“Di antara sejumlah pusat studi keislaman dunia, Tarim adalah mahkotanya.”
—Ο—
Bagi sebagian kalangan di Indonesia, nama kota Tarim mungkin tidak terlalu akrab. Tapi bagi sebagian yang lain – seperti para santri dan kalangan ulama – begitu mendengar nama Tarim, hatinya mungkin langsung terguncang. Ada kerinduan, kesan spiritual, dan perhormatan yang dalam pada tempat ini. Di antara sejumlah pusat studi keislaman dunia, Tarim adalah mahkotanya. Bila di tempat lain orang berkunjung karena satu dan lain alasan, seperti berdagang, berbisnis, atau politik – di Tarim orang-orang datang hanya untuk mencari ilmu, berziarah, ataupun bersilahturahim dengan para ulama. Inilah kota yang banyak dijuluki sebagai “kota seribu wali”.
Bila di era modern ini kita hanya membaca di buku-buku tentang tata laku kehidupan para ahli tarekat, maka di Tarim, orang-orang seperti itu benar-benar hidup. Mereka berjalan-jalan di tengah masyarakat, menjalani laku hidup yang tertib, disiplin dan zuhud. Keahlian mereka dalam masalah agama sangat komprehensif, mulai dari teoritis hingga praktis. Tak ayal para pelajar dari berbagai negara datang ke Tarim, tak terkecuali dari Indonesia.
Ditinjau secara historis, hubungan Islam Nusantara dengan Tarim bisa dikatakan sangat erat, baik secara keilmuan, maupun secara genetis. Tidak sedikit para ulama-ulama masyhur di nusantara adalah anak keturunan dari para ulama-ulama Tarim. Bahkan beberapa riwayat menyatakan leluhur walisongo, adalah keturunan dari Tarim. Dalam hal tata pelaksanaan peribadatan, yang kita laksanakan di nusantara sebagian besarnya merupakan pengaruh dari Tarim. Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi’i. Banyaknya penganut Islam bermahzab Syafi’I di Nusantara adalah bukti yang paling mencolok kuatnya ikatan tradisi keilmuan tersebut.[1]
Artikel terkait:
Melacak Asal-Usul Habib di Indonesia (2): Dakwah Damai Alawiyin
Sekilas mengenal “Alhabib ‘Ali bin Muhammad bin Husain al Habasyi”
Secara geografis, Tarim adalah sebuah kota kecil yang terletak di propinsi Hadramaut, Yaman. Berada di ketinggian 2070 kaki di atas permukaan laut, Tarim terletak di garis lintang 16 derajat utara khatulistiwa dan garis bujur 48 derajat di sebelah timur Greenwich. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Jaraknya sekitar 24 km ke Sayun dan 356 km ke Al Mukalla, ibukota Provinsi Hadhramaut.[2]
Jumlah penduduk di kota ini hanya 58.523 jiwa, dan hampir semuanya santri atau para pencari ilmu. Tidak mengherankan bila nuansa religiusitas demikian kental terasa di kota ini. Mata pencaharian penduduknya terbilang beragam. Ada yang berprofesi sebagai petani, tukang kayu, perajin, dan lainnya. Secara ekonomi, kota ini terkenal sebagai sentra kerajinan seperti barang-barang dari besi, las, pertukangan, dan tembikar.[3]
Sejarah menyebutkan, asal nama Tarim diambil dari nama seorang raja yang pernah menguasai wilayah ini bernama Tarim bin Hadhramout bin Saba’. Kota ini disebutkan dalam prasasti Yaman kuno seperti Taram atau Tarim. Di zaman kuno, Tarim diduduki dan dijadikan ibukota oleh raja-raja Kindah.[4] Nama lain bagi Tarim adalah al Ghanna yang merujuk kepada banyaknya pohon-pohon yang tumbuh serta sungai-sungai yang mengalir di situ, bagai oase di tengah-tengah tandusnya sebagian besar tanah Yaman.[5]
