending Story”. Clinical Infectious Diseases2008; 47(5): 730-1, dalam Abbasali Purbafrani, Seyed Amirhosein Ghazizade Hashemi, Saeed Bayyenat, Habibolah Taghizade Moghaddam, dan Masumeh Saeidi, The Benefits of Honey in Holy Quran, (International Journal of Pediatrics [Supplement 5], Vol.2, N.3-3, Serial No.9, September 2014), hlm 68.
[2] Petrosillo N, Loc. Cit; J.W.White JR, Landis WD. “Honey Composition and Properties”. Beesource. Accessed October 10th 2013; Mahantayya V Math. “Oesophagus: Heartburn and Honey”. BMJ 5 January 2002. Accessed October 10th 2013; E Haffejee, A Moosa. “Honey in the treatment of infantile gastroenteritis”. BMJ 1985; 290 doi: http://dx.doi.org/10.1136/bmj.290.6485.1866 (Published 22 June 1985). Accessed October 10th 2013; Kwakman PH, te Velde AA, de Boer L, Speijer D, Vandenbroucke-Grauls CM, Zaat SA. “How honey kills bacteria”. FASEB Journal 2010;24(7):2576-82; Herman Avner Cohen, Josef Rozen, Haim Kristal, Yoseph Laks, Mati Berkovitch, Yosef Uziel, et al. “Effect of Honey on Nocturnal Cough and Sleep Quality: A Double-blind Randomized, Placebo-Controlled Study”. Pediatrics. originally published online August 6, 2012. Accessed October 10th 2013; Kendall Powell. “Honey kills antibiotic-resistant bugs”. Nature. Published online 19 November 102. Available at: http://www.nature.com/news/2002/021118/full/news021118-1.html.Accessed October 10th 2013; dalam Abbasali Purbafrani, Seyed Amirhosein Ghazizade Hashemi, Saeed Bayyenat, Habibolah Taghizade Moghaddam, dan Masumeh Saeidi, Ibid., hlm 69.
[3] Abbasali Purbafrani, Seyed Amirhosein Ghazizade Hashemi, Saeed Bayyenat, Habibolah Taghizade Moghaddam, dan Masumeh Saeidi, Ibid., hlm 70-71.
[4] Honey A Source of Antioxidants. Journal of Apicultural Research, 1998, 37:221-5. Available at: www.nutritionfarm.com/health_news/1998/antioxidants4.htm; Janet Raloff, “The Color of Honey,” www.sciencenews.org/sn_arc98/9_12_98/Bob1, dalam Abbasali Purbafrani, Seyed Amirhosein Ghazizade Hashemi, Saeed Bayyenat, Habibolah Taghizade Moghaddam, dan Masumeh Saeidi, Ibid., hlm 70.
[5] Honey As Medicine—Australia Produces A World’s First! San Diego Earth Times, January 2000, Available at:www.sdearthtimes.com/et0100/et0100s17, Abbasali Purbafrani, Seyed Amirhosein Ghazizade Hashemi, Saeed Bayyenat, Habibolah Taghizade Moghaddam, dan Masumeh Saeidi, Ibid., hlm 71.
Mencerdaskan dan mencerahkan.??