“Menurut Ibnu Khaldun, seluruh Nabi harus mendapatkan dukungan dari sejumlah kelompok yang berpengaruh. Mereka memerlukan dukungan untuk menjamin keamanan sekaligus kekuatan yang sanggup melindungi mereka dari gangguan pihak musuh. Bagi Nabi Muhammad SAW dukungan itu beliau dapatkan dari Bani Hasyim.”
—Ο—
Pada abad kelima Masehi, Qusay lahir dalam lingkungan suku Quraisy. Suku Quraisy sendiri diambil dari nama Quraisy leluhur Qusay yang juga bernama lain Fihr (atau Fahr)[1]. Penamaan Quraisy berasal dari nama lain Fihr, yang kemudian menurunkan keturunan sampai pada Qusay.[2] Dikarenakan kebijaksanaannya (Qusay), ia menjadikan sukunya termasyhur dan sangat disegani. Ia membangun kembali Ka’bah yang saat itu dalam keadaan rusak, serta mengimbau orang-orang Arab untuk mendirikan rumah-rumah mereka disekelilingnya. Ia juga membangun balairung[3] kota yang pertama di Makkah. Para pemimpin dari berbagai suku sering berkumpul di balairung tersebut untuk memusyawarahkan segenap persoalan sosial, komersial, kultural dan politik. Qusay memberlakukan keharusan untuk menyediakan makanan dan air kepada para peziarah yang datang ke Makkah. Untuk keperluan itu, ia mengimbau bangsa Arab untuk memberi dukungan dengan membayar pajak.
Edward Gibbon mengatakan:
“Qusay yang lahir sekitar tahun 400 M, yang adalah kakek buyut dari Abdul Mutthalib yang karenanya merupakan leluhur kelima dari Muhammad, menduduki kekuasaan tertinggi di Makkah”[4]
Qusay wafat pada tahun 480 M. putranya yang bernama Abdul Manaf meneruskan kedudukan dan tugas-tugasnya. Ia juga termasyhur berkat kemampuan dirinya. Ia disegani karena kedermawanan dan keadilannya. Abdi Manaf sendiri sebenarnya berarti ‘abdi (hamba) dari Manaf. Manaf adalah salah satu dewa yang dipuja-puja oleh bangsa Arab suku Quraisy dan sekitarnya pada masa pra-Islam.[5] Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Hasyim. Sejak menduduki tampuk kepemimpinan, ia menamai klannya dengan namanya sendiri. Sejak itu, klannya menjadi terkenal dalam sejarah dengan sebutan bani Hasyim. Hasyim adalah sosok yang istimewa. Berkat dirinyalah, para saudagar Quraisy menjadi saudagar-saudagar besar. Hasyim merupakan orang pertama yang mengadakan perjalanan kafilah di dua musim sekaligus, di musim panas dan musim dingin. Ia juga orang pertama yang menyediakan sup daging kepada bangsa Arab. Namun baginya, bangsa Arab akan tetap menjadi penggembala untuk selama-lamanya.
Kepemimpinan yang bijak dan kedermawanan yang tulus adalah dua diantara sejumlah keutamaan Nabi Muhammad yang diwarisi dari leluhurnya itu. Hasyim menikahi seorang wanita Yatsrib (bernama Salma). Darinya, ia memiliki putra yang dinamainya Abdul Mutthalib. Pada gilirannya, Abdul Mutthalib menggantikan ayahnya memimpin bani Hasyim.
Edward Gibbon mengatakan:
“kakek Muhammad yang bernama Abdul Mutthalib, yang merupakan leluhurnya secara langsung, selalu muncul dalam pelbagai kesepakatan baik di dalam maupun di luar negeri sebagai tokoh besar negerinya; mereka semua (para pemimpin bani Hasyim) menjalankan pemerintahannya –seperti Percales di Athena atau Medic di Florence- dengan pandangan-pandangan yang bijak dan adil; dan pengaruh mereka diwariskan secara turun-temurun.
