“Barbarossa meninggalkan warisan Angkatan Laut Ottoman yang tidak tertandingi selama berabad-abad mendatang. Pada tahun-tahun setelah kematiannya, angkatan laut Ottoman berkelana ke Atlantik dan masuk ke Samudra Hindia untuk memperluas kekuasaan Turki di negeri yang jauh.”
–O–
Dalam sejarah kekaisaran Ottoman, kekuatan militer angkatan laut mereka tidak pernah dapat menyaingi kekuatan angkatan daratnya. Sultan Suleiman sebagai Sultan baru pada waktu itu menyadarinya. Dia adalah pemimpin yang visioner, dia tahu bahwa kunci untuk perluasan imperium terletak pada kekuatan angkatan laut. Dia membutuhkan armada angkatan laut yang kuat, dan itu cukup beralasan.[1]
Kekaisaran Ottoman pada saat itu sudah merambah hingga ke tiga benua, dan hanya melalui lautlah komunikasi di antara pemerintahannya yang terpisah-pisah dapat dipertahankan dengan efektif. Ottoman juga pemilik infrastruktur maritim yang tidak tertandingi, mereka memiliki pelabuhan yang megah di Konstantinopel yang posisinya sangat menguntungkan. Pelabuhan tersebut terletak di area perairan dalam yang kedua ujungnya dilindungi oleh selat yang dapat melindungi dari segala macam serangan. Selain itu, di dekat pelabuhan juga masih terdapat banyak hutan yang menyediakan kayu-kayu terbaik untuk bahan pembuatan kapal laut. Didukung juga oleh sumber daya manusia dan keuangan yang banyak, terciptanya sebuah angkatan laut yang kuat sangat memungkinkan.[2]
Namun dengan segala macam kelebihan tersebut, sesungguhnya Ottoman memiliki kesalahan fatal, mereka tidak pernah benar-benar menjadi negara maritime, baik secara operasional maupun komersial. Perdagangan Ottoman dengan daerah-daerah lainnya seluruhnya menggunakan kapal laut milik asing. Bahkan transportasi perairan dalam negerinya pun sepenuhnya diserahkan kepada orang-orang asing Kristen. Kapal-kapal Ottoman agar dapat beroperasi bergantung terhadap keahlian para tahanan Kristen yang diperkerjakan di kapal dayung dan para perompak yang dibayar untuk mengendalikan kapal layar. Mereka semua adalah orang-orang yang tidak disiplin dan tidak dapat dipercaya.[3]
Dan yang terburuk dari itu semua, Ottoman kesulitan untuk menemukan para pelaut yang cakap untuk menghadapi pelaut-pelaut tempur handal Kristen di wilayah Barat. Adapaun kemenangan Angakatan Laut Ottoman di masa lalu tidak lebih hanya karena jumlah dan ukuran mereka yang besar saja. Didudukinya beberapa daerah kekuasaan Ottoman oleh para pelaut Kristen adalah sebuah bukti nyata bahwa angkatan laut Ottoman memang lemah.[4]
Peran Barbarossa
Sultan Suleiman sudah sejak lama memperhatikan Khair-ed-Din Barbarossa, dia memperhatikan segala sepak terjang Barbarossa sejak bajak laut itu diangkat menjadi laksamana Ottoman di Aljazair belasan tahun yang lalu. Diam-diam Sultan terkesan dengan kemenangan-kemenangan pertempuran yang dipimpin oleh Barbarossa. Hingga ketika Andrea Doria menduduki daerah kekuasaan Ottoman di Yunani, Sultan mengambil langkah yang tidak diduga oleh para birokratnya, dia mengangkat Barbarossa menjadi Laksamana Agung Ottoman pada tahun 1534, yang artinya seluruh armada laut Ottoman akan dipimpin oleh Barbarossa.[5]
