Al-Kindi dikenal sebagai filsuf Muslim pertama. Dia sangat disukai Khalifah al-Mamun. Namun di bawah Khalifah al-Mutawakkil hidupnya menderita.
Salah satu sarjana terbesar yang hidup pada Zaman Keemasan Islam adalah seorang pria yang bernama Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq as-Sabbah al-Kindi, atau lebih tenar dengan sebutan al-Kindi saja.[1]
Di antara deretan filsuf terkemuka Muslim lainnya, al-Kindi dikenal sebagai filsuf Islam pertama. Garis keturunannya kemudian membuatnya mendapatkan gelar “filsuf Arab” di antara penulis-penulis generasi selanjutnya.[2]
Al-Kindi dilahirkan di kota Kufah, sekitar tahun 801, atau dalam versi lain di Basrah, Irak selatan. Menurut Ali Abdullah Al-Daffa dalam bukunya yang berjudul The Muslim Contribution to Mathematics, ayah al-Kindi adalah gubernur Kufah, dan begitu pula dengan kakeknya yang pernah menjabat di posisi ini sebelumnya.
Pada umumnya seluruh penulis biografi al-Kindi setuju bahwa dia adalah keturunan dari suku bangsawan Arab, Kindah, yang berasal dari Arabia selatan. Suku ini pernah menyatukan sejumlah suku-suku dan mencapai posisi menonjol pada abad ke-5 dan ke-6 namun kemudian kehilangan kekuasaan sejak pertengahan abad ke-6. Namun, keturunan bangsawan Kindah terus memegang posisi terkemuka di berbagai pemerintahan Islam.[3]
Di Bawah Dekapan Khalifah-Khalifah Abbasiyah
Setelah memulai pendidikannya di Kufah, al-Kindi pindah ke Baghdad untuk menyelesaikan studinya dan di sana dia dengan cepat mencapai ketenaran karena kualitas kesarjanaannya. Dia menarik perhatian Khalifah al-Mamun yang pada waktu itu mendirikan Bayt Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad.
Al-Mamun sebelumnya telah memenangkan perang saudara melawan saudara laki-lakinya pada tahun 813 dan pada tahun itu pula dia naik ke tampuk kekhalifahan. Dia mengendalikan pemerintahannya, pertama dari Merv, kemudian setelah 818, dia memerintah dari Baghdad, karena di kota itu sebelumnya telah terjadi pemberontakan dan percobaan kudeta, dan dengan demikian dia merasa harus mengendalikan pemerintahannya dari kota itu.
Di Baghdad, al-Mamun menjadi penyokong aktivitas keilmuan dan mendirikan Bayt Al-Hikmah, di mana karya-karya filosofis dan ilmiah Yunani diterjemahkan. Al-Kindi kemudian dipekerjakan oleh al-Mamun di Bayt Al-Hikmah bersama dengan al-Khawarizmi dan Bani Musa bersaudara.
Tugas utama yang dilakukan al-Kindi dan rekan-rekannya di Bayt Al-Hikmah adalah menerjemahkan naskah-naskah ilmiah Yunani. Al-Mamun juga telah membangun sebuah perpustakaan manuskrip di Alexandria, perpustakaan besar pertama yang didirikan sejak masa itu, mengumpulkan karya-karya penting dari Bizantium.
Selain Bayt Al-Hikmah, al-Mamun juga mendirikan observatorium di mana para astronom Muslim dapat memperoleh dan membangun pengetahuan dari orang-orang generasi sebelumnya.[4]
Pada masa-masa itu, al-Kindi dikenal sebagai sarjana senior dan dalam waktu-waktu tertentu pernah pula ditunjuk menjadi kepala penerjemahan di Bayt Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan).
Al-Kindi menjadi begitu menonjol karena memiliki keluasan dan kedalaman dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang mana pada periode tersebut bidang-bidang studi memang masih belum dipisahkan secara kaku sebagaimana yang terjadi pada masa sekarang.[5]
Pada tahun 833 al-Mamun meninggal dan digantikan oleh saudaranya al-Mutasim. Tidak banyak perubahan yang terjadi, khalifah baru ini pun menyukai al-Kindi dan terus mempekerjakannya. Al-Mutasim bahkan menjadikan al-Kindi sebagai pengajar pribadi putranya, Ahmad.
Al-Mutasim kemudian meninggal pada tahun 842 dan digantikan oleh al-Wathiq yang berkuasa hanya sebentar hingga tahun 847. Pengganti al-Wathiq adalah al-Mutawakkil.
Di bawah kedua khalifah terakhir ini al-Kindi bernasib kurang baik. Tidak sepenuhnya jelas apakah ini disebabkan pandangan agamanya atau karena argumen internal dan persaingan yang terjadi di antara para sarjana di Bayt Al-Hikmah.
Al-Mutawakkil memiliki reputasi yang kurang baik. Dia dilaporkan telah melakukan persekusi terhadap kelompok Muslim non-konservatif, yaitu kelompok Mutazilah, dan juga non-Muslim, dengan menghancurkan sinagoga dan gereja di Baghdad.
Al-Kindi tampaknya kurang menaruh minat terhadap argumen-argumen keagamaan, hal ini dapat dilihat dari topik-topik yang ditulisnya, sebagaimana nanti akan kita ulas. Tetapi di balik itu al-Kindi sebenarnya diduga memiliki pandangan yang bersesuaian dengan Islam konservatif.
Bahkan sebagian besar tulisan filosofis al-Kindi tampaknya dirancang untuk menunjukkan bahwa dia meyakini bahwa pencarian filsafatnya sesuai dengan Islam konservatif. Hal ini juga tampaknya yang menunjukkan bahwa kemungkinan besar al-Kindi menjadi korban saingan dari orang-orang seperti matematikawan Bani Musa bersaudara dan astrolog Abu Mashar.
Dikatakan bahwa Bani Musa bersaudaralah yang menyebabkan al-Kindi kehilangan dukungan dari al-Mutawakkil sampai-sampai dia memukulinya. Al-Mutawakkil kemudian mengambil alih perpustakaan al-Kindi dan memberikannya kepada Bani Musa bersaudara.[6]
Mengenai akhir hidup al-Kindi, Henry Corbin dalam bukunya History Of Islamic Philosophy menuturkan:
“Dia meninggal, dengan kesepian, di Baghdad sekitar 260/873 (yaitu tahun kelahiran al-Asy’ari, dan juga tahun di mana ‘kegaiban kecil’ Imam kedua belas dimulai).”[7] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 49.
[2] Stanford Encyclopedia of Philosophy, “al-Kindi”, dari laman https://plato.stanford.edu/entries/al-kindi/, diakses 23 Juli 2021.
[3] J J O’Connor dan E F Robertson, “Abu Yusuf Yaqub ibn Ishaq al-Sabbah Al-Kindi”, dari laman https://mathshistory.st-andrews.ac.uk/Biographies/Al-Kindi/, diakses 23 Juli 2021.
[4] Ibid.
[5] Eamonn Gearon, Loc.Cit.
[6] J J O’Connor dan E F Robertson, Loc.Cit.
[7] Al-Asy’ari di sini maksudnya adalah Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, peletak dasar teologi Asy’ariyah. Dan kegaiban kecil Imam kedua belas di sini maksudnya adalah Imam kedua belas versi Syiah Dua Belas Imam. Selengkapnya lihat Henry Corbin, History Of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul International, 1993), hlm 154.