Bani Hasyim dan Boikot Kaum Quraisy (1)

in Sejarah

Last updated on November 22nd, 2017 04:03 pm

Kekejaman kaum Quraisy pada Rasulullah SAW dan pengikutnya semakin memuncak. Abu Thalib menilai kondisi ini sudah mulai membahayakan Nabi dan klan Bani Hasyim. Maka ia memutuskan untuk mengevakuasi klannya dari pusat kota Mekkah.”

—Ο—

 

Selama tiga tahun orang-orang musyrik Makkah melancarkan serangan terhadap Islam. Sikap bermusuhan dan rangkaian tindak kejahatan mereka selama tiga tahun itu mengakibatkan kaum Muslim harus mengecap banyak penderitaan dan kepahitan. Mereka menggunakan setiap cara, mulai dari menggoda hingga bujuk rayu, cemoohan hingga sindiran, serta olokan dan ancaman menggunakan kekerasan hingga pengerahan kekuatan.

Kegagalan yang dialami, memaksa kaum Quraisy untuk mempertimbangkan kembali cara-cara yang mereka tempuh dalam menghadapi Muhammad dan umat Islam. Berangsur-angsur mereka menyadari bahwa musuh nyata mereka adalah Abu Thalib, karena Abu Thalib lah yang konsisten dan sungguh-sungguh melindungi Nabi Muhammad dan Islam. Keberhasilan mengidentifikasi musuh ini membuka mata para pemimpin Quraisy dalam upaya mereka memerangi Islam. Dan ini memungkinkan mereka untuk membuat strategi baru.[1]

Abdurahman Azzam menyatakan:

“Akhirnya, para petinggi Makkah memutuskan dengan perasaan putus asa untuk mengambil tindakan terhadap Abu Thalib. Dalam pandangan mereka, Abu Thalib adalah sosok pelindung sejati bagi penghujatan (terhadap kepercayaan nenek moyang mereka), meskipun ia sendiri masih menghormati para pendiri institusi-institusi sosial orang-orang Makkah dan tetap tidak mengikuti keimanan Muhammad. Mereka bersepakat untuk memberinya ultimatum….”[2]

Sebelumnya, kaum Quraisy melancarkan berbagai upaya untuk mengasingkan Muhammad dari Klannya (Bani Hasyim), dengan berharap dapat berhasil membujuk dan menggertak Abu Thalib agar melepaskan dukungan dan perlindungan terhadap keponakannya dan Islam.

Abu thalib tidak membiarkan kaum Quraisy mengasingkan Muhammad. Bukan hanya dirinya sendiri, namun juga seluruh anggota Bani Hasyim berdiri di belakangnya. Ini menjadikan para pemimpin kaum Quraisy menyadari ketidakberdayaan mereka.

Ketika Abu Thalib masih mengetuai klan ini, meskipun penganut Islam dari klan Hasyim ini baru berjumlah 24 orang pada akhir periode Makkah, sudah termasuk pembantu-pembantunya seperti Zaid bin Haritsah yang ‘mantan’ budak, mereka tidak berani membunuh Muhammad. Hal ini disebabkan kewibawaan Abi Thalib, pelindung Nabi. Membunuh Muhamad, bagi mereka adalah ibarat mencabut bulu dari seekor macan.[3]

Selama di Makkah, Abu Thalib merupakan ‘pasukan satu orang’ yang melindungi Nabi Muhammad Saw yang bukan saja ia cintai tapi juga diikutinya, apapun resikonya. Ia membuat sajak-sajak memuji kemenakannya ini yang disebutnya sebagai orang yang berkata benar dan jujur, al-amin dan menyuruh istri dan anak-anaknya mengikutinya memeluk agamanya secara terbuka. Dan ia mengatakan dengan terang-terangan bahwa tidak boleh orang menyentuh Muhammad selama ia masih hidup.