Suku Quraisy, berkat keterampilan atau kekuatan, akhirnya mendapatkan status sebagai penjaga Ka’bah; jabatan sakral ini diwariskan secara turun-temurun dan berturut-turut kepada empat kakek Muhammad; dan keluarga Hasyim, dari mana ia terlahir, amat disegani dan terpandang di mata bangsanya. Sebagai anak keturunan Nabi Ismail, Muhammad memiliki status istimewa serta selalu menjadi buah bibir masyarakat. Kalau saja memiliki asal-usul keturunan yang tidak jelas dan diragukan, niscaya ia tidak akan dapat menghasilkan banyak generasi keturunannya yang bermartabat dan terpandang. Pada kenyataannya, ia lahir dari bani Hasyim yang sangat termasyhur di kalangan bangsa Arab, klan yang paling terpandang dan amat disegani di kota Makkah dan pewaris jabatan penjaga Ka’bah.”[6]
Hasyim memiliki seorang adik lelaki yang bernama Al Muththalib putra Abdul Manaf. Waktu itu, ia memimpin klannya. Dan ketika ia wafat, kemenakan lelakinya, Abdul Muththalib (putra Hasyim) pun menggantikannya sebagai kepala klan. Abdul Muththalib memperlihatkan seluruh keutamaan yang sebelumnya telah membesarkan dan memasyhurkan nama ayah dan kakeknya.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kota Makkah, sebagaimana kota-kota lainnya di Jazirah Arab, tidak memiliki pemerintah dan pemerintahan. Namun begitu, kota tersebut didominasi oleh suku Quraisy yang terdiri dari dua belas klan, salah satunya adalah bani Hasyim. Untuk menangani kerusakan moral yang saat itu (setengah abad sebelum kelahiran Nabi Muhammad Saw) sudah sedemikian merajalela, para anggota keluarga bani Hasyim didesak untuk melakukan berbagai upaya pencegahan serta meningkatkan iklim intelektual, sosial, dan ekonomi negeri. Karena itu, mereka membentuk Majelis Tinggi Permusyawaratan (Dar un Nadwah). Tujuan utama dari majelis ini adalah untuk mencegah terjadinya peperangan (antar suku) serta melindungi kaum yang lemah dan tidak berdaya dari ancaman musuh-musuhnya.
Bani Hasyim juga menaruh perhatian pada kesejahteraan bangsa Arab, seraya membuka kerja sama perdagangan dengan negeri-negeri tetangga, dengan mengirimkan kafilah-kafilah dagang ke Suriah di musim panas, dan ke Yaman di musim dingin. Kafilah-kafilah tersebut bertolak dari Makkah dengan membawa produk-produk semacam buah kurma, perlengkapan kuda dan unta, selmut yang terbuat dari bulu domba atau unta, parfum dan rempah-rempah, dupa, kulit-kulit binatang padang pasir, dan kuda-kuda dari keturunan yang bagus. Mereka lalu kembali dari perjalanan dagangnya dengan membawa bahan tekstil, minyak zaitun, kopi, buah-buahan dan padi-padian.[7]
Baik majelis tinggi permusyawaratan dan kafilah dagang merupakan sumbangan besar yang diberikan bani Hasyim kepada bangsa Arab. Namun sumbangan yang lebih besar yang diberikan bukan hanya kepada bangsa Arab tapi kepada seluruh dunia adalah seorang anak bernama Muhammad, yang merupakan putra dari Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahab.
Menurut Ibnu Khaldun, seluruh Nabi harus mendapatkan dukungan dari sejumlah kelompok yang berpengaruh. Para nabi, jelas amat memerlukan dukungan tersebut sebagai jaminan keamanan sekaligus kekuatan yang sanggup melindungi mereka dari gangguan pihak musuh. Tanpanya, mereka (para nabi) niscaya tidak akan dpat menjalankan misi illahiahnya.[8]
Dalam kasus Nabi Muhammad, bani Hasyim menjadi kelompok paling berpengaruh yang melindunginya dari bani Umayyah, menjamin keamanannya, dan memungkinkannya menjalankan misi kenabiannya. (SI)
Catatan Kaki :
[1] Lihat http://biografi-tokoh-islam.blogspot.co.id/2015/06/abdul-mutthalib-bin-hasyim.html diakses pada tanggal 12 November
[2] Garis keturunan dari nabi Muhammad langsung pada nabi Ibrahim dapat dilihat dari silsilah berikut : Muhammad bin Abdullah bin ‘Abd al-Muththalib bin Hâsyim bin ‘Abd al-Manâf bin Qusay bin Kilab bin Murra bin Kaa’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy (Fihr) bin Malik bin Nazar bin Kinanah bin Khuzaymah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mazar bin Nazar bin Ma’ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim
[3] balai atau pendopo besar tempat raja dihadap rakyatnya (KBBI)
[4] Lihat, Edward Gibbon, The decline and Fall of The Roman Empire, dalam buku Sayyed Ali Ashger Razwi, Muhammad Rasulullah Saw; Sejarah Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan barat, Pustaka Zahra, Jakarta, 2004, hal 38
[5] Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Hasyim, diakses pada tanggal 12 November
[6] Op.cit
[7] Lihat, Sayyed Ali Ashger Razwi, Muhammad Rasulullah Saw; Sejarah Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan barat, Pustaka Zahra, Jakarta, 2004, hal 39
[8] Lihat, Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2011, hal 162-163
masya Allah…
Alhamdulillah Jazakallahu khairan katsiran