Oleh: Irman Abdurrahman
(Bagian kedua)
Dari banyak kisah yang dituturkan dalam Hikayat Muhammad Hanafiah, peristiwa Karbala, termasuk cerita yang mengawali dan mengikutinya, paling banyak menyita halaman dari hikayat ini.
Bagian kedua ini biasa disebut dengan Hikayat Maqtal Husain. Berikut petikannya yang sengaja ditransliterasi sesuai ragam bahasa aslinya.
Tatkala Husain masih muda, ada malaikat yang kedua sayapnya tertunu, turun ke dunia. Husain menyapu bahu malaikat itu dengan tangannya. Dengan takdir Allah, sayap malaikat itu pun baik lalu ia kembali ke udara. Jibrail berkata bahwa malaikat itu tidak akan turun ke bumi melainkan pada waktu Husain dibunuh oleh segala munafik. Adapun semasa Hasan dan Husain masih kecil itu, Jibrail selalu turun ke dunia bermain-main dengan mereka. Sekali peristiwa, sehari sebelum hari raya, Jibrail membawa pakaian untuk Hasan dan Husain. Hasan memilih pakaian hijau dan diramalkan akan mati kena racun; Husain memilih pakaian merah dan diramalkan mati terbunuh di Padang Karbala. Muawiyah mendengar bahwa dari keturunannya akan lahir pembunuh cucu Muhammad dan bersumpah tidak mau beristeri. Pada suatu malam, ia pergi buang air dan beristinjak dengan batu. Zakarnya disengat oleh kala. Ia tidak terderita sakitnya. Menurut tabib, sakitnya hanya akan hilang jika ia berkawin. Maka berkawinlah ia dengan seorang perempuan tua yang tidak boleh beranak lagi. Dengan takdir Allah, perempuan tua itu melahirkan seorang anak yang diberi nama Yazid.
Setelah Ali wafat, Muawiyah menjadi raja. Sekali peristiwa, Muawiyah mengirim seorang utusan pergi meminang Zainab, anak Jafar Taiyar untuk menjadi isteri anaknya, yaitu Yazid. Zainab menolak pinangan Yazid, tetapi menerima pinangan Amir Hasan. Karena itu Yazid pun berdendam dalam hatinya, hendak membunuh Amir Hasan dan Amir Husain, bila ia naik kerajaan. Sekali peristiwa, Yazid ingin berkawin dengan isteri Abdullah Zubair yang sangat baik parasnya. Muawiyah berja menipu Abdullah Zubair menceraikan isterinya. Isteri Abdullah Zubair tiada mau menjadi isteri Yazid. Sebaiknya, isteri Abdullah Zubair itu berkawin dengan Amir Husain. Yazid makin berdendam dalam hatinya, “Jika aku kerajaan, yang Hasan dan Husain itu kubunuh juga, maka puas hatiku.”
Maka berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid. Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain. Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain. Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya. Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang tidak banyak itu.
Hatta berapa lamanya sampailah mereka ke suatu tempat. Unta dan kuda Husain merebahkan dirinya, tiada mau berjalan lagi. Mereka lalu mendirikan kemah di situ. Adapun segala kayu yang mereka tetak, berdarah balak. Baharulah mereka ketahui bahwa tempat itu ialah Padang Karbala, tempat kematian Husain yang diramalkan Nabi Muhammad dahulu. Hatta mereka pun kekurangan air, karena air sungai sudah ditebat oleh tentera Yazid. Air yang di dalam kendi kulit juga sudah terbuang, karena digorek tikus. Apa boleh buat. Terpaksalah mereka menahan dahaga yang sangat. Maka mulai peperangan itu. Pengikut Husain, satu demi satu syahid. Akhirnya anaknya sendiri, Kasim dan Ali Akbar, juga mati. Barulah ketika itu Husain teringat meminta bantuan kepada saudaranya, Muhammad Hanafiah, yang menjadi raja Buniara. Sesudah itu ia pun terjun ke dalam medan perang. Banyak musuh dibunuhnya. Sekali peristiwa, ia berjaya menghampiri sungai. Biarpun begitu, ia tidak meminum air itu, karena teringat kepada sahabat taulannya yang mati syahid disebabkan dahaga itu. Maka Husain pun lemahlah lalu gugur ke bumi. Betapa pun demikian, tiada seorang pun berani menghampirinya. Akhirnya Samir Laain yang susunya seperti susu anjing lagi hitam itulah yang maju ke depan dan memenggal leher Husain. Adapun Husain syahid itu pada sepuluh hari bulan Muharam, harinya pun hari Jumaat. Tatkala Husain syahid itu, arasy dan kursi gempar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya alam pun kelam kabut.
Setelah Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya. [irman abdurrahman]
Selesai.
Sebelumnya: