Pada bulan Ramadan tahun 2019 ini, Indonesia memiliki waktu berpuasa yang tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni sekitar 13 jam dari semenjak fajar hingga iftar. Waktu berpuasa 13 jam masih terhitung cukup moderat dan tidak terlalu memberatkan bagi sebagian besar orang.
Namun, pernahkah Anda membayangkan bagaimana waktu berpuasa di negara-negara lain? Bumi ini sangat luas, mulai dari ujung utara hingga ke selatan, karena perbedaan sudut munculnya cahaya matahari, maka waktu berpuasa pun menjadi beragam.
Rekor terlama waktu puasa untuk tahun ini diraih oleh Rusia, tepatnya di kota Murmansk. Kota ini berada di dekat Kutub Utara, biasa disebut dengan Lingkar Arktik, sehingga perputaran matahari pun berlangsung lebih lama. Di Murmansk, jumlah orang yang memeluk Islam hanya sedikit. Berdasarkan sensus Sreda Arena Atlas tahun 2012, Muslim di sana hanya 1 % dari total populasi penduduk, atau sekitar 7.000 orang saja.
Sementara itu, rekor waktu puasa terpendek dipegang oleh Punta Arena, Chile, yakni selama 11 jam 14 menit. Di Antartika lebih pendek lagi, yakni 11 jam 12 menit, hanya saja di sana tidak ada peradaban yang menetap. Orang-orang yang berada di Antartika biasanya datang ke sana untuk kepentingan lain, yakni untuk penelitian atau ekspedisi.
Dalam buku Pucuk Es di Ujung Dunia: Pendakian 7 Puncak Benua, sebuah buku yang menceritakan tentang ekspedisi pendakian ke tujuh puncak tertinggi di dunia, para mahasiswa yang melakukan pendakian berkisah, untuk masuk ke Antartika, semua barang yang mereka bawa harus steril dari debu. Dan sampah-sampah sisa pendakian, termasuk kotoran manusia, harus dibawa pulang kembali oleh mereka.
Data yang lebih lengkap tentang waktu berpuasa di berbagai kota di dunia dapat dilihat dari grafik di bawah ini:
Adapun untuk kota-kota yang berada di Lingkar Arktik, karena waktu berpuasanya cukup panjang, ada empat solusi untuk Muslim yang tinggal di sana. Pertama, Karena tidak ada batasan yang pasti terkait kapan matahari terbit atau terbenam, Mohammed Kharraki, juru bicara Asosiasi Islam Swedia menyarankan umat Islam untuk, “Tentukan berdasarkan kapan terakhir kalinya matahari terlihat terbenam dan terbit dengan jelas,” ujarnya sebagaimana dikutip oleh mvslim.com.
Kedua, ada juga yang mengambil referensi berdasarkan waktu dari negara terdekat yang siklus perputaran mataharinya relatif normal, ke negara Eropa terdekat misalnya. Ketiga, mengikuti jam puasa yang terjadi di Makkah, Arab Saudi.
Keempat, mengikuti jam terbit dan terbenamnya matahari sebagaimana adanya di sana.Karim Askari, Direktur Eksekutif Islamic Foundation of Iceland (Islandia), memilih cara yang terakhir. “Saya akan melaksanakan (puasa) berdasarkan waktu setempat di Reykjavik (ibu kota Islandia),” kata Askari kepada CNBC. “Melaksanakan (puasa) 21 jam tanpa makan adalah waktu yang lama. Tapi Insya Allah, mayoritas Muslim di sini, di Reykjavik, juga melakukannya.” (PH)