Imam Ahmad Bin Hanbal

in Tokoh

Dalam agama Islam, selain Al Quran, sumber hukum kedua adalah hadist. Berbeda dengan Al-Quran, yang keotentikannya sudah di jamin Allah SWT sampai akhir zaman, mutu sebuah hadist memiliki resistensi yang tinggi terhadap distorsi, penyelewengan, pemalsuan, bahkan pembajakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Ini sebabnya umat Islam tidak sembarangan dalam memilih hadist-hadist untuk dijadikan rujukan dalam kehidupan beragama. Dibutuhkan ketelitian, kecermatan dan ketekunan untuk sampai pada satu kesimpulan bermutu tentang derajat sebuah hadist, apakah shahih, dhaif, matawatir, dan sebagainya. Dan salah satu sosok yang sangat berpengaruh dalam bidang hadist ini hingga sekarang adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Syaiban bin Dzuhl. Lahir di Baghdad, Irak, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H atau 780 M. Usia beliau hanya terpaut 14 tahun dari Imam Syafi’i. Dan beliau secara luas dikenal sebagai salah satu murid Imam Syafi’i yang paling cemerlang.

Imam Ahmad Bin Hanbal berasal dari keturunan Arab asli. Keluarganya berasal dari kabilah Syaiban, yaitu Kabilah yang sama dengan Rab’iyah Adnaniah, yang nasabnya memiliki keterhubungan dengan garis Rasulullah SAW pada Nazar bin Mu’id bin Adnan.[1]

Beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya, yang bernama Muhammad, terbunuh dalam satu peperangan pada saat beliau masih dalam kandungan. Sejak kecil beliau asuh oleh ibunya, dan dibawah perlindungan dari Kakeknya yang bernama Hanbal bin Hilal. Kakeknya adalah seorang pejabat berpengaruh dalam dinasti Abbasiyah, dan pernah menjabat sebagai Gubernur di Khurasan. Sejak kecil di asuh oleh Kakeknya, sehingga nama Ahmad lebih disandarkan pada nama Kakeknya, yang kemudian dikenal dengan Ahmad bin Hanbal.

Imam Ahmad Bin Hanbal, atau kemudian dikenal Imam Hanbali, memulai pendidikannya di Baghdad, yang pada saat itu merupakan salah satu pusat perkembangan studi-studi Islam. Sejak memasuki usia remaja (15 tahun), beliau sudah memiliki minat yang tinggi terhadap ilmu hadist. Beliau berguru ke salah satu pakar hadist terkemuka pada masa itu, yaitu Husyaim bin Basyir bin Abi Khazhim al Washithi. Setelah 4 tahun beliau menimba ilmu pada Husyaim bin Basyir, mulailah pengembaraan Imam Hanbali berlangsung.

Ia mengunjungi para ulama terkenal di berbagai tempat seperti Kufah, Basra, Syam, Yaman, Mekkah dan Madinah. Beberapa gurunya antara lain Hammad bin Khalid, Ismail bil Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim, Syafi’i bin Idris dan Musa bin Tariq. Dari merekalah Imam Hanbali muda mendalami fikih, hadits, tafsir, kalam, dan bahasa. Karena kecerdasan dan ketekunannya, Imam Hanbali dapat menyerap semua pelajaran dengan baik.

Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Kecintaan kepada ilmu jua yang menjadikan Imam Hanbali rela tak menikah dalam usia muda. Ia baru menikah setelah usia 40 tahun.

Pertama kali, ia menikah dengan Aisyah binti Fadl dan dikaruniai seorang putra bernama Saleh. Ketika Aisyah meninggal, ia menikah kembali dengan Raihanah dan dikarunia putra bernama Abdullah. Istri keduanya pun meninggal dan Hanbali menikah untuk terakhir kalinya dengan seorang jariyah, hamba sahaya wanita bernama Husinah. Darinya ia memperoleh lima orang anak yaitu Zainab, Hasan, Husain, Muhammad, dan Said.

Tingginya minat dan kepakaran Imam Hanbali dalam bidang Hadist kemudian dikenal luas di dunia Islam. Menurut putra sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Hanbali hafal hingga 700.000 hadits di luar kepala. Hadits sejumlah itu, diseleksi secara ketat dan ditulisnya kembali dalam kitab karyanya Al Musnad. Dalam kitab tersebut, hanya 40.000 hadits yang dituliskan kembali dengan susunan berdasarkan tertib nama sahabat yang meriwayatkan. Umumnya hadits dalam kitab ini berderajat sahih dan hanya sedikit yang berderajat dhaif. Berdasar penelitian Abdul Aziz al Khuli, seorang ulama bahasa yang banyak menulis biografi tokoh sahabat, sebenarnya hadits yang termuat dalam Al Musnad berjumlah 30 ribu karena ada sekitar 10 ribu hadits yang berulang.