Ketika Islam pertama kali datang, di antara sekian banyak wilayah di luar Hijaz (Mekkah dan Madinah), masyarakat Tarim adalah salah satu yang pertama-tama secara langsung menerima Islam. Mereka masuk Islam pada masa Rasulullah Saw masih hidup. Ketika itu mereka datang menghadap kepada Nabi, dan Nabi mengutus Ziyad bin Labiid al-Bayadi al-Ansari untuk membina masyarakat di sana.[6] Seiring berjalannya waktu, Tarim berkembang menjadi salah satu pusat perkembangan Islam Timur Tengah. Sampai sekarang, masih bisa ditemui madrasah-madrasah yang umurnya sudah ratusan tahun di Tarim. Salah satu tempat penyebaran ilmu yang sudah berumur ratusan tahun adalah rumah Al Imam Faqih Al Muqaddam yang meninggal pada tahun 623 H.[7]
Di samping itu, di kota ini juga terdapat banyak sekali makam-makam para ulama besar dan ahli tarekat. Salah satu yang paling dianggap sakral adalah komplek pemakaman Zanbal. Konon di tempat ini terdapat puluhan ribu pusara aulia Allah yang kebanyakan di antaranya adalah keturunan Rasulullah dari Bani ‘Alawiyyin.
Al-habib Abdurrahman As-Segaff atau yang lebih dikenal dengan Imam Faqih Muqaddam Tsani (wafat tahun 819 H) pernah berkata: Di Zanbal itu bersemayam para tokoh aulia yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang. Dan di situ pula terbaring 80 wali dari kalangan sayyid yang telah mencapai derajat Qutub. Di antara aulia dari keturunan Rasulullah yang disemayamkan di Zanbal adalah Imam ‘Ali bin Muhammad bin ‘Alwi, Imam Faqih Muqaddam Muhammad bin ‘Ali Ba ‘Alawi, Imam Abbdurrahman bin Muhammad As-Segaff, Syekh ‘Abdullah bin Abu Bakar Al-‘Idrus, Habib ‘Ali bin Abu Bakar As-Sakran, dan Imam ‘Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad. Selain itu, di Zanbal juga disemayamkan para sahabat Badar. Mereka berada di Tarim atas perintah Khalifah Abu Bakar untuk memastikan kesetiaan masyarakat Tarim dan juga untuk mengambil zakat dari mereka pasca wafatnya Rasulullah. [8] (AL)
Bersambung…
Catatan kaki:
[1] Lihat, https://tebuireng.online/tarim-kota-santri-dan-kota-wali-di-yaman-bagian-i/, diakses 7 Maret 2018
[2] https://www.isesco.org.ma/blog/2015/06/11/tarim-islamic-culture-capital-for-2010/
[3] http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/03/24/onatrc313-tarim-kota-bersejarah-hadramaut
[4] https://www.isesco.org.ma/blog/2015/06/11/tarim-islamic-culture-capital-for-2010/
[5] Lihat, https://tebuireng.online/tarim-kota-santri-dan-kota-wali-di-yaman-bagian-i/, Op Cit
[6] Lihat, The History of Al Tabari, Vol. X, Conquest of Arabia, Translate by Fred M. Donner, State University of New York Press, 1993, hal. 175
[7] Lihat, https://tebuireng.online/tarim-kota-santri-dan-kota-wali-di-yaman-bagian-i/, Op Cit
[8] Karena Zanbal merupkan tempat yang sakral, maka makam ini tidak pernah sepi dari para peziarah. Setiap minggu ahlu Tarim rutin melaksanakan ziarah umum ke Pemakaman Zanbal, tepatnya pada hari Jumat setelah shalat Subuh. Ziarah ini dipimpin langsung oleh Mufti Tarim. Bukan hanya ramai saat ziarah umum, Zanbal juga tak pernah sepi dari para pengunjung di setiap harinya. Lihat, http://aceh.tribunnews.com/2017/04/02/tempat-paling-sakral-di-tarim, diakses 7 Maret 2018
Alhamdulillah, makasih infonya min.