Abdul Muthalib (1); Rantai Nasab yang Mulia

in Tokoh

Last updated on January 28th, 2018 06:10 am

Sebagaimana  yang Rasulullah SAW ungkapkan, bahwa beliau berasal dari sulbi-sulbi terbaik; salah satunya adalah Abdul Muthalib.”

 —Ο—

 

Setiap kisah yang mengitari kehidupan masa kecil Rasulullah SAW, hampir tidak pernah bisa melewatkan satu nama ini, Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia adalah kakek tercinta Rasulullah yang merawatnya dan melindunginya ketika Rasul menjadi yatim piatu. Hingga akhir hayatnya, satu-satunya yang ada dipikirannya hanya nasib cucu kesayangannya ini. Dan ia hanya mempercayakan hak asuh atas Nabi Muhammad SAW kepada putra kebanggaannya, yang juga mewarisi hak kepemimpinannya atas Bani Hasyim, Abu Thalib.

Abdul Muthalib, bila diartikan secara harfiah berarti “budak Muthalib”. Awal mula munculnya nama ini cukup unik. Ketika itu, Hasyim yang merupakan ayah Abdul Muthalib adalah pemimpin kota Mekkah. Ia adalah seorang saudagar sukses yang dikenal bijaksana dan sangat demawan. Ia melayanin para peziarah yang datang ke Mekkah untuk berhaji dan menyiapkan semua keperluan mereka selama di sana, seperti air dan makanan. Bila uang dari hasil penggumpulan pajak tidak mencukupi, maka ia tidak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk mencukupi keperluan para peziarah ini.

Bila di masa Rasulullah masyarakat Mekkah kerap melakukan dua perjalanan dagang keluar negeri – ke Syiria dan Yaman – Hasyim lah yang mula-mula melakukan inovasi perdagangan tersebut. Bahkan ia membuat skema perencanaan yang sangat matang untuk setiap ekspedisi perdagangannya. Seperti, pada musim dingin, ia mengirim kafilah dagangnya ke Yaman, dan ketika musim panas, ia mengirim kafilah dagangnya ke Syiria.[1] Apa yang dilakukan oleh Hasyim ini kemudian menuai keuntungan yang luar biasa, sehingga banyak ditiru oleh masyarakat Mekkah lainnya, dan menjadi semacam tradisi hingga di kemudian hari.

Hasyim meninggal dunia di Gaza pada tahun 510 M. Ia hanya diketahui pernah menikah satu kali, yaitu dengan seorang wanita dari Madinah bernama Salma. Dari Salma ia dikaruniai seorang putra bernama Syaibah. Namun tentang Salma dan Syaibah tidak banyak masyarakat Mekkah yang mengenalnya, sebab mereka lebih banyak menghabiskan hidup di Madinah. Adapun di Mekkah, setelah wafatnya Hasyim, kedudukan sebagai pemimpin kota tersebut beralih ke tangan Muthalib yang tidak lain adalah adiknya. Satu ketika, Muthalib teringat dengan kemenakannya yang berada di Madinah, dan bermaksud mengunjunginya untuk mengetahui keberadaannya. Di Madinah sendiri, Syaibah sudah tumbuh menjadi remaja yang masyur namanya. Di kota itu ia mendapat panggilang mulia, yaitu Al Faiz yang artinya “sang dermawan” karena kemurahan hatinya.[2]

Setelah menemui kemenakannya, akhirnya Muthalib memutuskan untuk memboyong kemenakannya kembali ke Mekkah dan merawatnya. Begitu memasuki kota Mekkah dengan Syaibah, orang-orang Mekkah yang tidak mengenal Syaibah menyangka bahwa yang datang bersama Muthalib itu adalah budaknya. Sehingga mereka memanggilnya dengan Abdul Muthalib. Nama itu ternyata terus melekat pada dirinya, dan nama Syaibah pun sejak itu hilang begitu saja.[3]

Selain Abdul Muthalib beliau juga kerap dipanggil dengan Abu Harist, atau ayah Harist, putra pertamanya. Sebagaimana  yang Rasulullah SAW ungkapkan, bahwa beliau berasal dari sulbi terbaik, maka secara otomatis Abdul Muthalib pun demikian. Bila dirunut, Nama lengkap Abdul Muthalib adalah Syaibah bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzayma bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur bin Tayrah bin Ya’rub bin Yasyjub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Aybir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamikh bin Mutusyalikh bin Akhnukh bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin Yanish bin Syits bin Adam.[4] 

Berikut ini silsilah Abdul Muthalib yang bersambung dari Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW:

Sumber Gambar: luqmanshareef.com

 

Bersambung

Abdul Muthalib (2); Menggali Sumur Zamzam

Catatan kaki:

[1] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, Yogyakarta, Navila, 2008, Hal. 6-7

[2] Ibid

[3] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume One, Riyadh, Darussalam, 2000, Hal. 62

[4] Lihat, http://nabimuhammad.info/abdul-muthalib/, diakses 26 Januari 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*