Al Kindi

in Tokoh

Last updated on October 12th, 2017 07:26 pm

Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad Al-Ash bin Qais al Kindi dilahirkan pada 185 Hijiah (801) di Kufah, Irak. Al Kindi berasal dari suku Arab yang terpandang dan memainkan peran utama dalam dunia pemikiran Islam.

Al Kindi memulai pelajarannya di Kufah, kemudian di Basrah dan Bahdad. Pada masa itu, ilmu-ilmu filsafat, kedokteran, geografi, geometri, astronomi, matematika, astronomi, dan lain-lain banyak diajarkan di perbagai Universitas di kota-kota besar Islam. Pengetahuan Al Kindi yang sangat luas dan beraneka ragam dapat diukur dengan hasil kerja yang meliputi banyak bidang ilmu. Ia menulis sebanyak 270 buku dalam pelbagaai bidang pengetahuan sejak berusia 19 tahun. Buku-buku sebanyak itu dihasilkannya dalam kurun waktu 48 tahun.

Ia menerjemahkan buku-buku dari Bahasa Yunani, Persia, Syiria, dan Mesir ke dalam Bahasa Arab. Konon, ia diberi honor oleh pihak penguasa dengan emas seberat buku yang diterjemahkannya.

Karya-karyanya meliputi filsafat, logika, matematika, kedokteran, astronomi, psokologi, politik, meteorology, dan lain-lain lagi. Sayang, kebanyakan karya Al Kindi lenyap bersama runtuhnya Bahdad akibat serangan Mongol. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 buah ditemukan di museum Islambul, Turki.

Dalam karya optiknya, al Kindi membahas lintasan cahaya sepanjang garis lurus proses pengelihatan langsung, dan sudut pengelihatan atau melihat dengan prisma. Selain itu, ia mengatakan bahwa perjalanan cahaya tidak memerlukan waktu. “warna itu sesungguhnya tidak datang dari langit begitu saja, melainkan timbul dari campuran kegelapan langit dengan cahaya atom-atom debu, uap, dan sebagainya yang disinari cahaya matahari”.

Dalam risalah lainnya yang disusunnya seputar tema pasang surut, ia mengemukakan teori-teori yang merupakan hasil kajiannya secara pribadi. Ia juga menulis tentang besi dan baja yang digunakan untuk membuat senjata api. Usaha kerasnya untuk memastikan hukum-hukum yang membuat tubuh manusia mudah jatuh ke bawah dari tempat tinggi menjadikannya di sebut-sebut sebagai pionir Teori Gravitasi yang kelak disusun dan dikemukakan oleh Isac Newton.

Salah satu buku Al Kindi dalam bidang kedokteran ialah The Books of Optics, yang diterjemahkan dalam Bahasa Latin. Buku ini sangat mempengaruhi Roger Bacon dan Ilmuan Eropa lainnya.

Selain dikenal sebagai pakar dalam bidang Farmakologi, di barat, al Kindi juga sangat popular sebagai pakar music. Namanya dimasukkan dalam buku Introduction to History of Science. Sebuah karyanya diterjemahkan dalam Bahasa Perancis, dengan judul De Aspectigus, yang membahas ilmu geometri dan ilmu anatomi mata. Bukunya mengenai astronomi telah diterjemahkan dalam Bahasa Latin pada 1910 dan seterusnya diterjemahkan dalam bahasa Jerman.

Al Kindi wafat di Madinah akibat penyakit lemah jantung saat usia 65 tahun, pada bulan Ramadhan, 252H (November 866M).

Perdebatan Tentang ‘Kontradiksi’ Al-Qur’an
Di masa hidup Al-Kindi, Islam menghadapi banyak kritik dari berbagai kalangan pemikir aliran dan agama lain. Tak sedikit di antara kritik itu yang menyebabkan umat Islam terguncang dan bingung.

Salah tema kontroversial yang kerap ditulis pada periode itu adalah soal kontradiksi-kontradiksi dalam al-Qur’an. Berbagai pemikir ateis, Yahudi, Kristen dan aliran2 lain kerap menelurkan karya berkenaan dengan kontradiksi2 dalam al-Qur’an. Akibatnya, murid2 Al-Kindi kebingungan. Sedikit demi sedikit Al-Kindi mencoba menjawab berbagai keberatan dan kritik yang dilontarkan berkenaan dengan kontradiksi2 al-Qur’an.

Tapi kemudian, tibalah saatnya Al-Kindi merasa kelelahan. Dia mengutus salah seroang murid dekatnya berkelana mencari alim ulama yang bisa memberikan jawaban singkat padat dan tuntas soal kontradiksi2 al-Qur’an. Setelah berkeliling kesana kemari, orang2 di Samarra, Irak, akhirnya menyuruhnya untuk mendatangi majlis taklim Imam Hasan Al-Askari.

Mendengar pertanyaan murid Al-Kindi itu, Imam Hasan Al-Askari menawarkan ini: “Bagaimana kalau saya beri kau kunci masalah keilmuan.” “Sangat menyenangkan,” jawab murid Al-Kindi.

Lalu Imam Hasan Al-Askari melontarkan pertanyaan sederhana ini: “Bukankah kau tahu selalu ada kemungkinan bahwa maksud Sang Pembicara (Allah) selalu bisa berbeda dengan pengertian yang ditangkap oleh si pembaca?!” (Bahkan, dalam komunikasi antar manusia saja selalu ada kemungkinan salah paham antara pembicara dan lawannya. Akibatnya, kehati-hatian lawan bicara jauh lebih logis ketimbang tuduhan si lawan bicara bahwa pembicara telah terjebak dalam kontradiksi. Apalagi dalam konteks ini pembicara adalah Tuhan yang Maha Mengetahui.

“Betul, memang selalu ada kemungkinan seperti itu,” jawab murid Al-Kindi.

“Padahal, kontradiksi mengasumsikan persamaan antara maksud Sang Pembicara dengan pemahaman si pembaca.” Jelasnya, tak ada kontradiksi antara dua objek yang memang sejak awal berbeda.

Mendengar jawaban singkat ini, murid itu segera meminta diri dan bergegas menemui Al-Kindi. Di hadapan Al-Kindi, dia bilang bahwa dia punya gagasan untuk menjawab tuntas semua isu berkenaan dengan kontradiksi dalam al-Qur’an. Lalu dia mulai bercerita. Mendengar gagasan muridnya ini, Al-Kindi berkomentar, “Beritahu aku dari mana kau dapat gagasan ini?”

“Ini gagasanku sendiri,” jawabnya.

Al-Kindi menggelengkan kepala dan menimpali, “Tak mungkin gagasan seperti ini datang dari dirimu, karena di sini terletak argumen yang pasti datang dari ilmu yang tinggi.”

Setelah didesak, muridnya itu lantas mengakui bahwa dia memperolehnya dari Imam Hasan Al-Askari. Mendengar nama Hasan Al-Askari, Al-Kindi langsung berkomentar, “Memang hanya dia yang punya kapasitas untuk memberi jawaban sekelas ini. Dia mewarisi ilmu Nabi dan memperoleh ilmu langsung dari Tuhan.”[]

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*