Sejak tahun 1536, kekuatan angkatan laut Ottoman mulai diperhitungkan oleh Eropa, tidak seperti sepuluh tahun sebelumnya. Sejak itu, orang-orang Turki di bawah kepemimpinan Suleiman telah benar-benar dianggap secara diplomatik di Eropa Barat. Dalam hubungan Interasional Ottoman sekarang telah diperhitungkan, dan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara, pada waktu itu masa kekuasaan Suleiman baru saja sekitar sepertiga dari seluruh waktu kekuasaannya. Imperium dunia lain pada waktu itu mengkhawatirkannya, mereka belum tahu pada sampai titik mana Suleiman akan berhenti.[6]
Adalah berlebihan apabila capaian Kekaisaran Ottoman yang begitu besar semata-mata hanya disebabkan oleh kehadiran Barbarossa di dalam lingkar pemerintahan. Di luar faktor Barbarossa, Kekaisaran Ottoman di bawah Suleiman memiliki banyak kesiapan untuk menjadi besar, yakni kedisiplinan pemerintahannya, manajemen istana, kehidupan pribadi Sultan yang disukai rakyatnya, dan tata karma serta kebiasaan rakyat Ottoman. Namun, tanpa kehadiran Barbarossa, Ottoman juga tidak akan mencapai level seperti sekarang ini. Begitu pula dengan Barbarossa, tanpa dukungan dana, politik, dan militer dari Ottoman, dia tidak akan sekuat dan sebesar itu. Dengan kata lain, di antara Ottoman dan Barbarossa terdapat hubungan yang saling menguntungkan.[7]
Di kemudian hari Kekaisaran Ottoman sempat bersekutu dengan Prancis, negara-negara Kristen menyebutnya dengan istilah “The Unholy Alliance” (persekutuan tidak suci), karena bertentangan dengan Spanyol dan Kekaisaran Suci Romawi. Barbarossa dan armadanya membantu mempertahankan Prancis Selatan dari beberapa kali serangan Spanyol yang terjadi antara tahun 1540 sampai 1544. Barbarossa juga melakukan sejumlah serangan yang berani di Italia. Armada Ottoman mulai menghentikan ekspansinya pada tahun 1544 ketika Suleiman dan Charles V mencapai kesepakatan sebuah gencatan senjata. Pada tahun 1545, Barbarossa melanjutkan ekspedisinya yang terakhir, berlayar untuk menyerang pulau-pulau daratan dan lepas pantai Spanyol.[8]
Akhir Hayat
Laksamana Agung Ottoman tersebut pensiun di Istanbul pada tahun 1945 karena sudah tua. Dia menunjuk anaknya untuk memimpin Aljazair. Setelah pensiun dia mendiktekan memoar kehidupannya ke dalam sebuah tulisan tangan dalam lima jilid.[9]
Barbarossa meninggal pada tahun 1546, dia dimakamkan di Selat Bosporus sisi Eropa. Patungnya, didirikan di samping makamnya, di sana terdapat sebuah tulisan: “Dari manakah cakrawala laut yang mengaum? / Bisakah Barbarossa sekarang kembali / Dari Tunis atau Aljir atau dari pulau-pulau kecil? / Dua ratus kapal mengendarai ombak / Datang dari tanah cahaya sabit terbit / Wahai kapal yang diberkati, dari laut apa kamu datang?”[10]
Walaupun Barbarossa telah meninggal, dia meninggalkan warisan Angkatan Laut Ottoman yang tidak tertandingi selama berabad-abad mendatang. Pada tahun-tahun setelah kematiannya, angkatan laut Ottoman berkelana ke Atlantik dan masuk ke Samudra Hindia untuk memperluas kekuasaan Turki di negeri yang jauh.[11] (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Barbarossa, Sang Perompak yang Menjadi Laksamana Ottoman (3): Pertempuran Preveza
Catatan Kaki:
[1] Roger Bigelow Merriman, Suleiman The Magnificent 1520-1566, (Harvard University Press: Massachusetts, 1944), hlm 211
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid., hlm 211-212
[5] Ibid., hlm 212.
[6] Ibid., hlm 144.
[7] Ibid.
[8] Kallie Szczepanski, “Admiral Hayreddin Barbarossa”, dari laman https://www.thoughtco.com/admiral-hayreddin-barbarossa-195756, diakses 7 Maret 2018.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
Mantap mint lanjutkan kisah – kisah seperti ini..