Dalam cerita rakyat Seribu Satu Malam, sosok Harun al-Rasyid seringkali muncul. Dia digambarkan sebagai seorang khalifah yang berkuasa namun seringkali berjalan di tengah-tengah rakyatnya dengan menyamar.
Alkisah, hiduplah seorang raja penguasa daratan tinggi Iran yang bernama Shahriyar. Sang raja dikisahkan suka memenggal perempuan-perempuan yang dinikahinya hanya dalam semalam sekadar untuk melampiaskan dendam terhadap istri pertamanya yang tidak setia.
Patih kerajaan yang diberi tugas untuk mencari gadis perawan untuk memuaskan junjungannya itu pun sampai kewalahan.
Suatu ketika, putri sulung patih tersebut, yang bernama Shahrazad, merasa kasihan kepada ayahnya. Shahrazad lantas meminta kepada sang ayah untuk mempersembahkan dirinya sebagai istri semalam sang Raja.
Dengan berat hati, permintaan itu pun dikabulkan patih. Shahrazad adalah perempuan cerdas, di dalam kisah tersebut dia digambarkan pernah membaca ribuan buku riwayat para raja dan sejarah panjang umat manusia.
Setiap malam, Shahrazad akan mempersembahkan sebuah kisah yang pernah dia baca kepada Shahriyar. Begitu fajar menyingsing, Shahrazad akan menghentikan ceritanya untuk dilanjutkan saat malam tiba.
Kegiatan ini terus berlangsung selama 1000 malam. Akibatnya, Shahriyar pun enggan untuk membunuh Shahrazad lantaran selalu antusias mendengar kelanjutan cerita dari istrinya itu. Sampai pada malam ke 1001, Shahrazad akhirnya kehabisan cerita. Alih-alih memenggal kepala Shahrazad, sang Raja malah mengangkatnya menjadi permaisuri.
Dalam setiap versi cetak, Kisah klasik Seribu Satu Malam hampir selalu disusun ke dalam antologi yang berisikan cerita-cerita rakyat dan fabel yang berasal dari Zaman Keemasan Islam. Kisah-kisah ini dibuat seolah-olah dituturkan oleh seorang tokoh bernama Shahrazad kepada raja lalim Shahriyar.[1]
Kisah Seribu Satu Malam pada masanya dikenal luas oleh rakyat Timur Tengah. Selama beradab-abad, karena kisahnya yang memikat, lampu-lampu di rumah rakyat dibuat menyala karena mereka menikmati membaca atau mendengarkannya pada malam hari.
Uniknya, di dalam kisah-kisah ini sosok Harun al-Rasyid seringkali muncul. Dia digambarkan sebagai seorang khalifah yang berkuasa namun seringkali berjalan di tengah-tengah rakyatnya dengan cara menyamar pada malam hari.
Istana kerajaan Harun al-Rasyid digambarkan memancarkan kekayaan yang berlimpah-limpah dan di dalamnya sangat aman. Dan jika ada intrik di dalam istana yang sedang berkembang, maka Harun al-Rasyid digambarkan sebagai tokoh kuncinya.[2]
Dalam perkembangannya, Kisah Seribu Satu Malam juga mencapai kepopuleran di Eropa ketika banyak sarjana dari Barat yang menjadi ahli dalam bidang sastra Arab. Banyak kisah-kisah fantasi Barat yang dikatakan terinspirasi dari Timur sebenarnya berasal dari Kisah Seribu Satu Malam.[3]
Harun al-Rasyid yang sering muncul dalam kisah-kisah ini dicitrakan sebagai orang yang berkarakter baik. Dia digambarkan sering berkumpul dengan teman-teman kepercayaannya, misalnya dengan wazir Persianya yang gemar berpuisi dan juga peminum alkohol yang kuat.
Harun al-Rasyid juga selain digambarkan suka berkumpul dengan para pejabat negara, pada sisi lain dia juga masih mau berkumpul dengan orang-orang yang menentang aturan-aturan negara.
Secara keseluruhan, intinya dia digambarkan sebagai karakter yang dicintai, atau paling tidak, dipandang dengan penuh kasih oleh rakyatnya. Selain itu dia juga sering ditampilkan sebagai penguasa yang simpatik dan bijaksana.
Kisah-kisah ini yang secara formal dalam bahasa Arab dikenal sebagai Alf Layla wa Layla, sebenarnya tidak diketahui secara pasti ada berapa banyak jumlahnya. Pada abad-abad pertama keberadaannya, kisah-kisah ini hanya ada di dalam tradisi mendongeng lisan.
Koleksi kisah-kisahnya kemudian berkembang seiring waktu, dengan akar di berbagai tempat, termasuk di India, Persia, Timur Tengah, dan bahkan Eropa.
Fragmen paling awal dari teks tertulis berbahasa Arab berasal dari awal abad ke-9. Tetapi bahkan setelah kisah-kisah itu ditulis dalam bahasa Arab, mereka tidak pernah menjadi baku, dalam artian tidak diketahui yang mana kisah orisinil dan yang mana bagian dari pengembangannya.
Kisah-kisah itu kemudian masuk ke dunia Barat pada awal abad ke-18, dan Harun al-Rasyid menjadi sosok yang dipuji oleh para penulis dan penyair Barat. Bukan hanya itu, dia pun juga menjadi sosok yang terkenal di dunia Barat, meskipun masa hidupnya sudah terpaut begitu jauh.
Sosok Harun al-Rasyid disebut-sebut di dalam puisi karya penyair-penyair Barat seperti Henry Wadsworth Longfellow (Amerika), Alfred Tennyson (Inggris), dan William Butler Yeats (Irlandia). Dia juga muncul dalam novel Ulysses karya James Joyce hingga Haroun and the Sea of Stories karya Salman Rushdie.
Dan bukan hanya dalam karya tulis, karakter Harun al-Rasyid juga muncul dalam film-film, baik untuk anak maupun orang dewasa. Ketenaran Harun al-Rasyid di dunia Barat terus tumbuh.[4] Salah satu film Barat yang cukup populer yang diambil dari Kisah Seribu Satu Malam adalah Sindbad the Sailor (Sinbad si Pelaut).[5]
Selain Sinbad, ada juga Aladdin dan Lampu Ajaib yang kisahnya begitu mendunia karena diproduksi oleh rumah produksi sekelas Disney dalam beberapa versi film dan, bahkan masih akan dibuat versi-versi kelanjutannya.[6] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Indira Ardanareswari, “Kisah Seribu Satu Malam yang Mengubah Sastra Timur Tengah”, dari laman https://tirto.id/d7lv, diakses 18 Mei 2021.
[2] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 25.
[3] Indira Ardanareswari, Loc.Cit.
[4] Eamonn Gearon, Op.Cit., hlm 25-26.
[5] “The Story of Sindbad the Sailor”, dari laman https://americanliterature.com/author/arabian-nights/short-story/the-story-of-sindbad-the-sailor, diakses 18 Mei 2021.
[6] The Story of Aladdin; or, The Wonderful Lamp, dari laman https://americanliterature.com/author/arabian-nights/short-story/the-story-of-aladdin-or-the-wonderful-lamp, diakses 18 Mei 2021.
Amazing,,