Benarkah Nuzulul Quran pada Tanggal 17 Ramadhan?

in Ramadania

Al-Quran menjadikan segala yang berkaitan dengannya mulia. Malam diturunkannya menjadi malam paling mulia, bulan diturunkannya menjadi bulan paling mulia, dan Nabi yang diwahyukan al-Quran menjadi Nabi paling mulia.”

Gambar ilustrasi. Sumber: kalam.sindonews.com

Di Indonesia dan beberapa negara Asia menetapkan tanggal 17 Ramadhan sebagai peringatan hari turunnya al-Quran (Nuzulul Quran). Turunnya al-Quran di bulan Ramadhan merupakan pernyataan shahih berdasarkan ayat al-Quran, diantaranya sebagai berikut:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ (البقرة 185)

Artinya: bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (الفرقان 1)

Artinya: Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (القدر 1)

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.

Tiga ayat suci al-Quran tersebut tidak saling bertentangan melainkan sama-sama menegaskan bahwa turunnya al-Quran adalah pada bulan Ramadhan, yakni pada malam lailatul Qadr, Sehingga mayoritas ulama berpendapat bahwa malam Nuzulul Quran jatuh pada malam lailatur Qadr.

Namun, apa yang dimaksud dengan turunnya al-Quran? Dari manakah al-Quran diturunkan?

Proses Turunnya al-Quran

            Sebelum al-Quran diturunkan, al-Quran berada di tempatnya, lauḥ mahfūẓ, sebagaimana firman Allah ayat 21-22 pada surah al-Buruj:

بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَّجِيدٌ (21) فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ (22) (البروج: 21-22)

Artinya: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia (21) yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (22)

Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan Ulama tentang proses turunnya al-Quran:

Pertama, pendapat mayoritas ulama yang menyatakan bahwa turunnya al-Quran dari lauh mahfudz ke baitul izzah (langit dunia) secara sekaligus pada malam Lailaul Qadr, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw sesuai peristiwa yang terjadi selama 20 tahun.[1] Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibn Abbas diantaranya adalah:

عن ابن عباس قال: أنزل القرآن جملة واحدة إلى السماء الدنيا في ليلة القدر ثم نزل بعد ذلك في عشرين سنة[2]

Dari Abbas RA, beliau berkata: “Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul Qadr, lalu turun kemudian kepada Rasulullah Saw secara berangsur-angsur selama 20 tahun.

Kedua, pendapat beberapa mufassir, diantaranya Fakhruddin Arrazi, Muqotil, dan Imam Abu Ubaidillah Abdullah al-Halimi al-Mawardi, yang menyatakan bahwa al-Quran diturunkan dari lauh mahfudz ke langit dunia sesuai peristiwa-peristiwa yang telah ditakdirkan Allah pada malam lailatul Qadr diantara tanggal 20, 23, 25 Ramadhan di setiap tahunnya, kemudian diturunkan berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw sesuai peristiwa yang terjadi pada tahun tersebut.[3] Pendapat ini disebut madzhab mufassir tidak ada dalil yang menguatkannya.

Ketiga, pendapat Assya’bi yang menyatakan bahwa al-Quran diturunkan kepada Rasulullah pada malam lailatul Qadr secara berangsur-angsur sesuai peristiwa yang terjadi selama 23 tahun, dan menurutnya, tidak ada proses penurunan al-Quran selain turunnya kepada Rasulullah Saw pada malam Lailatul Qadr berdasarkan beberapa dalil,[4] diantaranya:

إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الأنفال: 41).

Artinya: jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan.

Pertemuan dua pasukan yang dimaksud adalah perang Badr yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah.

Perbedaan ulama dalam hal ini dikarenakan luasnya wawasan mereka mengenai al-Quran, Kalamullah, yang diperuntukkan pada manusia sebagai petunjuk kehidupan dan dari ketiganya, dapat disimpulkan bawa turunnya al-Quran dari lauh mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) sekaligus di malam Lailatul Qadr dan kemudian berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw sesuai peristiwa yang terjadi melalu Jibril as., berdasarkan beberapa alasan:

  1. Perkataan Ibn Abbas diriwayatkan dari berbagai macam sanad yang saling menguatkan sehingga disebut hadith mauquf yang berhukum marfu’,[5]. Selain itu, Ibn Abbas merupakan Sahabat Rasulullah Saw yang telah bermulazamah bersamanya, terkenal dengan kecerdasan dan ketamakan terhadap ilmunya, beliau juga menjadi referensi para ulama pada masanya karena menghafal hadith dan tidak mengambil hadits kecuali yang telah ditetapkan shahih.[6]
  2. Tidak adanya penghalang untuk menggabungkan dua pendapat (pendapat pertama dan ketiga) yang sama-sama memiliki dalil yang kuat.

Dengan demikian, jelaslah bahwa al-Quran turun pada malam lailatul Qadr. Namun, apakah tanggal 17 merupakan malam lailatul Qadr karena diturunkan al-Quran di dalamnya?

Penetapan Nuzulul Quran

Berdasarkan pembahasan di atas, telah jelas bahwa malam turunnya al-Quran sebagai kitab Allah untuk umat manusia agar dijadikan petunjuk hidup adalah malam Lailatul Qadr. Terkait penetapan tanggal peringatan Nuzulul Quran pada tanggal 17 Ramadhan, khususnya di Indonesia, merupakan simbol akan sejarah penting turunnya al-Quran yang merupakan malam Lailatul Qadr pada masa itu.

Penting untuk diketahui bahwa tanggal tersebut tidak dapat dipastikan akan selalu sama sebagai Lailatul Qadr pada setiap tahunnya. Sehingga untuk mengejar kemuliaan malam Nuzulul Quran yaitu dengan mengejar malam Lailatul Qadr. Sebab Al-Quran lah yang menjadikan malam tersebut mulia, bahkan al-Quran menjadikan segala yang berkaitan dengannya mulia. Malam diturunkannya al-Quran menjadi malam paling mulia, bulan diturunkannya al-Quran menjadi bulan paling mulia, dan Nabi yang diwahyukan al-Quran menjadi Nabi paling mulia. (NSS)

Catatan kaki:


[1] Al-Ṣuyūṭī, Al-Itqān fī ʿUlūm al-Qur’ān, Beirut: Mu’assasa al-Risāla Nashirūn, 2008

[2] Al-Zarkashī, al-Burhān fī  ‘Ulūm al-Qurʿān, Cairo: Dār al-Hadith, 2006.

[3] Ibid., 161.

[4] Mannā’ al-Qaṭṭān, Mabāḥith fī ʿUlūm al-Qur’ān, Cairo: Maktaba Wahba, 1995, 97.

[5] Muhammad Ali Salama, Manhaj al-Furqān fī ʿUlūm al-Qur’ān, Vol. 1, Cairo: Dār al-Nahḍa Miṣr, 2002, 21

[6] Abd Aziz bin Abdullah Al-Hamidi, Tafsīr Ibn ʿAbbās wa Marwiyyātuh min Kutub al-Sunna, Vol. 1, Mecca: Ummul Qura University, 2008.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*