Kakbah

in Arsitektur

Last updated on April 26th, 2019 06:00 am

Kakbah, mungkin bisa dikatakan sebagai bangunan tertua di muka bumi. Sedemikian tuanya, hingga tidak ada satu pun yang berani memastikan kapan pastinya bangunan ini berdiri.

—Ο—

 

Kakbah berarti kubus dan memang bentuknya hampir seperti kubus yang dibangun dari batu-batu keras berwarna kelabu kebiru-biruan. Saat ini tingginya sekitar 14 meter tapi di zaman nabi mungkin tingginya lebih rendah. Hal ini berdasarkan riwayat bahwa pada penaklukan Makkah, Nabi Muhammad menyangga Ali bin Abi Thalib dengan bahunya sehingga Ali dapat membuang berhala-berhala yang ditempatkan di atas Kakbah.

Di sisi lain, tinggi Kakbah tidak merata saat ini. Tinggi dinding utara yang menghadap Hijr Ismail 11,8 meter dan dinding timur  12,84 meter. Sementara tinggi dinding antara Rukn Yamani dan Hathim 12,11 meter dan sisi lainnya 11,52 meter.

Sejak dahulu, keempat sokoguru pada sudut Kakbah disebut al-arkan, bentuk jamak dari rukn. Sokoguru utara disebut Rukn Iraq, sebelah barat Rukn Syria, di selatan Rukn Yaman, dan timur – tempat Hajar Aswad berada – disebut Rukn Al Aswad (Rukun Batu Hitam).

Di sudut timur Kakbah terdapat Hajar Aswad. Benda hitam ini diletakkan di ketinggian 1,10 meter dari pelataran. Benda ini berupa delapan pecahan batu yang diikat dengan perak. Batunya keras yang dihiasi beberapa bintik-bintik kemerahan dan garis-garis bergelombang kekuningan pada batas delapan pecahan yang disolder menjadi satu dengan perak.

Kakbah memiliki satu pintu yang tingginya dua meter dari pelataran. Posisinya berada di sebelah kiri Hajar Aswad. Jarak antara Hajar Aswad dengan pintu ini dikenal dengan Multazam.

Multazam berasal dari kata kerja lazima yang berarti ‘lengket’. Disebut demikian karena orang yang melakukan tawaf berhenti sejenak di wilayah itu untuk berdoa atau salat mengikuti sunah Rasul.

Sejarah

Secara historis, Kakbah merupakan bangunan tertua di dunia. Beberapa riwayat menyebutkan manusia sekaligus nabi pertama di bumi, Adam a.s., yang merintis pembangunan pondasi Kakbah. Adapun Nabi Ibrahim a.s. lebih dikenal oleh banyak orang sebagai sosok yang membangun Kakbah bersama putranya Nabi Ismail a.s.

Awalnya Kakbah dibangun dengan sederhana. Hanya disusun dari batu-batuan yang berasal dari bukit di sekitar Kakbah. Pada saat itu, di sudut timur – tempat Hajar Aswad -, tinggi Kakbah hanya sekitar 1,5 meter.

Selama lebih daripada satu milenium, Kakbah dirawat dan dijaga oleh keturunan Ismail a.s. dan klan Jurhum yang berasal dari Yaman. Pada masa Qushay bin Kilab, anak keturunan Ismail a.s. dari putranya yang bernama Mudhar, Kakbah dibangun dengan pondasi lebih kokoh dan diberikan atap yang terbuat dari batang dan pelepah kurma. Qushay bin Kilab juga dikenal sebagai kakek moyang Nabi Muhammad saw., pemimpin suku Quraisy yang pertama kali berhasil menyatukan berbagai klan yang ada di sekitar Kakbah.

Di masa kepemimpinan Qushay bin Kilab, sisi-sisi Kakbah mulai dirapikan. Setiap suku dan klan Quraisy diberi kapling masing-masing untuk menetap di sana. Di masa inilah untuk pertama kali orang membangun rumah di sekitar Kakbah.

Menariknya, rumah-rumah yang dibangun di sekitar Kakbah dibuat bulat pada masa itu. Tinggi bangunan rumah pun dibuat lebih rendah daripada Kakbah. Hal ini untuk menghormati kedudukan Kakbah.

Pada masa Nabi Muhammad saw., Kakbah pernah mengalami renovasi cukup besar. Ini dilakukan setelah Kakbah mengalami kerusakan yang cukup berat akibat banjir.

Selama renovasi, masyarakat Makkah bergotong royong memperbaiki Kakbah dengan mutu lebih baik dari sebelumnya. Ahli-ahli bangunan diundang dari Romawi dan tukang kayu diundang dari Mesir.

Namun begitu memasuki proses akhir, yaitu pemasangan Hajar Aswad, terjadi perselisihan. Mereka berselisih tentang siapa yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad ke posisinya semula.

Perselisihan tidak menemukan benang merah. Pada akhirnya mereka bersepakat menunjuk Rasulullah saw. yang dikenal sebagai pribadi yang paling terpercaya (al Amin) untuk memutuskan perkara di antara mereka.

Akhirnya Rasulullah membentangkan sehelai sorban dan meletakkan  Hajar Aswad di atasnya. Ia lalu memanggil setiap pemimpin suku yang berselisih untuk memegang setiap sudut sorban. Setelah setiap perwakilan suku memegang sudut sorban, mereka bersama-sama membawa Hajar Aswad ke sudut timur Kakbah. Kemudian, Rasulullah meletakkan  Hajar aswad ke tempatnya dengan tangannya sendiri. Episode kisah tentang peletakan Hajar Aswad oleh Nabi Muhammad saw. ini sangat terkenal dalam sejarah Islam.

