Ilmu Kalam Menurut Imam al-Asy’ari: Telaah Kitab Al-Luma’ (1)

in Tokoh

Al-Asy’ari terkenal dengan kecerdasan dan kekuatan pemahamannya. Sebagai murid dari seorang pembesar madzhab Mu’tazilah, al-Jubba’i, yang merupakan penulis yang handal, al-Asy’ari tidak kalah darinya dalam berdebat dan menyampaikan gagasan secara lisan maupun tulisan.

Gambar ilustrasi. Sumber: alif.id

Biografi Singkat

Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Amir al-Bashrah Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Abdillah bin Qais bin Haddar al-Asy’ari al-Yamani al-Bashri,[1] atau dikenal oleh pengikutnya dengan sebutan imam al-Asy’ari. Beliau merupakan pembesar madzhab ahlussunnah wal jamaah, imam para ulama ahli kalam (mutakallimun), pembangkit sunnah Rasulullah Saw, penjaga Aqidah ummat Islam yang pengaruhnya dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia.[2]

Beliau lahir di Baghdad pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 330 H.[3] Mengenai tahun wafatnya, terdapat beberapa perbedaan pendapat ulama diantaranya adalah Ibn Asakir yang mentarjih bahwa Imam al-Asy’ari wafat pada tahun 324 H.[4]

Sedangkan di tahun kelahirannya, banyak perselisihan dan kekacauan yang terjadi disertai dengan kemenangan Dinasti al-Atrak atas Dinasti Abbasiyah yang ingin mengendalikan kuasa atas nama Dinasti Abbasiyah sehingga memperparah keributan pada masa tersebut.

Di sisi lain, keadaan ilmiyyah pada masa-masa tersebut dikuasai oleh paham mu’tazilah yang penyebarannya dibantu oleh beberapa khalifah seperti al-Musta’shim, al-Watsiq dan lain-lain, terutama pada permasalahan turunnya Al-Quran, apakah merupakan makhluk atau bukan.[5]

Al-Asy’ari tumbuh besar dengan didikan ayahnya yang terkenal menguasai ilmu hadits hingga menganjurkan anaknya untuk belajar kepada Zakariyya al-Saji dengan metode para ulama hadits. Namun, ibunya kemudian menikah dengan salah satu pembesar madzhab mu’tazilah al-Jubbai, sehingga al-Asy’ari belajar kepadanya dan mengikuti metode mu’tazilah selama 40 tahun.[6]

Ibn Asakir menyebutkan bahwa al-Asyari mendapat petunjuk Allah SWT dalam menemukan jalan dakwahnya. Dia kemudian mengasingkan diri selama lima belas hari hingga akhirnya datang kembali ke masjid kemudian naik mimbar untuk berpidato di hadapan orang-orang seraya berkata:

“Wahai orang-orang, aku hanya pergi dari kalian dalam beberapa hari terakhir ini untuk berpikir dan menimbang-nimbang dalil. Namun tak kunjung mendapatkan penjelasan mengenai kebenaran atas kebatilan dan kebatilan atas kebenaran. Maka aku meminta petunjuk kepada Allah SWT dan Allah telah memberikanku petunjuk untuk mengimani apa yang telah kutulis di buku ini. Sedangkan aku telah melepas segala yang aku yakini sebelumnya (madzhab mutazilah) sebagaimana aku menanggalkan pakaianku ini” (ia kemudian melepas pakaiannya dan membuangnya dan sejak itulah segala kitab yang ditulisnya berlandaskan Aqidah ahlussunnah wal jamaah.[7]

Kecerdasan Al-Asy’ari dalam Berdebat

Al-Asy’ari terkenal dengan kecerdasan dan kekuatan pemahamannya. Sebagai murid dari seorang pembesar madzhab Mu’tazilah, al-Jubba’i, yang merupakan penulis yang handal, al-Asy’ari tidak kalah darinya dalam berdebat dan menyampaikan gagasan secara lisan maupun tulisan.

Al-Asy’ari begitu menggebu-gebu dalam perdebatan adu argumen, sehingga ketika gurunya, al-Jubba’i diundang dalam perdebatan, ia akan meminta al-Asy’ari untuk menggantikannya. Terlebih setelah bertaubat dari paham Mu’tazilah, al-Asy’ari berani mendebat kaum Mu’tazilah dan mengalahkan mereka sebagai bukti pertentangannya terhadap Mu’tazilah.

Seorang ahli fiqh, Abu Bakr al-Shayrafi, pernah berkata bahwa dahulu Mu’tazilah pernah berjaya, hingga kemudian al-Asy’ari tumbuh dewasa dan berhasil membuat mereka dalam tekanan.[8]

Al-Asy’ari telah menulis banyak buku, antara lain: Al-Umdat fi Al-Ru’ya, Al-Fusul fi Rafḍ ʿAla al-Mulhidin, Al-Mujaz, Khalq al-A’māl, al-Ṣiffāt, al-Luma’, al-Ibānah dan masih banyak lainnnya.

Ibn ʿAsakir menekankan bahwa kitab-kitab karangan al-Asy’ari banyak berfokus pada kritik terhadap kaum ateis, mu’tazilah, kharijiyyah, dan aliran lainnya yang dianggapnya keluar dari barisan. Selain itu, al-Asy’ari memiliki murid yang berhasil menjadi ulama-ulama besar seperti, Abu al-Hasan al-Bahili, Abu al-Hasan Al-Kirmani, Abu Zaid al-Marwazi, dan lain-lain.

