Tentang Tahun 1 Hijriah

in Sejarah

Last updated on October 20th, 2017 02:33 pm

 

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (QS. Surat At-Taubah: 20)

Menurut orang Arab kuno, satu tahun Komariah terdiri dari 354 hari, 8 jam, 48 detik dibagi dengan 12 bulan yang tiap bulan lamanya 29 sampai 30 hari. Mereka menggunakan 7 hari dalam seminggu, namun tidak menulis tahun dalam urutan nominal, melainkan hanya mengingatnya melalui momentum peristiwa pada tahun itu, seperti Tahun Gajah, dimana ini menunjuk pada peristiwa rencana penyerangan Ka’bah oleh pasukan gajah yang dipimpin langsung oleh Maharaja Yaman pada waktu itu, Abraha.

Adanya bulan-bulan ini bagi masyarakat Arab digunakan sebagai penanda musim. Memahami siklus musim di tengah padang pasir yang tandus dan terisolir seperti Arab, adalah sarana penting untuk bertahan hidup. Berikut Dua belas bulan yang dikenal oleh masyarakat Arab Kuno :[1]

  • Muharam (Bulan Suci)
  • Safar (Bulan Keberangkatan)
  • Rabi’ul awwal (Bulan Pertama Musim Semi)
  • Rabi’ul Akhir (Bulan Kedua Musim Semi)
  • Jumadi’l Awwal (Bulan Pertama Musim Kemarau)
  • Jumadi’l Akhir (Bulan Kedua Musim Kemarau)
  • Rajab (Yang Dihormati)
  • Sya’ban (Bulan Berseminya Pepohonan)
  • Ramadhan (Bulan Yang Panas)
  • Syawwal (Bulan Persimpangan Jalan)
  • Zu’l-Kaidah (Bulan Gencatan Senjata)
  • Zu’l-Hijjah (Bulan Haji)

Namun disamping bulan-bulan ini digunakan untuk menunjuk pada musim, masyarakat Arab kuno ini juga memiliki kepentingan perdagangan dan diplomasi dengan Negara tetangganya seperti Yunani dan Romawi, sehingga mereka melakukan penyesuaian dengan tahun Kabisat yang digunakan oleh Negara-negara tetangganya. Caranya agar tahun Komariah ini cocok dengan tahun Kabisat, serta agar bulan-bulan itu jatuh di musim yang tepat, mereka menambahkan satu bulan tiap tiga tahun, penyisipan ini dinamakan nasi. Meski penyisipan itu tidak tetap, tapi hal itu bisa menjaga korelasi antara penamaan bulan dan musim.[2]

Dalam kebudayaan masyarakat Arab kuno, setiap kali terjadinya penambahan bulan ini, mereka rayakan dengan cara berpesta pora, dan melakukan berbagai ritus pemujaan terhadap Azimat. Sampai pada era Islam, dimana Allah SWT secara langsung melarang penambahan atas jumlah bulan ini (QS : At Taubah, 36-37), maka penyisipan ini tidak dilakukan lagi. Namun terkait dengan nama-nama bulan, Islam tetap menggunakan kodefikasi yang sama, tapi tidak dihubungkan lagi dengan nama musim. Perhitungan waktu dalam Islam, lebih terkait erat dengan syariah yang diperintahkan dalam agama.[3]

Tahun baru hijriah, ditetapkan 17 tahun kemudian oleh Khalifah Umar bin Khattab. Yang ditetapkan disini hanyalah tahun, sedangkan ketentuan bulan, minggu, dan hari tetap sama dengan yang dikenal sebelum masa Islam. Adapun 1 Muharam ditetapkan sebagai penanda datangnya tahun baru disebabkan bulan tersebut menempati urutan pertama dalam urutan bulan yang dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu itu.

Adalah Ali bin Abi Thalib orang yang mengusulkan kepada Khalifah ke dua tentang penentuan tahun ini pada momentum hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Selain Ali bin Abi Thalib, riwayat menyebutkan beberapa usulan lain untuk menentukan momentum tahun pertama Islam. Ada yang mengusulkan pada hari kelahiran Rasulullah Muhammad SAW, ada yang mengusulkan pada hari wafatnya beliau, ada juga mengusulkan pada saat turunnya wahyu pertama, bahkan ada yang mengusulkan pada saat peristiwa penyerangan Ka’bah oleh pasukan Abrah. Namun ketika Ali bin Abi Thalib Ra menyampaikan usulannya, maka semua yang hadir menyepakati ini secara aklamasi.

Tahun pertama Hijrah ini merupakan tahun yang sangat dikenal oleh seluruh kaum Muslimin generasi pertama. Setelah belasan tahun mengalami kesulitan dan penindasan di Mekkah, perintah Hijrah menjadi titik balik yang mengubah takdir kehidupan mereka ke arah yang tidak pernah diduga sebelumnya. Di Madinah, manusia-manusia gurun pasir ini membangun sayap-sayap revolusi yang pengaruhnya membentang hingga ke seluruh dunia hingga hari ini. (AL)

Bersambung ke:

Tentang Tahun 1 Hijriah (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit Of Islam, Margono &Kamila ,S.Pd (Penj), Yogyakarta, Navila, 2008, Hal. 57

[2] Ibid

[3] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*