“Bila mengacu pada kronologi Al Quran, usia Nabi Musa As ketika bertemu kembali dengan Fir’aun setelah pelariannya ke Madyan, sekitar 50 tahun. Dengan demikian, hanya Fir’aun dengan masa pemerintahan di atas 50 tahun yang mungkin menjadi sosok yang dimaksud oleh Al Quran.”
—Ο—
Bila kita menjadikan Al-Quran sebagai acuan untuk menganalisa periodesasi kepemimpinan di Mesir Kuno, maka sebenarnya kita bisa langsung menemukan sebuah clue yang cukup jelas untuk melacak identitas Fir’aun pada zaman Nabi Musa. Sebagaimana yang sudah disampaikan pada edisi sebelumnya, di dalam Al Quran tersebut cukup jelas bahwa Fir’aun yang bertemu Nabi Musa ketika kecil hingga dewasa, dan akhirnya tenggelam di Laut Merah, adalah orang yang sama. Maka bisa dipastikan bahwa hanya Firaun yang paling lama memerintah, yang masuk dalam ketegori ini.
Untuk bisa memperkirakan seberapa panjang waktu pemerintahan yang dimaksud, kita perlu terlebih dahulu memperkirakan usia Nabi Musa ketika bertemu kembali dengan Fir’aun dan akhirnya terjadi peristiwa pengejarannya.
Sebuah artikel di http://www.islamic-awareness.org, berjudul “The Identification Of Pharaoh During The Time Of Moses”, menyebutkan setidaknya ada empat hal yang bisa dijadikan acuan untuk memperikan usia Firaun tersebut. Pertama, usia kekuasaan Firaun ketika Nabi Musa lahir. Kedua, usia Nabi Musa ketika meninggakan Mesir dan menuju ke kota Madyan. Ketiga, lama waktu Nabi Musa di Madyan. Dan keempat, durasi waktu Nabi Musa dalam mengalahkan Fir’aun di Mesir.
Terkait dengan empat pertanyaan ini, hanya pertanyaan pertama yang Al Quran tidak menyebutkan clue nya secara detail. Sedang tiga lainnya, Al Quran justru memberikan petunjuk yang lebih dari cukup bagi kita. Untuk pertanyaan pertama, kita bisa memperkirakan usia rata-rata seorang raja kuno memiliki naik tahta dan memiliki seorang permaisuri. Al Quran menjelaskan bahwa ketika pertama kali Fir’aun bertemu Nabi Musa, adalah ketika Nabi Musa masih bayi. Beliau diambil oleh istri Fir’aun dan dijadikannya sebagai anggota keluarga mereka.[1]
Sejak itu, Nabi Musa hidup dalam istana Fir’aun hingga usianya matang (balagha ashuddah), dan sempurna akalnya (istawā).[2] Terkait dengan istilah balagha ashuddah wa istawā, para ahli tarfsir umumnya sepakat bahwa kondisi manusia ketika mencapai tahap tersebut umumnya di umur 40 tahun. Dengan kata lain, seorang manusia umumnya memang sudah berada pada kondisi mencapai format kediriannya, baik secara psikologis, maupun secara spiritual, pada usia ini.[3]
Setelah Nabi Musa As mencapai usia 40 tahun, Allah SWT kemudian menceritakan peristiwa ketika Nabi Musa membunuh seorang pemuda Mesir, dan kemudian beliau melarikan diri ke Madyan dan bertemu dengan Nabi Syu’aib.[4] Tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan Nabi Musa untuk mencapai Madyan, tidak ada yang bisa memastikan. Tapi tampaknya, bisa kita asumsikan bahwa waktunya tidak melampaui 1 tahun. Adapun lama waktu Nabi Musa berada di Madyan, dengan jelas Allah berfirman dalam Al Quran Surat Al-Qashash, ayat 27-28:
“Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anak ku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja dengan ku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (sesuatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insyaAllah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik. Dia berkata:”itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.”
Dari dialog antara Nabi Musa dengan Nabi Syu’aib di atas, kita bisa mendapatkan perkiraan lamanya waktu Nabi Musa tinggal di Madyan, yaitu sekitar 8 sampai 10 tahun. Bila kita anggap kemungkinan beliau tinggal di Madyan selama 10 tahun, maka kita bisa menemukan usia Nabi Musa ketika kembali ke Mesir adalah sekitar 50 tahun. Dengan demikian, bila kita tinjau kembali periode kekuasaan para Fir’aun yang memerintah sejak Periode Baru (1539 – 1077 SM) atau dari Dinasti ke-18 hingga Dinasti ke-20,[5] maka kita hanya akan menemukan dua nama yang usia pemerintahannya melebihi 50 tahun, yaitu Tuthmosis III yang memerintah selama 54 tahun (1479-1425 SM) dan Ramesses II, yang memerintah selama 66 tahun (1279-1213 SM).
Akan tetapi, sebagaimana yang diungkap Pearce Paul Creasman dalam penelitiaannya, bahwa masyarakat Mesir Kuno menggunakan penanggalan berdasarkan periode kekuasaan rajanya.[6] Dengan demikian agak sulit bagi kita memperkirakan usia para Fir’aun ketika naik tahta. Bisa jadi, Ramesses II yang berkuasa selama 66 tahun, tapi secara usia lebih muda daripada Tuthmosis III. Dan kedua-duanya masih sangat mungkin bertemu dengan Nabi Musa As ketika masih bayi.
Salah satu jalan untuk memverifikasi hal ini, yaitu dengan melihat kisah Nabi Musa setelah sampai ke Mesir, hingga masa eksudos Bani Israel dari Mesir, yang berakhir dengan tenggelamnya Fir’aun tersebut di Laut Merah. (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Dalam Al Quran Surat Al-Qashash: ayat 8-9, Allah SWT berfirman: 8. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya Dia menjadi musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah; 9. Dan berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. janganlah kamu membunuhnya, Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.”
[2] Dalam Al Quran Surat Al-Qashash: ayat 14, Allah SWT berfirman: “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
[3] Lihat, http://www.islamic-awareness.org/Quran/Contrad/External/mosespharaoh.html, diakses 27 April 2018
[4] Lihat, QS. Al-Qashash: 15-25
[5] Sebagaimana sudah kita urai pada seri pertama kajian ini, bahwa masyarakat Mesir baru menyebut nama Rajanya dengan Fir’aun pada masa Dinasti ke 18. Adapun Dinasti ke-20 kita ambil sebagai perkiraan akhir masa keemasan Dinasti di Mesir. Sebagaimana kita tau bahwa di dalam Al Quran, Fir’aun yang bertemu dengan Nabi Musa adalah penguasa yang sangat digjaya, hingga ia bisa menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Dengan demikian, besar kemungkinan munculnya Fir’aun ini terjadi pada masa keemasan. Lihat, https://ganaislamika.com/firaun-di-zaman-nabi-musa-as/
[6] Lihat, Pearce Paul Creasman, Tree-Ring And The Chronology of Ancient Egypt, Radiocarbon, Vol 56, Nr 4, 2014, p S85–S92DOI: http://dx.doi.org/10.2458/azu_rc.56.18324 © 2014 by the Arizona Board of Regents