Suatu hari diceritakan bahwa Abu Sahl Al-Su’luki hadir bersama Abu al-Hasan al-Asy’ari pada majlis ʿAlawiy di Basrah. Kemudian al-Asy’ari berdebat dengan kaum Mu’tazilah yang saat itu sangat banyak, setiap dari mereka berhadapan langsung dengan al-Asy’ari untuk adu argument dan semuanya gugur kalah berdebat. Kemudian, al-Su’luki dan al-Asy’ari kembali menghadiri acara majlis namun tidak ada satupun yang hadir dari kaum Mu’tazilah.[9]

Dengan demikian, Imam Al-Asy’ari berhasil mengkritik Jahmiyyah, Mu’tazilah dan aliran lainnya yang berbeda pandangan dengannya dengan cara yang elegan. Dengan kecerdasan spiritual dan intelektualnya inilah dia berdebat dan melahirkan karya-karyanya. Para pengikut mahzab al-Asyari, kemudian dinamakan “Asyairah” yang dinisbatkan pada nama Imam panutannya.

Magnum Opus Imam Al-Asy’ari

Al-Asy’ari tercatat telah menulis beberapa karya selama hidupnya, namun diantara yang utama adalah al-Luma’ yang disebut sebagai karya tulisnya setelah mendapat pencerahan dari Allah SWT melalui mimpinya. Maka ketika para ulama fikih dan hadits dari kalangan Sunni membaca karyanya tersebut, mereka mengambil apa yang ada di dalamnya serta meyakininya.[10]

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, al-Luma’ al-Kabir, yang merupakan pengantar dari bukunya “Iḍāh Al-Burhan fi Al-Radd Alla al-Zaygh wa al-Tughyan. Kedua, Al-Lum’a Al-Saghir, buku ini tidak ada yang tersisa saat ini dan buku inilah yang merupakan adalah sebuah pengantar dari kitab Al-Lum’a Al-Kabir. Ketiga, Al-Lum’a fi’r-radd ala ahl al-Zaygh wal Bidaʿ, yang tidak ada kaitannya dengan kedua kitab yang telah disebukan sebelumnya, Al-Lum’a Al-Kabir dan Al-Saghir.

Selain itu, Al-Baqillahni telah menulis sharh dari kitab Al-Lum’a fi’r-radd ala ahl al-Zaygh wal Bidaʿ ini sebagai bukti dari pentingnya menelaah dan mempelajarinya, tetapi tulisannya ini tidak ada yang bertahan hingga saat ini.[11]

Al-Asy’ari menyebutkan dalam pengantar bukunya, Al-Luma’, bahwa alasan penulisannya adalah adanya seseorang yang memintanya untuk menulis buku tentang masalah Aqidah secara singkat untuk memperjelas kebenaran atas kebatilan. Seperti yang dikatakan Al-Asy’ari dalam pembukaan kitabnya:

” أما بعد، فأنك سألتني أن أصنف لك كتابا مختصرا أبين فيه جملا توضح الحق وتدمغ  الباطل، فرأيت إسعافك بذلك، رزقك الله الخيرات وأعانك على الخير والمطلوبات.”[12]

“Engkau memintaku untuk menulis sebuah kitab ringkasan yang di dalamnya aku tulis beberapa kalimat untuk menjelaskan kebenaran dan menghapus kebatilan. Maka aku ingin menolongmu dengan itu, semoga Allah memberikanmu rezeki kebaikan dan membantumu dalam kebaikan dan keinginan-keinginanmu”.

Kitab al-Luma’ inilah yang menjadi salah satu sumber terpenting mahzab Asyairah dalam menelaah pemikiran teologis al-Asy’ari, terutama terkait bantahannya terhadap golongan Mu’tazilah. (NSS)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Al-Dhahabi, Siyār A’lām al-Nubalā’, vol. 15, (Beirut: Mu’assasa Risala, 1982), 86.

[2] Al-Subki, Tabaqāt al-Shāfi’iyya al-Kubrā, vol. 3, (Egypt: Maṭba’a al-Bābī al-Ḥalabī, 1964), 347.

[3] Al-Dhahabi, Siyār A’lām al-Nubalā’, 86.

[4] Al-Subki, Tabaqāt al-Shāfi’iyya al-Kubrā, 352.

[5] Ibrahim Burqan, “Ishkāliyya Zaman Ta’līf al-Ash’arī Kitābay al-Luma’ wa al-Ibāna”, al-Majalla al-Urduniyya fi al-Dirāsāt al-Islāmiyya, vol.4 no. 4 (2008): 198

[6] Al-Subki, Tabaqāt al-Shāfi’iyya al-Kubrā, 349.

[7] Ibn ‘Asakir, Tabyīn Kadhb al-Muftarī fī mā Nusiba Ilā al-Ash’arī, (Damascus: Dār al-Fikr, 1399 H), 39.

[8] Al-Dhahabi, Siyār A’lām al-Nubalā’, 86.

[9] Al-Subki, Tabaqāt al-Shāfi’iyya al-Kubrā, 349

[10] Ibn ‘Asakir, Tabyīn Kadhb al-Muftarī fī mā Nusiba Ilā al-Ash’arī, 1399 H, 49.

[11] Ibrahim Burqan, “Ishkāliyya Zaman Ta’līf al-Ash’arī Kitābay al-Luma’ wa al-Ibāna”, 199.

[12] Abu al-Hasan al-Asy’ari, al-Luma’ fī al-Radd ʿalā Ahl Zaygh wa al-Bida’, Eds: Hamuda Gharaba, (Egypt: 1995), 4.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*