Kisah lain pada saat renovasi Kakbah ini ialah pembuatan Hijr Ismail.

Namun Disebabkan oleh kurangnya biaya pembangunan, maka Kakbah tidak dibangun lengkap sebagaimana pondasi awalnya. Masih tersisa pondasi yang tidak ditinggikan di sebelah timur, atau yang sekarang kita kenal dengan ‘Hathim’. Pondasi ini (Hathim) berbentuk setengah lingkaran yang dinaikkan sedikit, sebagai penanda batas pondasi Kakbah yang dibangun sebelumnya.

Tinggi pagar Hathim, yang sekarang berbingkai marmer ini 1,32 meter. Sedang lebarnya bervariasi antara 1,55 meter dan 1,62 meter. Diameter lingkaran dalam 8,77 meter, dan diameter lingkaran luarnya 11,94 meter.

Bagian pelataran yang dikelilingi Hathim dan dinding Kakbah disebut ‘Hijr Ismail’. Hijr berarti ‘tempat terlarang’ (QS. 6:138) atau berarti juga ‘pangkuan’. Bagian Hijr Ismail dalam jarak 3 meter dari dinding Kakbah termasuk pondasi Kakbah yang dibangun Ismail a.s. Ruang antara ujung Hathim dengan kedua Rukn Kakbah (Rukn Syam dan Rukn Iraq), adalah 2,03 cm. Adapun jarak antara pusat lingkaran Hathim dan dinding Utara (Rukn Syam) adalah 8,44 cm.

Setelah masa Nabi saw., Kakbah kembali mengalami renovasi pada masa Abdullah Bin Zubair menjadi Gubernur Makkah pada tahun 64 H. Perpecahan yang terjadi dalam tubuh umat Islam telah membawa konflik tersebut ke sekitar Kakbah.

Adalah Yazid bin Muawiyah yang pada saat menjadi khalifah kedua Bani Ummayah, menuntut bai’at atas dirinya kepada Abdullah bin Zubair yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Makkah. Yazid kemudian mengutus Husain bin Numair untuk menyerang Kota Mekah. Serangan pun terjadi, Makkah dikepung, dan Kakbah dihujani batu-batu yang ditembakkan dari ketapel-ketapel pasukan Husain bin Numair. Serangan ini baru barakhir pada saat datang kabar tentang kematian Yazid bin Muawiyah di Damaskus (Suriah).

Akibat dari serangan ini, bangunan Kakbah mengalami kerusakan cukup parah. Atas inisiatifnya, Abdullah bin Zubair akhirnya membangun kembali Kakbah. Dalam pembangunan kali ini, Hijr Ismail dimasukkan kembali ke posisinya semula, atau menjadi bagian dari Kakbah.

Pada pembangunan kali ini, ditambahkan juga pintu lain yang posisinya berlawanan dari pintu sebelumnya. Sehingga para jamaah dapat masuk dari pintu yang satu, dan keluar melalui pintu lainnya. Hasil dari pembangunan ini, tinggi Kakbah menjadi 12,5 meter. Setelah selesai, bangunan ini ditutup dengan Kiswah, setelah sebelumnya dioles dindingnya dengan minyak kesturi.

Namun hanya berselang beberapa tahun setelahnya, Abudllah bin Zubair dikalahkan oleh Hajjaj bin Yusuf. Setelah menguasai kota Makkah, Hajjaj bin Yusuf melaporkan kepada Khalifah Abdul Malik di Damaskus bahwa Abdullah bin Zubair telah memasukkan Hijr Ismail ke dalam Kakbah. Atas perintah Abdul Malik, Kakbah kemudian mengalami renovasi kembali.

Hajjaj bin Yusuf mengambalikan Kakbah ke bentuk semula. Hajjaj lalu meruntuhkan dinding di sisi Hijr Ismail setengahnya, atau sekitar 3 meter, dan menaikkan pintu di sebelah timur, dengan maksud agar tidak kemasukan air bila banjir tiba, serta menutup pintu bagian barat. Penambahan lainnya yang dilakukan oleh Hajjaj bin Yusuf yaitu penambahan talang air di dinding bagian Utara, atau dikenal dengan ‘Talang Rahmah’. Inilah bentuk bangunan Kakbah yang kita lihat hingga saat ini.

Setelah renovasi yang lakukan oleh Hajjaj bin Yusuf, Kakbah tidak mengalami perubahan yang fundamental. Hanya penambahan pernak pernik dan hiasan lainnya. Seperti penambahan mutu kiswah penutup Kakbah, renovasi atap, dan perbaikan-perbaikan lainnya.

Beberapa perubahan kecil yang  tercatat antara lain, perubahan kualitas talang air yang dibuat oleh Hajjaj bin Yusuf. Pada 954 H, Sultan Sulaiman dari Turki menggantinya dengan talang lain yang terbuat dari perak. Para tahun 1021, Sultan Ahmad menggantinya kembali dengan Talang Perak dengan bagan emas. Terakhir, pada 1273 H, Sultan Abdul Majid menggantinya dengan talang emas yang bertahan hingga sekarang.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*