Setelah melewati beberapa pertimbangan dan perdebatan yang alot, akhirnya kaum Quraisy bersepakat untuk mengasingkan dan memboikot Bani Hasyim, dikarenakan tekad mereka untuk melindungi Muhammad.

Pemboikotan terhadap Bani Hasyim menciptakan polarisasi antara beberapa kelompok yang ada di Makkah. Pilihannya adalag bergabung dengan Bani Hasyim atau berhadap-hadapan menentangnya. Keadaannya semakin jelas, Bani Hasyim sadar bahwa seluruh penduduk di semenanjung Arabia menentang mereka.

Suatu pertemuan digelar di kediaman Bani Kinanah, di lembah al-Mahshib. Hampir seluruh pembesar Quraisy hadir. Agenda pertemuan adalah rencana pemboikotan terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya serta Bani Hasyim. Mereka bersepakat untuk mengambargo secara ekonomi dan sosial.[4]

Setelah bersepakat, mereka membuat perjanjian tertulis dengan persetujuan bersama. Piagam perjanjian ini kemudian digantungkan di dalam Ka’bah. Menurut perkiraan mereka, politik yang negatif dengan membiarkan orang kelaparan dan melakukan pemboikotan akan memberi hasil yang lebih efektif ketimbang politik kekerasan dan penyiksaan. Walaupun kekerasan dan penyiksaan itu tidak mereka hentikan..[5]

Isi dari piagam tersebut berisikan pelarangan melakukan aktivitas jual beli dengan Bani Hasyim, termasuk makanan. Lalu tidak diperbolehkan untuk mengawinkan anak dengan anaknya anggota Hasyimiah. Tidak boleh berbicara dan datang ke rumah anggota Bani Hasyim. Tidak diperbolehkan bergaul bersama mereka. Tidak diperbolehkan berbelas kasihan kepada mereka.[6] Tidak akan menerima permintaan damai, sampai Nabi Muhammad diserahkan untuk di bunuh.[7] Mereka baru dibolehkan keluar hanya untuk berhaji atau umrah.

Melihat kondisi tersebut, Abu Thalib sadar bahwa tidaklah bijaksana untuk tetap tinggal di Makkah dimana setiap saat musuh-musuh Bani Hasyim akan leluasa membakar rumah-rumah mereka. Demi kepentingan keamanan klannya, ia lalu memutuskan untuk meninggalkan Makkah dan mencari tempat yang aman di sebuah lembah dekat Makkah yang kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Syi’ib (lembah) Abu Thalib. Lembah tersebut dirasa lebih aman karena memiliki pertahanan alamiah.[8] (SI)

bersambung…

 

Catatan Kaki:

[1] Lihat, Sayyed Ali Ashger Razwi, Muhammad Rasulullah Saw; Sejarah Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan barat, Pustaka Zahra, Jakarta, 2004, hal 113

[2] Lihat, Abdurahman Azzam, The Eternal Massage of Muhammad, London, 1964, dalam buku Sayyed Ali Ashger Razwi, Muhammad Rasulullah Saw; Sejarah Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan barat, Pustaka Zahra, Jakarta, 2004

[3] Lihat, O. Hashem, Muhammad Sang Nabi, Tama Publisher, Jakarta, 2005, hal 43

[4] Lihat, http://sirah-nabawiyyah.blogspot.co.id/2015/10/boikot-terhadap-kaum-muslimin.html

[5] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/05/16/lla2sg-sejarah-hidup-muhammad-saw-pemboikotan-dan-propaganda

[6] Lihat, Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam; Jejak Peradaban Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Penerbit Zaman, Jakarta, 2014, hal 32

[7] Lihat, https://mediabelajarsejarah.wordpress.com/2013/09/28/boikot-kaum-quraisy-terhadap-dakwah-Nabi-di-mekkah/

[8] Lihat, Sayyed Ali Ashger Razwi, Op.cit, hal 116

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*