Tidak hanya dikenal sebagai pelajar yang tekun dan ahli hadist, Imam Hambali juga dikenal sebagai guru yang mumpuni. Dari tangan dinginnya, lahir pemuka-pemuka ilmu hadist dalam dunia Islam seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Karya-karya mereka seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim atau Sunan Abu Daud menjadi kitab hadits standar yang menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia dalam memahami ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah SAW lewat hadits-haditsnya.

Dalam kesehariannya, Imam Hanbali dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang jadi sahabatnya menjadi saksi akan kezuhudan Imam Hanbali. ”Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Shubuh tiba,” katanya.

Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, ”Aku pernah datang kepada Imam Hanbali, lalu aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.”

Imam Hanbali juga dikenal teguh memegang pendirian. Di masa hidupnya, aliran Mu’tazilah tengah berjaya. Dukungan Khalifah Al Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah yang menjadikan aliran ini sebagai madzhab resmi negara membuat kalangan ulama berang. Salah satu ajaran yang dipaksakan penganut Mu’tazilah adalah paham Al-Qur’an merupakan makhluk atau ciptaan Tuhan. Banyak umat Islam yang menolak pandangan itu.

Imam Hanbali termasuk yang menentang paham tersebut. Akibatnya, ia pun dipenjara dan disiksa oleh Mu’tasim, putra Al Ma’mun. Setiap hari ia didera dan dipukul. Siksaan ini berlangsung hingga Al Wasiq menggantikan ayahnya, Mu’tasim. Siksaan tersebut makin meneguhkan sikap Hanbali menentang paham sesat itu. Sikapnya itu membuat umat makin bersimpati kepadanya sehingga pengikutnya makin banyak kendati ia mendekam dalam penjara.

Sepeninggal Al Wasiq, Imam Hanbali menghirup udara kebebasan. Al Mutawakkil, sang pengganti, membebaskan Imam Hanbali dan memuliakannya. Sebagaimana ketiga Imam lainnya; Syafi’i, Hanafi dan Maliki, oleh para muridnya, ajaran-ajaran Imam Ahmad ibn Hanbali dijadikan patokan dalam amaliyah (praktik) ritual, khususnya dalam masalah fikih. Sebagai pendiri madzhab tersebut, Imam Hanbali memberikan perhatian khusus pada masalah ritual keagamaan, terutama yang bersumber pada Sunnah.

Menurut Ibnu Qayyim, salah seorang pengikut madzhab Hanbali, ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa madzhab Hanbali. Pertama, nash (Al-Qur’an dan Sunnah). Jika ia menemukan nash, maka ia akan berfatwa dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak berpaling pada sumber lainnya.

Kedua, fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang menentangnya. Ketiga, jika para sahabat berbeda pendapat, ia akan memilih pendapat yang dinilainya lebih sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Jika ternyata pendapat yang ada tidak jelas persesuaiannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia tidak akan menetapkan salah satunya, tetapi mengambil sikap diam atau meriwayatkan kedua-duanya.

Keempat, mengambil hadits mursal (hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan nama perawinya), dan hadits dhaif (hadits yang lemah, namun bukan ‘maudu’, atau hadits lemah). Dalam hal ini, hadits dhaif didahulukan daripada qias. Dan kelima adalah qias, atau analogi. Qias digunakan bila tidak ditemukan dasar hukum dari keempat sumber di atas.

Pada awalnya madzhab Hanbali hanya berkembang di Baghdad. Baru pada abad ke-6 H, madzhab ini berkembang di Mesir. Perkembangan pesat terjadi pada abad ke-11 dan ke-12 H, berkat usaha Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang untuk memberikan perhatian pada fikih madzhab Hanbali, khususnya dalam bidang muamalah. Kini, madzhab tersebut banyak dianut umat Islam di kawasan Timur Tengah.

Hasil karya Imam Hanbali tersebar luas di berbagai lembaga pendidikan keagamaan. Beberapa kitab yang sampai kini jadi kajian antara lain Tafsir Al-Qur’an, An Nasikh wal Mansukh, Jawaban Al-Qur’an, At Tarikh, Taat ar Rasul, dan Al Wara. Kitabnya yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad bin Hanbal.

 

Sumber Rujukan :

[1] Yanuar Arifin. SPd, Hikmah, Karomah & Spiritual Tokoh-Tokoh Sufi Dunia, Yogyakarta, Araska, 2016, 91

(2) Wikipedia

(3) Juga diolah dari berbagai sumber lainnya.

 

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*